Selasa, 08 Juli 2008

TINJAUAN FILSAFAT “ MODEL PAKEM DENGAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DAN COOPERATIVE LEARNING DALAM PEMBELAJARAN SAINS DENGAN LINGKUNGAN BELAJAR SISWA

Oleh : Kusmoro

A. Pendahuluan

Salah satu kompensi guru adalah pengembangan profesi terutama dalam hal penulisan karya ilmiah. Berbicara karya ilmiah guru maka para guru peserta Diklat Pengembangan Profesi Guru mestinya dapat membuat sikap ilmiah kearah penelitian ilmiah sesungguhnya maupun aktifitas menulis ilmiah seperti artikel ilmiah, penelitian ilmiah, maupun tulisan ilmiah polpuler.
Dalam tulisan ini akan terfokus pada masalah contoh bagaimana para guru peserta Diklat Pengembangan Profesi Guru melakukan dalam mengkaji secara filsafati suatu judul penelitian dengan semestinya. Kupasan tinjauan filsafati suatu judul penelitian ini, para guru ini akan diajak menyelam mengupas menganalisis suaru judul penelitian baik dari segi ontologi, epistimologi, maupun aksiologinya. Oleh karena itu dengan tinjaun filsafati ini nantinya para guru tersebut ketika membuat suatu judul penelitian hingga kegiatan penelitian dan laporan penelitian tidak akan mendapatkan permasalahan yang berarti dan hasilnya seprti yang diharpkan dan bermanfaat dalam peningkatan mutu pendidikan
Selanjutnya contoh dalam pendahuluan peninjauan suatu judul penelitian adalah : Bermula dari pertanyaan dan ungkapan oleh Jujun S. Suriasumantri (2003: 19), yaitu “ Bagaimana caranya agar saya mendapatkan pengetahuan yang benar ? dan ketahuilah apa yang kau tahu serta ketahuilah apa yang kau tidak tahu “, maka dari itu menjadi motivasi untuk mengetahui tentang masalah penelitian yang berjudul “Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Terhadap Kompetensi Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa ”.
Di sisi lain dalam melakukan peninjauan tentang suatu masalah dalam filsafat oleh Jujun S. Suriasumantri (2003:20), harus bersifat menyeluruh, mendasar dan spekulatif. Dengan landasan filsafat tersebut maka suatu persoalan dapat diungkapkan dari apa yang diketahui dan apa yang tidak dapat langsung diketahui. Apa yang sudah diketahui pada hakekatnya adalah data awal atau kondisi / fakta awal yang ada pada objek keberadaan masalah tersebut. Sedangkan yang tidak nampak pada hakikatnya adalah sesuatu yang menjadi bahan perenungan uantuk diketahui lebih jauh sehingga menjadi sesuatu yang diketahui dan hal ini sejalan dengan ungkapan Jujun S. Suriasumantri (2003:19), yaitu “ ketahuilah apa yang kau tidak tahu “
Berdasarkan uraian di atas maka dalam pembahasan Tinjauan Filsafat Tentang Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Terhadap Kompetensi Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa dalam bentuk studi eksperimen pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/2007, akan dimulai dari fakta yang ada pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/2007 sebagai kondisi awal dan dilanjutkan dengan perlakuan yang diharapkan mampu mengungkap apa yang ingin diketahui.

B. Pembahasan

Dimulai dari pengertian filsafat menurut kalangan filosof dalam Asmal Bakhtiar (2004 : 5), adalah upaya spekulatif untuk menyajikan sesuatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realita. Dan pengertian filsafat yang laian menurut Jujun S. Suriasumantri (2003:19), yang intinya adalah penjelajahan pikiran dalam usaha merenungi dan lebih mengetahui terhadap sesuatu yang belum maupun yang sudah diketahui. Maka dapat dipertegas bahwa dalam memandang sesuatu secara filsafat selalu bersifat mendasar, menyeluruh, dan spekulatif tentang sesuatu yang dipandang atau di tinjau. Lebih lanjut pengertian filsafat ilmu menurut Herman J. Waluyo (2003:1), adalah pengkajian ilmu secara filosofis, yaitu secara menyeluruh, mendasar, dan spekulatif dengan aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologinya.
Dalam pembahasan ini yang akan ditinjau adalah Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Terhadap Kompetensi Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa dalam bentuk studi eksperimen pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/2007 dilihat dari aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologinya
1. Aspek Ontologi
Menurut Jujun S. Suriasumantri (2003 : 60), pengertian dari ontologi adalah hakikat apa yang dikaji . Sedangkan pengertian ontologi menurut Herman J. Waluyo (2003: 14), adalah bagian dari filsafat ilmu yang menelaah hakekat dan pengertian dari ilmu. Dalam ontologi dibahas juga saling keterkaitan antara ilmu dan pengetahuan (yang lebih luas), antara ilmu yang satu dan yang lain, dan batas-batas atau keterbatasan dari setiap ilmu. Dengan demikian dapat dipertegas yang dimaksud ontologi adalah bagian dari filsafat ilmu yang mengkaji tentang hakikat dan saling keterkaitan apa yang dikaji.
Dalam Tinjauan Filsafat Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Terhadap Kompetensi Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa dalam bentuk studi eksperimen pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/2007, berarti mengkaji hakikat dari fakta sekolah, hakikat dari model pembelajaran PAKEM dengan pendekatan konstruktivisme dan cooperative learning, hakikat dari kompetensi sains, dan lingkungan belajarnya dan keterkaitannya
a. Hakikat Fakta SMPN 20 Kota Pontianak
Mutu sekolah masih rendah, yang terlihat dari nilai UAN SMPN 20 Kota Pontianak juga menunjukkan hal yang belum begitu menggembirakan dari tahun ke tahun. Dimana data nilai rata-rata UAN mata pelajaran sains SMP N 20 Kota Pontianak lima tahun terkhir (2001/2002 sd. 2005/2006) adalah 4,50; 4,46; 4,50; 5,38; dan 5,03
Guru sains (IPA) mengalami problema yang serius sejalan di berlakukanya dua kurikulum disekolah yaitu untuk kelas VII menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan kelas VIII - IX tetap menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dan kebanyakan guru sains di SMPN 20 Kota Pontianak mengajar dari kelas VII hingga kelas IX, maka hal ini cukup merepotkan guru dalam membuat administrasi ataupun persiapan mengajar, apalagi bagi guru yang mengajar di dua atau tiga jenjang kelas yang menggunakan dua jenis kurikulum yang berbeda
Para guru sains di SMP N. 20 Kota Pontianak menurut Kepala Sekolah (Purwanto) dan seorang guru sains (Yudi Herdiana), dalam hal pengembangan kurikulum dan penerapannya, pengembangan model, pendekatan, strategi, metode mengajar yang inovatif, kreatif, suasana kelas belajar demokratis, penanaman keberanian siswa beraktifitas dan kreatif dalam belajar, pemajangan hasil kerja/karya, pemberian penghargaan pada pada siswa, suasana belajar yang tidak tegang, dan penciptaan lingkungan belajar yang menyenangkan dan penerapan dalam pembelajaran masih perlu diperdayakan. Menurut beberapa siswa kelas VIII kegiatan belajar dikelas cenderung membosankan dan suasana kurang enak apalagi mata pelajaran sains jarang praktikum dan yang sering penjelasan dari guru lalu disuruh mengerjakan LKS dari penerbit. Kondisi kelas baik tapi kurang membuat suasana siswa dikelas merasa nyaman. Hubungan guru dengan siswa dan siswa dengan siswa cukup baik tapi kegiatan belajar kebanyakan terkadang agak menegangkan apalagi jika mengerjakan soal latihan tidak betul saat maju didepan kelas terasa menakutkan. (Rekaman observasi LPMP Kalbar pada sekolah binaan, 8 Mei 2006).
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Depdiknas (2003, 5-6) adalah suatu realita sehari-hari, didalam suatu ruang kelas ketika sesi pembelajaran berlangsung , nampak beberapa atau sebagian besar siswa belum belajar sewaktu guru mengajar. Selama pembelajaran guru belum memperdayakan seluruh potensi dirinya sehingga sebagian besar siswa belum mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti pelajaran lanjutan. Beberapa siswa belum belajar sampai pada tingkat pemahaman. Siswa baru mampu mempelajari (baca: menghafal) fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan gagasan inovatif lainya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat menggunakan dan menerapkan secara efektif dalam pemecahan masalah sehari-hari yang konstektual.

b. Hakikat Dari Model Pembelajaran PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning
1). Hakikat Model PAKEM
Model PAKEM menurut Indra Djati Sidi(2004:3), adalah model pembelajaran yang beranggapan belajar merupakan proses aktif membangun makna / pemahaman dari informasi dan pengalaman oleh si pembelajar. Setiap anak di lahirkan memiliki rasa ingin tahu dan imajinasi. Pembelajaran memiliki rasa ingin tahu dan imajinasi, serta memiliki tujuan yang harus dicapai oleh setiap siswa dan sebagai keberlanjutan pembelajaran. Dalam pelaksanaan model PAKEM dicirikan : menggunakan berbagai metode, media, alat bantu, berisi berbagai kegiatan, sumber belajar, memperhatikan individu siswa, membuat anak tidak takut dan tidak menganggap siswa sebagai botol kosong (Indra Djati Sidi, 2004 : 5).
Sasaran dalam PAKEM adalah guru, siswa dan orang tua siswa / lingkungan. Dimana guru dalam mengajar dapat menciptakan kondisi ruangan, saat pembelajaran, dan lingkungan pembelajaran yang menjadikan siswa aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Siswa dapat terkondisikan oleh ciptaan / perencanaan guru bahkan sekolah yang efektif yang menjadikan siswa merasa aman, betah, senang, terlindungi, terlayani, tidak tertekan, merasa di manusiakan, yang intinya siswa dapat melakukan kegiatan di sekolah baik jam efektif maupun jam ekstrakurikuler dalam keadaan PAKEM. Di samping itu peran orang tua siswa dan lingkungan belajar mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses pembelajaran maka dalam hal ini orang tua siswa dan lingkungan terlibat menciptakan kondisi belajar siswa yang PAKEM tersebut.
Dalam pelaksanaan pembelajaran model PAKEM dapat menggunakan suatu pendekatan ataupun berbagai metode pembelajaran seperti yang sudah disinggung diatas. Masing-masing pendekatan pembelajaran mempunyai karakteristik yang berbeda, namun prinsipnya menjadikan siswa kompeten terhadap materi pokok yang dipelajari. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan konstruktivisme dan cooperative learning. Dimana peran dari Model PAKEM dalam pembelajaran ini adalah menciptakan/membuat suasana pembelajaran di kelas yang menjadikan siswa aktif, kreatif, efektif dalam belajar, dan senang dalam belajar, baik dari segi perencanaan , pelaksanaan, maupun evaluasinya

2). Hakikat Pendekatan Konstruktivisme
Menurut Von Glasersfeld dalam Paul Suparno (2005:18-19), konstruktivisme adalah suatu pandangan yang menekankan bahwa pengetahuan siswa adalah konstruksi (bentukan) siswa sendiri. Dalam hal ini di bentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu siswa berinteraksi dengan lingkungannya
Dalam implementasi pandangan konstruktivisme tersebut dalam penelitihan ini menggunakan model pembelajaran PAKEM dan pendekatan yang ke dua adalah pendekatan konstruktivisme. Pendekatan konstruktivisme menurut Bell, Driver & Leach dalam Hilda Karli & Margaretha SY (2003 : 2-3), adalah suatu pendekatan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (problem pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik-konflik kognitif ini hanya dapat di atasi melalui pengetahuan diri (self regulation). Dan pada akhir proses belajar, pengetahuan akan di bangun sendiri oleh siswa melalui pengalamannya sendiri dari hasil interaksi dengan lingkungannya.
Dan peran guru menurut Paul Suparno (2005 : 65-66), sebagai mediator dan fasilitasi yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik.

3). Hakikat Cooperative Learning
Berdasarkan pandangan konstruktivisme tersebut diatas maka implementasi dalam penelitihan ini menggunakan model PAKEM dan pendekatan yang ke dua adalah pendekatan cooperative learning. Menurut Slavin dalam Mey Suyanto(2006:5), pendekatan (metode) pembelajaran yang melibatkan secara aktif siswa dan menarik minat dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan cara membagi siswa dalam satu kelas menjadi kelompok-kelompok belajar yang jumlah anggotanya sedikit. Siswa akan lebih memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya. Oleh John Valzey (1987:134) mengatakan bagaimanapun sistem pengajaran kelompok (team) adalah menarik, karena sudah tentu, cara ini menyebabkan pelaksanaan prinsip fundamental pembagian kerja yang memungkinkan kerja antara siswa-siswa yang banyak berlainan. Dalam kerja kelompok menurut Dalton Plan dalam John Valzey (1987:134), siswa pada prinsipnya wajib bekerja sesuai dengan kecepatannya sendiri.
Pendekatan cooperative learning menurut Johnson & Johnson (1987) dalam Ismail (2003:18)merupakan pendekatan yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dan tujuan pemebelajaran cooperative adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif di antara anggota kelompok melalui diskusi. pembelajaran sebagian besar berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran, berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Dan oleh Johnson(1991) dalam Santoso.B (Pelangi Vol 1 N0.1 tahun 1998/1999: 6-7), esensi cooperative learning adalah tanggung jawab individu sekaligus kelompok, sehingga dalam diri siswa terbentuk sikap ketergantungan positif (positive interdependence) yang menjadikan kerja kelompok berjalan optimal. Keadaan ini ini mendorong siswa dalam kelompoknya belajar, bekerja, dan bertanggung jawab dengan sungguh-sungguh sampai dengan selesainya tugas-tugas individu dan kelompok. Oleh karena itu, siswa dalam kerja kelompok tidak menjadi “penumpang gelap”, “pasrah” kepada teman asal namanya tercantum sebagai anggota kelompok

c. Hakikat Kompetensi Sains
Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan Sains di sekolah menengah pertama diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Oleh karena itu, pendekatan yang di terapkan dalam menyajikan pembelajaran Sains oleh Indra Djati Sidi (2003:6) adalah memadukan antara pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains dalam bentuk pengalaman langsung. Hal ini juga sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa SMP yang masih berada pada fase transisi dari konkrit ke formal, akan sangat memudahkan siswa jika pembelajaran Sains mengajak anak untuk belajar merumuskan konsep secara induktif berdasar fakta-fakta empiris di lapangan.
Fungsi mata pelajaran Sains di SMP adalah: (1). Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan yang Maha Esa, (2). Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah, (3). Mempersiapkan siswa menjadi warganegara yang melek sains dan teknologi, (4). Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Tujuan pembelajaran Sains di SMP adalah sebagai berikut: (1). Menanamkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. (2). Memberikan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, prinsip dan konsep sains serta keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat. (3). Memberikan pengalaman kepada siswa dalam merencanakan dan melakukan kerja ilmiah untuk membentuk sikap ilmiah. (4). Meningkatkan kesadaran untuk memelihara dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam. (5). Memberikan bekal pengetahuan dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.
Di dalam masalah materi pokok zat dan energi (fisika) dalam pembelajarannya masih dominan aktivitas pada guru, sehingga timbul kesan fisika diajarkan dalam definisi-definisi atau pengertian-pengertian saja, bukan seperti yang di ungkapkan Jujun (2005 : 15) apa itu sains (fisika)?, bagaimana caranya mengkaji untuk mendapatkan fisika ? Dan apa manfaat atau kegunaan fisika itu dalam kehidupan sehari-hari ? Dengan demikian tidak timbul slogan sains sastra atau sejarah, dan sains gersang atau sains matematika. Hal tersebut yang menjadikan pembelajaran sains tidak menimbulkan kesan bermakna bahkan tidak menarik bagi siswa sehingga menjadikan kelas belajar tidak kondusif seperti diungkapkan oleh Megawati.R, Latifa.M, dan Dina. WF (2005:59-60) tentang ciri-ciri kelas yang kondusif.

d. Hakikat Lingkungan Belajar
Pengelolaan pembelajaran (kegiatan belajar mengajar) di kelas perlu di ciptakan, sehingga suasana pembelajaran akan tercipta dan terkondisi yang kondusif dan oleh Depdiknas(2003:19), di sarankan meliputi : pengelolaan tempat belajar/ruang kelas, pengelolaan siswa, pengelolaan kegiatan pembelajaran, pengelolaan materi pelajaran, dan pengelolaan strategi dan evaluasi pembelajaran.
Selanjutnya Indra Djati Sidi (2005:44), menguraikan bahwa guru dalam melakukan penataan lingkungan belajar dikelas yaitu dengan pengaturan tempat duduk, mengatur alat peraga, pajangan karya siswa, sudut baca, jam kehadiran, tugas awal masuk kelas, tata tertib kelas yang dibuat bersama dengan kelas, dan lain sebagainya. Dengan pengelolaan pembelajaran yang kondusif maka dalam proses pembelajaran siswa akan termotivasi dalam belajar. Dalam hal ini seorang guru dituntut untuk dapat membangkitkan motivasi belajar pada diri siswa.
Dalam lingkungan belajar yang di ciptakan sedemikian rupa sehingga menjadikan siswa aktif, kreatif , efektif dalam pembelajaran, dan senang dalam belajar akan dilihat kontribusinya dalam kompetensi sains siswa. Dalam penelitian ini kontribusi lingkungan belajar tersebut akan dilihat dari persepsi siswa tentang lingkungan belajar tersebut, yang di kategorikan persepsi siswa yang menyatakan mendukung dan kurang mendeukung kompetensi sains siswa terhadap prestasi siswa

e. Keterkaitan antara a, b, c, dan d

Pada model PAKEM menurut Indra Djati Sidi(2004:3), yang intinya adalah model yang diterapkan dengan mengkondisikan atau suasana pembelajaran yang didukung oleh lingkungan belajar dimana guru dan setiap siswa memiliki tujuan yang harus dicapai oleh setiap siswa dan sebagai keberlanjutan pembelajaran. Pada pendekatan konstruktivisme Bell, Driver & Leach dalam Hilda Karli & Margaretha SY (2003 : 2-3),yang intinya adalah suatu pendekatan tentang proses pembelajaran diawali dengan terjadinya konflik-konflik kognitif dan hanya dapat di atasi melalui pengetahuan diri (self regulation) siswa melalui pengalamannya sendiri dari hasil interaksi dengan lingkungannya sehingga siswa kompeten. Sedangkan pendekatan cooperative learning oleh Johnson & Johnson (1987) dalam Ismail (2003:18), yang intinya merupakan pendekatan yang mengutamakan adanya kerjasama, dengan tujuan pembelajaran membangkitkan interaksi yang efektif di antara anggota kelompok melalui diskusi. pembelajaran sebagian besar berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran, berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas), yang pada akhirnya siswa mampu.
Selanjutnya Indra Djati Sidi (2005:44), yang intinya menegaskan bahwa guru dalam melakukan penataan lingkungan belajar di kelas adalah untuk menjadikan siswa belajar dengan suasana aktif, kreatif, belajar yang efektif, dan belajar dengan senang tanpa tekanan yang mendukung model, pendekatan , dan metode yang digunakan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dimana peran guru dalam hal ini menurut Paul Suparno (2005: 65-66), sebagai mediator dan fasilitasi yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik
Keterkaitan antar variabel yang telah diuraikan diatas ditunjukan dalam bentuk rumusan sebagai berikut :
1. Pengaruh pembelajaran yang menggunakan model PAKEM dengan pendekatan konstruktivisme terhadap kompetensi belajar sains siswa
2. Pengaruh pembelajaran yang menggunakan model PAKEM dengan cooperative learning terhadap kompetensi belajar sains siswa
3. Keterkaitan antara lingkungan belajar terhadap kompetensi belajar sains siswa
4. Interaksi antara penggunaan model PAKEM dengan pendekatan konstruktivisme dan coopretive learning dengan lingkungan belajar terhadap kompetensi belajar sains siswa

2. Aspek Epistemologi
Menurut Jujun S. Suriasumantri (2003 : 100), pengertian epistemologi adalah cara mendapatkan pengetahuan yang benar. Terkait dengan penelitian yang sedang dibahas yaitu termasuk penelitian kuantitatif maka menurut Herman J. Waluyo (2003: 29), untuk mendapatkan pengetahuan yang benar dengan digunakan metode keilmuan, sarana berpikir keilmuan dan statistik sebagai sarana ilmu-ilmu kuantitatif. Metode keilmuan adalah suatu proses mendapatkan ilmu yang pada prinsipnya menggunakan langkah-langkah deduktif dan induktif.
Dalam mendapatkan ilmu di penelitian ini digunakan proses berfikir deduktif, yaitu dalam menurunkan hipotesis penelitian yang didasrkan pada teori-teori tentang variabel-variabel yang dibahas. Sedangkan proses berfikir induktif digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini, yaitu menggunakan data impiris dari sampel penelitian dengan uji statistik ANAVA dua jalan untuk menggeneralisasi keberlakuan hipotesis dalam populasi. Jika dalam populasi ternyata hipotesis yang diturunkan secara deduktif diterima/ditolak secara signifikan ini berarati diperoleh sebuah teori tentang hubungan antara veriabel-variabel penelitihan ini.

3. Aspek Aksiologi
Pengertian aksiologi ilmu menurut Herman J. Waluyo (2003: 68), adalah bagian filsafat ilmu yang membicaqrakan tentang nilai keguanaan dari ilmu yang sebenarnya, secara umum memiliki kesamaan dengan nilai keguanaan dari cabang manusia yang lain, yaitu untuk kemaslahatan atau kebaikan manusia dan kemanusiaan, untuk meningkatakan martabat manusia, untuk memajukan peradaban manusia tanpa mengabaikan nilai-nilai keluhurannya. Sedangkan menurut Jujun S. Suriasumantri (2003 : 227), aksiologi adalah nilai kegunaan ilmu. Dengan demikaian yang dimaksud aksiologi dari penelitian Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Terhadap Kompetensi Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa dalam bentuk studi eksperimen pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/200, adalah nilai kegunaan/manfaat dari penelitian tersebut
Adapun kegunaan/manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :
Manfaat Teoritis :
a. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran yang menggunakan model PAKEM dengan pendekatan konstruktivisme dan coopretive learning terhadap kompetensi belajar sains siswa
b. Untuk mengetahui pengaruh antara lingkungan belajar yang memotivasi belajar tinggi dan rendah terhadap kompetensi belajar sains siswa.
c. Untuk melihat dan menganalisis interaksi antara penggunaan model PAKEM dengan pendekatan kontruktivisme dan cooperative learning dengan lingkungan belajar terhadap kompetensi belajar sains siswa.
Manfaat praktis :
d. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap upaya peningkatan kompetensi siswa dalam pembelajaran (mutu pendidikan)
e. Memberikan gambaran implementasi model PAKEM dengan pendekatan tertentu dalam pembelajaran
f. Memotivasi para guru sains khususnya dan guru-guru yang lain pada umumnya untuk melakukan kreativitas dan inovasi dalam pembelajaran terutama dalam pengembangan dan implementasi model pembelajaran sesuai dengan karakteristik KD / materi pokok / materi ajar yang hendak diajarkan dan juga karakteristik siswanya.
g. Memberikan masukan bagi para guru sains pada khususnya dan para guru yang lain pada umumnya dalam memilih metode, strategi, pendekatan, dan model pembelajaran guna meningkatkan kualitas pembelajaran sesuai dengan kondisi yang ada.
h. Memberikan wacana / pemikiran bagi para guru sains pada khususnya dan dan pada umumnya para guru yang lain untuk menciptakan suasana pembelajaran di kelas siswa dapat merasa tidak tertekan, kondisi demokratis, senang, dan dapat aktif, kreatif, serta pembelajaran berjalan dengan efektif sesuai dengan tuntutan kurikulum yang diberlakukan yaitu KBK ataupun KTSP.
i. Sebagai bahan pertimbangan bagi para guru sains tentang penelitihan model, pendekatan, dan lingkungan belajar yang digunakan dalam pembelajaran sains di SMP

C. Penutup

Kesimpulan dari Tinjauan Filsafat Tentang Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Terhadap Kompetensi Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa dalam bentuk studi eksperimen pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/2007, akan dimulai dari fakta yang ada pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/2007, dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Secara ontologi , fakta menunjukan bahwa kondisi dari variabel-variabel bebas itu lemah
2. Secara epistemologi, dalam mendapatkan ilmu di penelitian ini digunakan proses berfikir deduktif dan induktif. Proses berpikir deduktif untuk menurunkan hipotesis penelitian. Sedangkan proses berfikir induktif untuk menarik kesimpulan penelitian berdasarkan data impiris.
3. Secara aksiologi, tinjauan kebermanfaatan penelitian baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis untuk melihat pengaruh dan interaksi antar varibel dalam penelitian ini. Sedangkan secara praktis untuk memberi sumbangan pemikiran pada praktisi pendidik , para peneliti pendidikan, dan para pengambil kebijakan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Asmal Bakhtiar (2004), Filsafat Ilmu. Jakarta : Devisi Buku Perguruan Tinggi PT. Raja Grafindo Persada.
Hilda Karli dan Margaretha S.Y (2002), Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : Bina Media Informasi
Herman J. Waluyo (2003), Pengantar Filsafat Ilmu. Salatiga : Widya sari Press
Indra Djati Sidi (2003), Ketentuan Umum Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta Dikdasmen
________ (2003), Pelayanan Profesional Kurikulum 2004, Kegiatan Belajar Mengajar Yang Efektif. Jakarta : PLP
________ (2004), Pedoman Pembuatan Laporan Hasil Belajar. Jakarta : Dikdasmen- PLP
________ (2005), Paket Pelatihan Awal Untuk Sekolah Dan Masyarakat (Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan Anak Program Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta : Dikdasmen
Ismail (2003), Model-model Pembelajaran. Jakarta : PLP
John Valzey (1987), Pendidikan di Dunia Modern. Jakarta : Gunung Agung
M. Sobary Sutikno (2003), Model Pembelajaran Interaksi Sosial Pembelajaran Efektif dan Retorika. Mataram : Nusa Tenggara Pratama Press
Melvin L. Silberman (1996), Active Leaning 101 Strategies to Teach Any Subject. Boston : Allyn and Bacon
____________ (1996), Active Leaning, 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Terjemahan Raisul Muttaqien (2006). Bandung : Nusa Media
Mulyasa (2006), Kurikulum Yang Disempurnakan. Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung : Remaja Rosdakarya
Megawati.R, Latifa.M, dan Dina.WF (2005), Pendidikan Holistik. Jakarta: Indonesia Heritage Faundation
Paul Suparno (2006), Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
___________ (2005) , Guru Demokratis Di Era Reformasi. Jakarta : Grasindo
Paul Suparno, dkk (2006), Reformasi Pendidikan Sebuah Rekomendasi. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Santoso.B ( Pelangi Vol 1 N0.1 tahun 1998/1999), Efektifitaf Penggunaan Model Pembelajaran Cooperative Learning Jagsaw Pada Pembelajaran Sains. Jakarta : Pelangi
Thomas M. Duffy, et.al (editor).1991, Designing Environments For Constructive Learning. New York: Springer-Verlag
Ujang Sukandi ( 2003), HO.Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Belajar Aktif. Jakarta : Puskur

Tidak ada komentar: