Rabu, 09 Juli 2008

MENYOAL DIKLAT PRA SELEKSI DAN HASIL SELEKSI GURU BERPRESTASI



Oleh : Kusmoro

A. Diklat Pra Seleksi Guru Berprestasi
Ditahun 2008 ini seleksi guru berprestasi tingkat provinsi untuk wilayah Kalimantan Barat di adakan tanpa diwali pembekalan terhadap masing-masing peserta seleksi tersebut. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya sebelum seleksi setiap peserta pemilihan guru berprestasi tingkat provinsi dibekali terlebih dahulu berupa Diklat Guru Berprestasi dengan materi seputar kompetensi guru, wawasan kependidikan, pengembangan profesi, dan lain sebagainya yang muaranya untuk memperoleh hasil seleksi guru berprestasi yang siap berkompetisi di ajang selanjutnya yaitu di tingkat nasional
Namun demikian hasil dari seleksi guru berprestasi di tahun 2008 ini juga dengan harpan dapat diandalkan. Memang sedikit banyak pengaruh Diklat guru berprestasi mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap kemantapan kesiapan para guru tersebut ketika mengikuti seleksi tersebut. Sebab mereka hanya berbekal pada pengalaman-pengalaman selama ini sebagai guru di daerahnya. Ada beberapa pernyataan dari beberapa guru peserta seleksi guru berprestasi tahun 2008 mengungkapkan yang intinya adalah agar guru untuk mengikuti seleksi guru berprestasi lebih percaya diri dan apalagi untuk jenjang nasional selanjutnya maka sebaiknya perlu dibekali terlebih dahulu dalam bentuk Diklat Guru Berprestasi seperti di tahun-tahun sebelumnya. Dengan demikian para guru dalam mengkah kompetisi terasa mantap bahkan hasilnya akan jauh lebih baik.

B. Seleksi Guru Berprestasi

Sejalan isu mutu pendidikan Indonesia yang dikaitkan dengan masalah ekonomi pada saat ini belum begitu menggembirakan, maka sepantasnya pemerintah melalui Depdiknas selalu berupaya melakukan pembinaan peningkatan mutu pendidikan tersebut. Walaupun kenyataan hasil pendidikan Indonesia cukup mengejutkan di level dunia seperti ajang Olimpiade mata pelajaran yang mendapatkan mas. Keberhasilan tersebut tidak dapat dipisahkan dengan peran guru selama ini. Dimana guru mempunyai peran yang begitu besar dalam membuat siswanya berprestasi. Salah satu pembinaan untuk mutu pendidikan itu adalah dengan kegiatan guru berprestasi. Guru berprestasi menurut Baedhowi (2008:3), adalah guru yang memiliki kinerja melampaui standar yang ditetapkan oleh satuan pendidikan, yang mencakup : kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; menghasilkan karya kreatif atau inovatif yang diakui baik tingkat daerah, nasional dan/atau internasional, dan secara langsung membimbing peserta didik hingga mencapai pencapaian prestasi di bidang intrakurikuler dan/atau ekstrakurukuler. Oleh karena itu seorang guru untuk mendapat predikat guru berprestasi mestinya kiprah profesinya harus optimal.
Guru menurut Baedhowi (2008:1), adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Untuk melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru tidak hanya memiliki kemampuan teknis edukatif, tetapi juga harus memiliki kepribadian yang dapat diandalkan sehingga sosok panutan bagi siswa, keluarga maupun masyarakat. Disamping itu peran guru dimasyarakat sekarang masih mempunyai posisi yang di perhitungkan dalam setiap iven kegiatan kemasyarakatan.
Era globalisasi menuntut SDM yang bermutu tinggi dan siap berkompetisi, baik pada tataran regional, nasional, maupun internasional. Oleh karena itu peran guru kedepan yang begitu berat maka diperlukan kedewasaan para guru untuk matang dengan profesinya atau profesional. Namun demikian keprofesionalan guru tidak akan bisa terwujud apabila predikat guru tanpa tanda jasa yang begitu lama dilekatkan menjadikan para guru hidupnya masih dalam tataran menengah kebawah. Sebab guru untuk profesional selain kamauan untuk berinovatif, kesabaran, dan iklas dalam pengabdian profesional perlu biaya mahal, terutama dalam hal yang muaranya adalah pengembangan mutu pendidikan.
Pemilihan guru berprestasi menurut Baedhowi (2008:1), dimaksudkan antara lain untuk mendorong motivasi, dedikasi, loyalitas, dan profesional guru, yang diharapkan akan berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi kerjanya pada era globalisasi ini. Oleh karena itu mestinya pemilihan guru berprestasi yang diadakan setiap satu tahun sekali dapat menjadi ajang benar-benar peningkatan kompetensi guru yang berujung pada mutu pendidikan tersebut. Jangan sampai ajang ini hanya sebagai seremonial saja untuk memajangkan perwakilan guru daerah kedepan presiden diistana negara sampai ke para wakil rakyat di DPR/MPR. Bahkan ajang ini jangan sampai hanya direspon oleh kalangan pendidikan saja, namun sebaiknya siapa saja yang memerlukan pendidikan baik lembaga/instani pemerintahan maupun suwasta harus memberikan dukungan terutama material.
Keberhasilan kiprah guru dalam mencerdaskan siswanya akan dinikmati oleh semuan komponen anak bangsa. Oleh karena itu prestasi kerja guru dapat terlihat dari kualitas lulusan satuan pendidikan sebagai SDM yang berkualitas, produktif, dan kompetetitif. Jika suatu lembaga pendidikan kinerja guru profesional maka lulusannya untuk melanjutkan aktivitas berikutnya tidak akan ada hambatan yang berarti. Lembaga semacam ini pasti mempunyai nilai jual yang tinggi bagi masyarakat.
Adapun yang menjadi peserta guru berpretasi pada tahun 2008 meliputi guru tingkat satuan pendidikan TK, SD, SMP, dan SMA. Dengan kriteria pemilihan guru berprestasi tersebut meliputi :1. Guru unggul/mumpuni yang dilihat dari : kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; 2. Guru yang menghasilkan karya kreatif atau inovatif, yang meliputi : inovasi dalam pembelajaran atau bimbingan, penemuan teknologi tepat guna bidang pendidikan, penulisan buku fiksi/non fiksi dibidang pendidikan atau sastra indonesia dan sastra daerah, penciptaan karya seni, dan karya atau prestasi di bidang olahraga; dan 3. Guru yang secara langsung membimbing peserta didik hingga mencapai pencapaian prestasi di bidang intrakurikuler dan/atau ekstrakurukuler. Persyaratan tersebut sangat bagus dan mestinya dapat menjadi proyeksi potret guru Indonesia yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya dan cita-cita UUD’45. Oleh karena itu jangan sampai setiap kabupaten/kota mengirimkan wakil dari masing-masing tingkatan berdasarkan penunjukan bukan berdasarkan seleksi yang memenuhi kriteri seperti tersebut diatas. Jika hal ini terjadi kemungkinan besar untuk kompetisi di level berikutnya yang bersangkutan akan banyak kerikil yang mengganjal
Dampak dari guru yang telah menjadi guru berprestasi diantaranya : termotivasi meningkatkan kinerja, disiplin, dedikasi, dan loyalitas untuk kepentingan masa depan bangsa dan negara; meningkatnya harkat, martabat, citra, dan profesionalisme guru; menumbuhkan kreatifitas dan inovasi guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran; terjalinnya interaksi antar peserta guru berprestasi untuk saling tukar pengalaman dalam mendidik siswa; dan terpupuknya rasa persatuan dan kesatuan bangsa melalui jalur pendidikan. Dampak tersebut secara substansi diharapkan dapat mendongkrak masalah mutu pendidikan kita sekarang masih ada, seperti masalah kebocoran soal UAN dan masalah joki. Lebih jauh lagi jika mutu pendidikan berhasil seperti yang diamanat oleh UUD’45 maka masalah pengikisan KKN yang terjadi di negara kita tercinta ini seperti yang diamanatkan oleh orde reformasi akan terwujud dengan baik. Jangan sampai dampak prestasi ini malahan terbalik seperti kondisi yang terjadi sekarang didaerah, yaitu adanya KKN gaya baru yang sulit dibuktikan.

Selasa, 08 Juli 2008

TEKNIK PRESENTASI SEBAGAI INSTRUKTUR KKG/MGMP/K3S/MKKS/KKPS/MKPS

Oleh : Kusmoro, M.Pd

A. PENDAHULUAN

Pada kegiatan fasilitasi pendidikan dilapangan diperlukan suatu penanganan semestinya. Sejalan dengan tugas pokok dan fungsi dari Lembanga Penjaminan Mutu Pendidikan(LPMP) Kalimantan Barat dalam hal mutu pendidikan adalah memfasilitasi kegiatan jaminan mutu pendidikan di wilayah Kalimantan Barat. Maka salah satu kiprah LPMP dalam hal fasilitasi jaminan mutu pendidikan di wilayah Kalimanatan Barat ini mengadakan ToT bagi guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah
Kegiatan ToT baik untuk Kelompok Kerja Guru(KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran(MGMP), Kelompok Kerja Kepala Sekolah(K3S), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah(MKKS), Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS), dan Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah(MKPS) yang merupakan salah satu kegiatan fasilitasi jaminan mutu pendidikan diperlukan pemberdayaan pseserta masing-masing kegiatan tersebut. Peserta ToT tersebut yang merupakan ujung tombak dalam fasilitasi mutu pendidikan di lapangan atau di daerah perlu dibekali materi-materi untuk fasilitasi terhadap baik guru, kepala sekolah maupun pengawas sekolah yang salah satunya adalah teknik presentasi.
Peserta ToT dalam penyampaian materi fasilitasi mutu pendidikan baik terhadap guru, kepala sekolah, maupun pengawas sekolah harus kompeten. Oleh karena itu perlu dibekali teknik presentasi yang semestinya. Dengan harapan dalam melakukan fasilitasi di daerah akan mencapai kompetensi yang semestinya dalam mutu pendidikan. Sehingga masalah mutu pendidikan akan dapat teratasi sebagai mana mestinya.

B. STRATEGI DAN TEKNIK KOMUNIKASI DALAM PRESENTASI

Banyak eksekutif, konsultan, dosen, peneliti, instruktur, penyuluh, dan profesi lainnya takut gagal berbicara di depan rekan-rekan, kolega, pelanggan, staf, dan kelompok penting lainnya. Sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat terhadap 10.000 orang manajer, 32% menyatakan bahwa berbicara di depan orang banyak sebagai hal yang menakutkan (Walters, 1989 dalam Macnamara, 1996). Lebih ekstrim lagi, dalam buku tersebut disampakan bahwa ketakutan berbicara melebihi ketakutan menghadapi kesulitan keuangan, kelebihan bobot badan, dan kematian. Dengan kata lain, sepertiga orang dalam studi tersebut menyatakan "lebih baik mati daripada harus berpidato " (The Book of List dalam Walter, 1989 dalam Macnamara, 1996).
Sebaliknya, sukses suatu presentasi tidak terletak pada penguasaan subyek pengetahuan saja, tetapi kemampuan berbicara efektif, menjadi penting untuk dipelajari dan dilatih. Niki Flacks mantan artis, kreator terkenal dan pembicara pada Power Talk terkenal di Australia mengatakan "berbicara di depan umum adalah performing", karena bukan terletak pada aktivitas alami yang diperoleh sejak lahir, tetapi penekanan pada keterampilan komunikasi lebih dominan, dimana dibutuhkan pelatihan. Guru besar komunikasi dan hubungan industri terkenal dari Macquarie University di Sydney mengatakan bahwa dewasa ini seorang manajer belum bisa dikatakan baik tanpa memiliki keterampilan berkomunikasi (Macnamara, 1996). Sebuah studi yang dilakukan APM Training Institute di Australia menemukan bahwa 80,7% menyatakan ada tiga keterampilan komunikasi yang paling diinginkan eksekutif pemasaran; keterampilan presentasi adalah yang paling diinginkan (Morphew, 1994). Oleh kerna itu pada pembahasan berikut akan dikaji seputar tentang moderator dan presentasi.
1. MODERATOR
Keberhasilan presentasi sangat tergantung kepada dua orang yang berperan di dalamnya, yaitu moderator dan pembicara (pemrasaran). Bahkan seringkali suatu presentasi menjadi gagal karena moderator tidak dapat menjalan tugas dan fungsinya dengan baik. Dapat anda bayangkan, bagaimana jadinya sebuah presentasi dan diskusi berlangsung tanpa ada seorang moderator.
Moderator adalah penjual ide atau gagasan yang akan disampaikan pembicara, di samping pengatur tempo presentasi dan diskusi, pembuat keputusan dan kesimpulan yang harus dijalankan dengan penuh kebijakan, adil dan memuaskan semua pihak. Kemampuan menggugah perhatian hadirin serta membangkitkan semangat untuk menggali berbagai potensi dan permasalahan yang dibicarakan, menjadi tugas moderator. Salah satu tugas utama moderator adalah memperkenalkan pembicara. Bagian ini merupakan yang paling menentukan langkah sukses suatu presentasi. Oleh karena itu, moderator harus bertindak sebagai seorang penjual yang menawarkan suatu produk. Pasarkan ide, gagasan, dan pembicara agar hadirin memberikan perhatian pada apa dan siapa pembicara dan apa kepentingan topik tersebut bagi hadirin. TIS (topic, importance, speaker) adalah tiga urutan kata kunci utama yang dapat digunakan sebagai formula untuk memperkenalkan pembicara.
Moderator perlu mampu menjual gagasan pembicara, mengatur dan mengarahkan diskusi terfokus dengan bijaksana dan berwibawa, serta membuat kesimpulan. Ada delapan langkah strategi meraih presentasi sukses disamping penguasaan subyek. Semua tanggapan dan pertanyaan hadirin merupakan masukan berharga yang perlu ditanggapi secara positif.
2. PRESENTASI
a. Mempersiapkan Presentasi
Presentasi ibarat gunung es yang nampak indah di atas permukaan laut. Namun keindahan tersebut akan hilang, manakala 90% bagian gunung es yang ada dibawah permukaan laut tersebut tenggelam. Dengan demikian 90% bagian dari presentasi adalah persiapan, sisanya penyajian dan diskusi. Sekalipun anda menguasai subyek dan mampu berbicara penuh wibawa, persiapan cermat tetap diperlukan untuk dua alasan penting: (1) Menemukan informasi lebih lanjut tentang subyek untuk disarikan bagi hadirin. Pilihlah informasi yang menonjol. Jika tidak memiliki cukup informasi, sebaiknya tidak memberikan presentasi; (2) Memasarkan gagasan kepada hadirin serta memperoleh dan mempertahankan perhatian hadirin.
Abraham Lincoln pernah mengatakan: "jika memiliki delapan jam untuk merobohkan pohon, saya akan menghabiskan enam jam untuk mengasah kapak (Walters, 1989 dalam Macnamara, 1999). Keuntungan utama dari persiapan yang cermat adalah efisiensi waktu presentasi serta mengurangi kegugupan dan demam panggung. Lincoln, mengisyaratkan bahwa untuk suatu presentasi, 90% waktu perlu digunakan untuk persiapan. Langkah-langkah persiapan itu menurut Maksum (2007:5), adalah: (1) analisis sasaran, (2) survei lokasi, (3) kerangka & struktur, (4) penelitian & penerapan, (5) penulisan, (6) visualisasi & media, (7) latihan, dan (8) penyampaian/ penyajian. Namun, kedelapan tahap tersebut tidak berarti jika pembicara tidak menguasai subyek dan pengetahuan penunjang lainnya. Sedangkan menurut Limited, KP(2001:1), agar presentasi yang disajikan berhasil maka harus menempul langkah-langkah sebagai berikut : (1) menentukan sasaran yang ingin dicapai; (2) memecah keseluruhan sasaran yang menjadi sebuah daftar sasaran yang dapat dicapai; (3) mengenal jenis audiens yang akan melihat dan mendengar presentasi; (4) menentukan pendekatan yang akan digunakan agar sasaran diterima audiens. Dengan demikian secara garis besar langkah dari persiapan presentasi adalah : (1) analisis dan penentuan sasaran yang ingin dicapai; (2) menentapkan kerangka struktur sasaran presentasi; (3) mengenal karakteristik audiens presentasi; (4) menetapkan pendekatan, media dan penulisan bahan presentasi yang akan digunakan; (5) membuat satuan acara pembelajaran (SAP), latihan, dan refleksi dengan perbaikan
Presentasi harus mempunyai tujuan jelas. Menurut Dunckel & Parnham (1995), jika anda membawakan presentasi karena diminta atasan, anda hanya akan membuang waktu; lebih baik anda tidak melakukannya. Jujurlah kepada diri sendiri mengenai sikap anda terhadap gagasan yang dibicarakan, kesempatan, atau subyek presentasi itu. Sikap negatif akan berpengaruh terhadap seluruh aspek organisasi, latihan, dan penyampaian, dan tentunya akan mengakibatkan tanggapan negatif dari hadirin.
Dengan demikian presentasi sebagai alat komunikasi tangguh dalam usaha untuk menyampaikan konsep teknis kerja, laporan atau keterangan mengenai apa saja yang merupakan tanggung jawab seseorang, baik itu merupakan kebijakan mutu pendidikan, barang ataupun jasa. Presentasi juga dapat digunakan untuk menunjukkan kemampuan, karena dari cara seseorang memberikan presentasi dapat dinilai seberapa jauh ia menguasai bidang yang dikelola. Namun menurut Limited, KP(2001:10), sebelum perencanaan presentasi menjadi final maka presenter harus memperhitungkan tipe serta komposisi audiens yang kelak dihadapi meliputi : audiens yang berbeda-berbeda, suasana hati dan sikap keterbukaan, dan hubungan sosial.

b. Menyampaikan Presentasi
Banyak pembicara yakin bahwa hadirin akan, atau bahkan harus, menyimak. Seorang pimpinan dapat memaksa bawahannya untuk menyampaikan presentasi, tetapi ia tidak dapat memaksa hadirin menyimak presentasi stafnya. Tiba waktunya presentasi. Saat itu perasaan anda berkecamuk, perut terasa tidak enak, telapak tangan sedikit berkeringat, dan anda baru dapat tidur menjelang pagi karena terus berfikir apa yang harus dikatakan dan dilakukan esok. Pertanyaan yang sering diajukan adalah bagaimana mengatasi kegugupan menjelang presentasi. Persiapan matang merupakan cara paling awal mengatasi kegugupan.
Dalam penyajian, sampaikan materi secara sistematis dan berurutan, hubungan kausal, argumentasi, teori-teori pendukung, akurasi data, pengujian yang dilakukan, relevansi metodologi yang digunakan, hasil yang diperoleh, serta manfaatnya. Agar penyajian sistematis dan berurutan: (1) tuliskan kata-kata kuncinya secara berurutan; (2) manfaatkan alat bantu untuk menyampaikan materi secara visual; (3) pelihara komunikasi tatap muka selama penyajian; (4) berikan penjelasan yang jujur pada setiap penanya dan terimalah saran serta kritik; (5) cermati busana dan penampilan anda, karena perhatian pertama hadirin diberikan pada penampilan anda.
Menurut Carnegie (1985) hal-hal yang perlu dilakukan dalam suatu penyajian adalah: (1) buat catatan ringkas dari bagian-bagian yang akan disampaikan, (2) jangan menulis sesuatu di luar penyajian, (3) jangan menghafal kata demi kata, (4) sampaikan informasi dalam bentuk ilustrasi atau contoh, (5) kuasai pengetahuan secara luas, (6) jangan cemas waktu penyajian, dan (7) jangan meniru gaya orang lain, jadilah diri sendiri. Ketepatan waktu penyajian merupakan hal penting. Persiapan yang baik termasuk merancang waktu penyajian secara tepat. Ketepatan waktu tentu harus proporsional untuk pengantar, isi pembicaraan, kesimpulan, dan saran.
Saat presentasi seorang instruktur atau presenter menurut Limited, KP(2001:3), harus dapat membangun suasana kelas, profesionalisme, antusias, bersikap toleran, wajar tanpa merendahkan dan bersikap asertif agar audiens dalam mengikuti paparan presentasi dapat berkosentrasi dengan rileks dalam memompa menyerap esensi dari presentasi. Membangun suasana dengan maksud kelas terkendali dalam suasana stabil gembira. Profesionalisme berarti memberi perhatian besar pada fakta, persiapan, serta rencana pelaksanaan presentasi terutama dalam penguasaan pokok permasalahan dan peka terhadap karakter audiens. Bersikap toleran berarti bersikap menghargai, menghormati, dan menerima dengan senang tentang eksistensi keterbatasan pengalaman dan pengetahuan audiens dengan menerima sebagai tantangan. Bersikap asertif (tegas) berarti bersikap ditengah-tengah diantara titik ujung pasif dan titik ujung agresif dari perilaku manusia dalam hubungan antar pribadi yang dapat diletakan pada sebuah skala tak terputus dari kedua titik ujung tersebut. Kegunaan perilaku asertif adalah memanfaatkan metode-metode kominikasi yang memungkinkan presenter untuk mempertahankan harga diri, membela hak-hak dan ruang pribadi presenter, dan tidak mendominasi anggota-anggota audiens.
Ada sejumlah strategi yang dapat presenter (instruktur) pakai agar presentasi membuahkan hasil yang baik. Oleh karena itu menurut Limited, KP(2001:23-38), pelu mempertimbangkan dengan matang dalam hal : menetukan pendekatan, pengaturan waktu, memberi struktur pada komentar, kalimat pembuka yang efektif, bahasa dan gaya, pilihan kata dan kalimat untuk acara formal, menggunakan berbagai istilah teknis dengan hati-hati, menghindari logat khusus (termasuk akronim. dan pengulangan kata), ringkas dan jelas, dan presenter peka terhadap audiens.
Dalam menentukan pendekatan perlu memperhatikan sejumlah aturan yang dapat berlaku umum yang ditegaskan oleh Limited, KP(2001:22), yaitu : (1). Bersikap tulus dan wajar artinya jangan bersikap orang lain dan berbicara berdasarkan pengalaman pribadi, (2). Bersikap antusias, (3). Bersikap menyenangkan dan bersahabat, dan (4). Menggunakan humor pada tempatnya

c. Meyakinkan Audiens Dengan Penampilan
Kesan pertama - Dalam teori human relations, komunikasi harus diarahkan bukan pada pribadi orang yang diajak bicara, tetapi pada faktor-faktor kejiwaannya, seperti watak, sifat, perangai, kepribadian, sikap, dan tingkah laku. Sukses penyaji tergantung pada sikap hadirin, sikap dan tindakan hadirin tersebut tergantung dari sikap penyaji. Kesan pertama sangat menentukan sikap hadirin selanjutnya. Jika pembicara memberikan kesan pertama yang positif, maka sikap hadirin akan positif dan menyenangkan. Tujuh Detik Pertama – Menurut teori public speaking, keberhasilan seseorang berpidato atau presentasi ditentukan oleh tujuh detik pertama dia tampil di atas mimbar. Orang cuma membutuhkan tujuh detik untuk melihat apakah anda cukup berharga untuk didengar atau tidak (Green, 1998).
Rute 350 - Christina Stuart, Direktur utama Speak Easy Training Ltd. Di Inggeris yang telah melatih ratusan pembicara profesional, mengatakan bahwa pembicara harus mendengarkan dan mengendalikan perhatian hadirin dan secara teratur menghimpun orang berpikiran ke sana ke mari yang berhenti pada Rute 350. Temuan riset psikologi komunikasi memperlihatkan bahwa manusia dapat mendengarkan dan menyerap informasi sekitar 500 kata per menit. Tetapi rata-rata orang dapat menerima dan mengulang berbicara secara jelas hanya sekitar 150 kata per menit. Perbedaan kapasitas mental untuk memproses 350 kata per menit - disalurkan ke pikiran lain. Oleh karena itu harus dimanfaatkan oleh pembicara (Stuart, 1988 dalam Macnamara, 1996).
AIDDA - Hadirin hanya akan mendengarkan pembicara, apabila ada perhatian (attention) karena penampilan, sikap, dan perilaku pembicara yang menumbuhkan minat (interest) dan rangsangan (desire), sehingga hadirin berani mengambil keputusan (decision) untuk bertindak (action) dengan memperhatikan, mendengarkan, bertanya, memberikan tanggapan, dan lain-lain. Lebih jauh lagi, hadirin berusaha mengadopsi, mencoba, dan menerapkannya.

d. Memanfaatkan Diskusi Sebaik Mungkin
Pembicara hendaknya memandang tanggapan, saran, maupun pertanyaan secara positif. Banyak pembicara pemula beranggapan bahwa forum tanyajawab merupakan forum pembantaian, bahkan seringkali khawatir dan takut diserang, dikritik, diuji, bahkan dijatuhkan. Mungkin saja ada hadirin yang memang ingin pamer kepandaian; namun pembicara harus tetap bersikap tenang dan berfikir positif bahwa semua pertanyaan dalam forum itu merupakan masukan berharga. Apabila yang dikemukakan hadirin memang mengandung kebenaran, terimalah itu dengan jujur sebagai kebenaran. Tetapi apabila pernyataan hadirin bertolak belakang, sampaikan penjelasan-penjelasan secara bijaksana dengan argumentasi yang dapat diterima.
Moderator perlu mampu menjual gagasan pembicara, mengatur dan mengarahkan diskusi terfokus dengan bijaksana dan berwibawa, serta membuat kesimpulan. Ada delapan langkah strategi meraih presentasi sukses disamping penguasaan subyek. Semua tanggapan dan pertanyaan hadirin merupakan masukan berharga yang perlu ditanggapi secara positif.

e.
Berbagi Pengalaman ‘Teknik Presentasi’
Arry Akhmad Arman (2008:1), memberikan tips teknik presentasi seperti : “bagaimana cara menjawab pertanyaan yang kita tidak tahu jawabannya” dan “bagaimana cara beradu pendapat dengan penguji”, dan sebagainya. Secara umum, ada sejumlah prinsip yang perlu kita perhatikan, yaitu (1) Jangan mengandalkan teks lengkap, sajikan dalam bentuk pointer!, (2) Pelajari siapa audience, (3) Periksa ruangan dan perangkat pendukung presentasi sebelum mulai, (4) Jangan bicarakan sesuatu yang mereka sudah ketahui atau tidak ingin mereka dengar, (5) Jangan membiarkan audience jenuh. Kejenuhan dapat dihindari dengan selingan dialog dan humor, tapi jangan berlebihan, (6) Jangan merendahkan diri dengan mengatakan “maaf saya sebenarnya tidak siap …”, atau “saya baru belajar …..” , (7) Jika perlu, latihan dulu. Mintalah orang dekat anda untuk memberikan umpan balik, (8) Berpakaian yang rapi dan cerah !, (9) Jangan bicara seperti anda sedang ngobrol dengan seseorang, dan (10) Bersikap yang mengundang simpati dan kagum karena pengetahuan anda!

C. KIAT MEMBUAT DAN MENYAJIKAN PRESENTASI YANG BAGUS DAN MENARIK
1. Membuat dan Menyajikan Presentasi Yang Bagus dan Menarik
Untuk membuat dan menyajikan presentasi yang bagus dan menarik, dalam http://www2.telkom.net Powered by Joomla! - @copyright Copyright (C) 2005 Open Source MattersG. Aenll errigahtetsd :r e2s6e Mrvaerdch, 2008, 09:23(26 Maret 2008), adalah sebagai berikut :
a. Pemilihan aplikasi pembuatan presentasi
Dewasa ini, aplikasi pembuatan presentasi terbagi dalam beberapa kategori. Perbedaan utama yang dimiliki masingmasing jenis aplikasi umumnya terletak pada output file yang dihasilkan dan media penyajian presentasi yang diakomodasi oleh aplikasi terkait. Kategori jenis, output file, dan media penyajian presentasi antara lain meliputi :
1). Aplikasi Office
Penggunaan aplikasi office disarankan bagi pembuatan dokumen presentasi secara cepat dan praktis, dengan materi presentasi yang singkat dan ringkas. Integritas aplikasi office memungkinkan penyajian grafik, tabel, dan data dapat dilakukan secara mudah. Fleksibilitas penyajian output file sangat tinggi, mengingat secara umum setiap komputer memiliki aplikasi office di dalamnya. Microsoft Power Point merupakan contoh aplikasi yang sangat lazim digunakan untuk kebutuhan ini.
2). Aplikasi Multimedia
Penggunaan aplikasi multimedia disarankan bagi pembuatan dokumen presentasi yang interaktif, otomatis, dan berdaya tarik. Penggunaan efek, animasi, objek grafis, serta materi audio dan video menjadi lebih optimal jika dirangkai melalui aplikasi jenis ini. Flesibilitas penyajian output presentasi sedikit terbatas. Umumnya output file yang dihasilkan memerlukan aplikasi bantu tertentu untuk menunjang penyajiannya. Hal ini dapat diatasi penyaji dengan selalu menyiapkan source player multimedia pada kemasan modul presentasinya. Macromedia Flash, merupakan contoh aplikasi yang lazim digunakan untuk kebutuhan ini.
3). Aplikasi Dokumentasi
Penggunaan aplikasi dokumentasi disarankan bagi pembuatan dokumen presentasi dengan materi detail dan komprehensif. Aplikasi jenis ini mampu mempertahankan konsistensi presisi tampilan dan menyediakan fasilitas proteksi pada content dokumen. Fleksibilitas penyajian output file sangat tinggi, bahkan bersifat multi platform (dapat diakses dari berbagai sistem operasi). Selain itu, output file dapat dipertukarkan dan disajikan secara aman melalui beberapa metode (misalnya via internet). Tool PDF Maker seperti Adobe Acrobat, atau HTML Editor seperti Microsoft FrontPage merupakan beberapa alternatif aplikasi yang dapat Anda gunakan. Berdasarkan output dan media presentasi yang didukung oleh jenis aplikasi presentasi di atas, Anda dapat memperkirakan aplikasi mana yang paling sesuai dengan kebutuhan pembuatan dokumen presentasi Anda.

b. Perencanaan materi presentasi
Dalam perencanaan materi presentasi dokumen presentasi merupakan hal paling mendasar yang perlu Anda persiapkan. Beberapa di antaranya adalah :
1). Tentukan Tema dan Tujuan secara Spesifik
Meskipun Anda dimungkinkan menyusun satu dokumen presentasi dengan kandungan yang sangat komprehensif untuk berbagai keperluan, namun hal ini tidak disarankan. Pastikan Anda memiliki dokumen presentasi tersendiri dengan tema, tujuan dan misi, serta target audience penyajian presentasi yang spesifik.
2). Susun Kerangka Materi Presentasi
Ibarat merencanakan sebuah karya tulis yang dituangkan dalam sebuah kerangka karangan, maka presentasi yang baik juga harus memiliki kerangka materi yang dituangkan dalam poin-poin presentasi. Susun poin-poin utama presentasi, estimasikan jumlah dan koherensi slide-slide Anda, temasuk pertimbangan perlunya referensi-referensi pendukung.
3). Kumpulkan Materi Utama dan Pendukung
Pengumpulan materi dapat Anda persiapkan dari awal. Anda dapat mulai merangkum sumber-sumber materi yang akan Anda tuangkan. Pilih koleksi file gambar, audio, atau video sebagai objek pendukung. Siapkan tabel, grafik, dan data pendukung jika diperlukan.
4). Tentukan Aplikasi Pembuat Presentasi yang Tepat
Berdasarkan perencanaan, kerangka, dan kumpulan materi yang telah Anda siapkan di awal, maka Anda dapat memilih aplikasi pembuat presentasi yang tepat bagi penuangan materi presentasi Anda. Baca kembali tip pada bagian awal untuk memastikannya.
5). Manfaatkan Aplikasi Penunjang
Inovasi di bidang perangkat lunak dewasa ini sangat beragam. Anda dapat memanfaatkan aplikasi tertentu untuk keperluan tertentu. Pada dasarnya, output akhir yang Anda persiapkan melalui aplikasi penunjang selalu dapat Anda integrasikan ke dalam slide presentasi. Di samping memanfaatkan aplikasi penunjang bagi penyusunan materi, Anda sebaiknya juga melengkapi diri dengan berbagai aplikasi bantu bagi penyajian presentasi.
6). Tentukan Output Sesuai dengan Kebutuhan
Tentukan output akhir presentasi Anda berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah diulas di bagian awal. Jika memungkinkan, pilih output akhir yang paling fleksibel, sehingga Anda mudah menyajikan, mengekspor, atau mengonversikan formatnya ke dalam output lainnya jika diperlukan.

c. Penguasaan aspek teknis
Selain menguasai aspek pembuatan sebuah dokumen presentasi melalui aplikasi tertentu, akan lebih ideal jika Anda juga memahami berbagai hal berkaitan dengan aspek teknis seputar penyajian presentasi. Beberapa di antaranya adalah tentang perangkat-perangkat yang diperlukan dalam menyajikan sebuah presentasi, perangkat pendukung yang dapat Anda pilih, serta teknik-teknik penggunaannya. Beberapa hal yang sebaiknya Anda pahami atara lain :
1). Pemilihan Perangkat Komputer
Peran komputer penyaji sangat dominan bagi kelancaran sebuah sesi presentasi. Pertimbangan pemilihan perangkat komputer antara lain mengenai spesifikasi teknis komputer, jenis atau tipe komputer, kelengkapan perangkat teknologi yang terpasang, serta sistem operasi dan aplikasi penunjang yang ada di dalamnya.
2). Pemilihan Media Simpan
Media simpan tidak hanya terbatas pada harddisk yang ada di dalam PC Anda. Pertimbangkan segi portabilitas, flesibilitas, dan mobilitas media simpan bagi dokumen presentasi Anda. Pertimbangkan pemakaian keping optical disk, USB Flash Memory, atau bahkan server jaringan atau hosting internet.
3). Pemilihan Perangkat Display
Perangkat display presentasi tidak hanya terbatas pada OHP. Pertimbangkan penggunaan LCD Projector, DLP Projector, atau Dual / Multi Monitor untuk berpresentasi. Tentukan juga jenis screen yang paling sesuai dengan
kebutuhan Anda.
4). Pemilihan Perangkat Pendukung
Sound system yang memadai adalah syarat mutlak bagi penyajian presentasi. Tentukan jenis perangkat sound system yang fleksibel namun berkemampuan optimal. Pertimbangkan juga pemakaian laser pointer untuk mendampingi sesi presentasi Anda. Sediakan camera pada ruang presentasi untuk keperluan dokumentasi Anda, terlebih jika Anda ingin mendistribusikan kembali moment-moment presentasi yang cukup penting untuk kolega Anda.

d. Teknik penyajian presentasi
Sebagus apapun materi presentasi Anda, selengkap apapun perangkat presentasi yang tersedia, semua akan sia-sia jika teknik penyajian presentasi Anda tidak menarik. Beberapa tip yang kami berikan antara lain :
1). Kuasai Teknik-teknik Penyajian Presentasi
Temukan teknik-teknik tertentu, seperti bagaimana menyajkan presentasi melalui beberapa monitor, bagaimana menyembunyikan sajian slide secara temporer untuk mengalihkan perhatian audience dari screen ke pembicaraan Anda, termasuk bagaimana mengemas slide presentasi agar dapat berjalan secara otomatis atau dapat diakses via internet.
2). Simulasikan Presentasi Anda Sesering Mungkin
Jika perlu, gunakan fasilitas Timer yang tersedia pada aplikasi penyaji presentasi untuk memastikan ketepatan waktu pemaparan setiap slide presentasi Anda.
3). Lengkapi Sajian Presentasi dengan Materi Tambahan
Anda dapat mencetak dan mendistribusikan lembar handout, membagikan CD materi presentasi, atau bahkan menyertakan materi pendukung bagi audience. Hal ini dapat meminimalkan pecahnya perhatian audience karena harus mencatat poin-poin dan paparan Anda, menghindari tidak tertangkapnya sebagian materi presentasi yang Anda sajikan, dan tentunya menjadi salah satu media penyebaran bagi visi dan misi penyajian presentasi Anda.

D. KESIMPULAN

Setiap instruktur jika mau melakukan presentasi suatu kajian maka akan melakukan serangkaian kegiatan, yaitu : analisis persiapan yang mencakup analisis audience, bahan kajian, waktu, media, termasuk pendekatan yang digunakan; pembuatan persiapan; dan latian. Kesuksesan presentasi seseorang sangat ditentukan diantaranya oleh faktor moderator, kesiapan, dan kepercayaan diri
Keprofesionalan seorang instruktur ditentukan diantaranya oleh penguasaan bahan kajian, wawasan, sikap terhadap audience, penggunaaan alat presentasi, dan cara menanggapi pertanyaan audience. Dalam hal ini seorang instruktur mutlak untuk menguasai peralatan presentasi dan pengauasaan bahan kajian yang dipresentasikan.

DAFTAR PUSTAKA

Arry Akhmad Arman. 2008, Berbagi Pengalaman ‘Teknik Presentasi’ Jakarta Maret 17, 2008

Carnegie, D. 1985. Quick and Easy Way to Effective Speaking. New York: Dale Carnegie & Associates.

Dunckel, J. & P. Elizabeth. 1995. Effective Speaking for Buisiness Success. North Van couver, Canada.

Green, G. 1998. The Magic of Public Speaking. Alih bahasa Agus Teguh H. Gramedia, Jakarta.

http://www2.telkom.net Powered by Joomla! - @copyright Copyright (C) 2005 Open Source Matters. All rights reserved Generated: 26 March, 2008, 09:23; 27 Maret 2008

Limited, KP. 2001, Making Effective Presentations. Manchester: Lonson NJ9NJ

Macnamara, J. R. 1996. The Modern Presenter's Handbook. Prentice Hall, Australia.
Maksum. 2007, Strategi dan Teknik Komunikasi Dalam Presentasi. Bogor : PUSTAKA


Rudolft, D.1993. Public Relations. Jakarta: Golden Trayon.

SUSUNAN PLANET DI TATA SURYA KITA SEKARANG SEBAGAI BAHAN PENGEMBANGAN WAWASAN PESERTA DIKLAT GURU IPA

A. PENDAHULUAN
Sejalan dengan perkembangan penelitian masalah keantariksan baik nuasa Amerikaan maupun Eropaan yang kedua-duanya begitu pesat maka wawasan para guru jika kurang menyikapinya akan ketinggalan wawasan masalah keantariksaan tersebut. Oleh karena itu pada tulisan ini akan mengupas masalah keantariksaan pada perkembangan susunan planet sekarang sampai dengan awal tahun 2008. Tulisan ini bermaksud menjembatani bagi masalah eksistensi wawasan para guru peserta Diklat IPA terhadap perkembangan susunan planet sekarang sejalan dengan ditemukannya konsep-konsep baru pada planet Pluto. Para guru IPA
peserta Diklat khususnya dan pada umumnya para guru geografi dan yang lainya mestinya mempunyai sikap selalu mengikuti penelitian-penelitian para antariksawan baik dari Amerika maupun Eropa. Dengan demikian para guru peserta Diklat IPA pada khususnya dan guru yang lain pada umumnya akan mempunyai pengetahuan keantariksaan yang selalu tidak ketinggalan, yang pada akhirnya para siswanya akan terbekali pengetahuan yang selalu mutahir dan bermutu
B. PERKEMBANGAN DEFINISI PLANET DAN PERMASALAHANNYA
Planet diambil dari kata dalam bahasa Yunani Asteres Planetai yang artinya Bintang Pengelana. Dinamakan demikian karena berbeda dengan bintang biasa, Planet dari waktu ke waktu terlihat berkelana (berpindah-pindah) dari rasi bintang yang satu ke rasi bintang yang lain. Perpindahan ini (pada masa sekarang) dapat dipahami karena planet beredar mengelilingi matahari. Namun pada zaman Yunani Kuno yang belum mengenal konsep heliosentris, planet dianggap sebagai representasi dewa di langit. Pada saat itu yang dimaksud dengan planet adalah tujuh benda langit: Matahari, Bulan, Merkurius, Venus, Mars, Jupiter dan Saturnus. Namun Astronomi modern menghapus Matahari dan Bulan dari daftar karena tidak sesuai definisi gravitational rounding (pembulatan gravitasi) yang menegaskan bahwa obyek manapun yang mengelilingi dalam kaitannya dengan tarikan gravitasi sendiri dan yang secara langsung mengorbitkan matahari disebut suatu planet. Definisi ini cukup lama digunakan hingga terjadinya penemuan-penemuan benda angkasa yang selalu bertambah hingga Agustus 2006. Dimana jumlah planet dalam tata surya kita seperti yang tertulis dalam buku pelajaran fisika adalah sembilan, dari Merkurius hingga Pluto.
Dengan pengamatan mata, benda terang di langit terbagi menjadi dua: bintang tetap yang umumnya diasosiasikan dengan rasi-rasi bintang dan "bintang" yang berpindah. Bintang yang berpindah bisa berupa bintang berekor (komet), bintang jatuh (meteor), atau bintang berjalan di sekitar rasi-rasi bintang. Dahulu orang menyebut bintang yang berjalan itu sebagai "pengembara" yang dalam bahasa Yunani disebut planet. Sekarang diketahui bahwa "bintang" pengembara itu sebenarnya adalah benda tata surya yang mengelilingi matahari, sehingga bergerak relatif terhadap bintang-bintang yang diam.
Dari fisik hasil pengamatan, kemudian planet didefinisikan sebagai benda langit yang mendapatkan cahayanya dari Matahari. Definisi ini untuk membedakannya dari bintang yang cahayanya bersumber dari reaksi nuklir di intinya. Definisi sederhana ini yang kini banyak digunakan di buku-buku pelajaran termasuklah definisi gravitational rounding (pembulatan gravitasi) yang menegaskan bahwa obyek manapun yang mengelilingi dalam kaitannya dengan tarikan gravitasi sendiri dan yang secara langsung mengorbitkan matahari disebut suatu planet. Definisi ini cukup lama digunakan hingga terjadinya penemuan-penemuan benda angkasa yang selalu bertambah hingga Agustus 2006. Dimana jumlah planet dalam tata surya kita seperti yang tertulis dalam buku pelajaran fisika adalah sembilan, dari Merkurius hingga Pluto. Definisi tersebut tidak salah, hanya tidak tepat, karena masih banyak objek langit lainnya sebagai planet-planet baru.
Dengan definisi seperti itu, semua objek tata surya bisa dianggap sebagai planet. Komet, sebagai "bintang berekor" juga memenuhi definisi tersebut, karena sumber cahayanya hanya berasal dari cahaya matahari. Asteroid yang mengorbit di antara Mars dan Jupiter juga memenuhi definisi ini. Dengan bentuk yang beraneka ragam, semua asteroid hanya memantulkan cahaya matahari. Ceres sebagai salah satu asteroid terbesar yang ditemukan 1801 memang sempat menikmati status planet selama tujuh tahun, tetapi kemudian dianggap bukan planet.
Kisah pencoretan Ceres sebagai planet setelah tujuh puluh tahun pun mirip dengan kisah pencoretan Pluto sebagai planet setelah 76 tahun. Dulu Ceres dianggap sebagai planet yang "hilang" menurut hukum Bode yang terletak di antara Mars dan Jupiter. Tetapi kemudian dipertanyakan karena ternyata Ceres bukanlah planet yang besar. Apalagi setelah ditemukan banyak objek sejenis, yang kemudian dikenal sebagai asteroid. Maka Ceres kemudian dinyatakan bukan planet, tetapi asteroid.
Sejarah memang berulang. Dulu Ceres dicoret sebagai planet, lalu dikelompokkan dalam planet minor (minor planet), mirip dengan Pluto yang dicoret sebagai planet lalu masuk kelompok planet kerdil (dwarf planet). Selama seratus tahun lebih hanya dikenal dua kelompok: planet (yang berukuran besar) dan planet minor (asteroid, yang berukuran kecil). Ketika ditanyakan batasan besarnya antara planet dan planet minor, tidak ada kejelasan. Batasan besarnya untuk membedakan klasifikasi planet dan asteroid tidak didasarkan pada pertimbangan fisika, tetapi berdasarkan pertimbangan praktis untuk tetap menganggap Ceres sebagai asteroid dan Pluto sebagai planet. Selama puluhan tahun digunakan diameter sekira 1.000 - 2.000 km sebagai batasannya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengamatan pada lima abad lalu membawa manusia untuk memahami benda-benda langit terbebas dari selubung mitologi. Galileo Galilei (1564-1642) dengan teleskop refraktornya mampu menjadikan mata manusia "lebih tajam" dalam menelisik kegelapan langit yang tidak bisa diamati melalui mata bugil. Teleskop Galileo secara revolusioner mengubah pandangan manusia mengenai kesempurnaan alam yang dihuni oleh dewa-dewa yang perkasa, misalnya bahwa Bulan ternyata wajahnya tidak mulus, tetapi bopeng-bopeng karena keberadaan kawah. Demikian halnya Matahari dengan keberadaan bercak hitam (bintik-bintik matahari/sunspots) di sekitar ekuatornya. Karena Galileo bisa mengamati lebih tajam, ia bisa melihat berbagai perubahan bentuk penampakan Venus, seperti Venus Sabit atau Venus Purnama sebagai akibat perubahan posisi Venus terhadap Matahari. Penalaran Venus mengitari Matahari makin memperkuat teori heliosentris, yaitu bahwa matahari adalah pusat alam semesta, bukan Bumi, yang digagas oleh Nicolaus Copernicus (1473-1543) sebelumnya. Susunan heliosentris adalah Matahari dikelilingi oleh Merkurius hingga Saturnus.
Teleskop Galileo terus disempurnakan oleh ilmuwan lain seperti Christian Huygens (1629-1695) yang menemukan Titan, satelit Saturnus, yang berada hampir 2 kali jarak orbit Bumi-Yupiter. Perkembangan teleskop yang membuat "mata kian tajam" ternyata diimbangi pula dengan perkembangan perhitungan gerak benda-benda langit dan hubungan satu dengan yang lain melalui Johannes Kepler (1571-1630) dengan Hukum Kepler. Puncaknya Sir Isaac Newton (1642-1727) dengan hukum gravitasi.Dengan dua modal di atas, pencarian pengembara memungkinkan. Pada 1781, William Hechell (1738-1782) menemukan Uranus. Perhitungan cermat orbit Uranus menyimpulkan bahwa planet ini ada yang mengganggu. Neptunus ditemukan pada Agustus 1846. Penemuan Neptunus ternyata tidak cukup menjelaskan gangguan orbit Uranus. Pluto (diameter 2.360 km) yang ditemukan pada 1930 sebagai planet ke-9. Perkembangan teleskoplah yang memungkinkan pada 1978 Pluto diketahui memiliki satelit yang berukuran tidak jauh kecil darinya bernama Charon (1.196 km). Saat ini satelit Pluto bertambah lagi yaitu Nix dan Hydra
Dengan ditemukannya objek-objek baru yang diusulkan sebagai planet, masyarakat astronomi dituntut untuk memberi batasan atau definisi hakikat planet. Selama tujuh tahun sejak 1999 diskusi resmi di IAU tentang definisi planet belum mencapai kata sepakat, termasuk pada saat terakhir sidang umum IAU Agustus 2006 baru lalu. Ada usulan untuk menunda lagi pendifinisiannya. Ada banyak usulan definisi. Ada definisi berdasarkan batasan massanya, ada yang berdasarkan batasan gravitasinya yang dapat mempertahankan struktur bulatnya, atau berdasarkan dinamika massa total dominan di sekitar orbitnya.
Dari pertemuan di Praha, Ceko sejak tanggal 14 hingga 25 Agustus 2006 yang dihadiri sekitar 2.500 astronom dari 75 negara yang tergabung dalam International Astronomical Union (IAU) yang membicarakan jumlah planet yang sebenarnya di Tata Surya dan terumuskan definisi planet yang baru adalah benda langit yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a) mengorbit mengelilingi bintang atau sisa-sisa bintang; (b) mempunyai massa yang cukup untuk memiliki gravitasi tersendiri agar dapat mengatasi tekanan rigid body sehingga benda angkasa tersebut mempunyai bentuk kesetimbangan hidrostatik (bentuk hampir bulat); (c) tidak terlalu besar hingga dapat menyebabkan fusi termonuklir terhadap deuterium di intinya; dan, (d) telah "membersihkan lingkungan" (clearing the neighborhood; mengosongkan orbit agar tidak ditempati benda-benda angkasa berukuran cukup besar lainnya selain satelitnya sendiri) di daerah sekitar orbitnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Planet, 25 April 2008). Definisi keputusan Praha Ceko berbeda dengan definisi planet lama yang berdasarkan sejarah.
Pada Astronomical Journal terbitan Desember 2006, Steven Soter (American Museum of Natural History, New York) dalam http://langitselatan.com/2007/06/14/lagi-tentang-definisi-planet/; 24 April 2008, mengajukan batasan planet dengan definisi besaran m (mu), yang merupakan rasio dari massa objek yang ditinjau terhadap massa total objek-objek yang memiliki orbit serupa di sekitarnya. Hal tersebut didasarkan pada hasil pertemuan puncak International Astronomical Union (IAU) dari ribuan astronom yang berkumpul di Praha yang dipimpin Profesor Iwan Williams, Ceko pada Kamis, 24 Agustus 2006, yang memutuskan definisi baru tentang planet. Planet adalah benda langit yang (1) mengorbit matahari, (2) mempunyai massa yang cukup bagi gaya gravitasinya untuk mengatasi gaya-gaya luar lainnya, sehingga dengan keseimbangan hidrostatiknya mempunyai bentuk hampir bulat, dan (3) telah menyingkirkan objek-objek lain di sekitar orbitnya. Rumusannya dapat juga disederhanakan menjadi, planet adalah benda langit yang mengitari matahari, bentuknya bulat, dan merupakan satu-satunya objek dominan di orbitnya. Selanjutnya disamping seperti yang terdefinisi diatas objek-objek yang didefinisikan planet menurut IAU, harus memiliki mu lebih besar dari 5000. Sedangkan Pluto, Ceres, Eris, dll memiliki mu tak lebih dari 1/3. Soter(2006) dalam pertemuan di Praha tersebut mengusulkan batasan planet adalah objek-objek dengan mu diatas 100. Disamping itu para astronom sepakat bahwa benda langit dapat disebut sebagai planet jika mengorbit bintang namun bukan sebagai bintang yang memancarkan sinar.
Menurut Wah(2006) dalam BBC(2008), sebenarnya memang dari dulu Pluto itu sudah menjadi kontroversi apakah pantas dimasukkan kedalam kategori planet atau bukan. Cuma sekedar masalah pengklasifikasian sebenarnya Pluto memang seharusnya dikeluarkan dari daftar planet di tata surya karena ukurannya yang super mini dari batas planet luar (Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus). Tapi kalau cuma sekedar melihat dari orbit saja tanpa melihat ukuran sebenarnya Merkurius juga nyaris sama kecilnya dengan Pluto namun memiliki orbit yang jelas dikarenakan jaraknya yang lebih dekat dengan matahari.
Dengan demikian keberadaan Pluto sebagai planet kesembilan pelu ditinjau ulang. Pertanyaan mulai muncul ketika di wilayah di luar orbit Neptunus, termasuk Pluto di dalamnya, ditemukan benda langit yang berukuran tidak jauh beda dari Pluto. Belasan benda langit termasuk dalam Obyek Sabuk Kuiper (OSK) di antaranya Quaoar (1.250 km pada Juni 2002), Huya (750 km pada Maret 2000), Sedna (1.800 km pada Maret 2004), Orcus, Vesta, Pallas, Hygiea, Varuna, dan 2003 EL61 (1.500 km pada Mei 2004). Penemuan 2003 EL61 cukup menghebohkan karena OSK ini diketahui memiliki satelit pada Januari 2005 meskipun berukuran lebih kecil dari Pluto. Puncaknya adalah penemuan UB 313 (2.700 km pada Oktober 2003) yang diberi nama oleh penemunya Xena. Selain lebih besar dari Pluto, obyek ini juga memiliki satelit. Dengan berbagai penemuan tersebut wajar bila status Pluto dipertanyakan ulang. Lebih mendasar lagi adalah pengertian baku mengenai planet. Beberapa pendapat muncul, seperti planet adalah benda bulat dan dingin yang mengorbit sebuah bintang atau bermassa mulai dari massa Pluto (1/500 massa Bumi) hingga ambang massa yang mampu menghasilkan reaksi fusi termonuklir; atau berkerapatan lebih padat dari obyek lain di sekitarnya; atau memandang dari ukurannya (diameter minimal 400 km, atau 800 km; atau minimal seukuran Pluto) dan berbentuk bulat; atau memiliki gravitasi yang cukup kuat untuk menahan atmosfer. Dengan banyaknya definisi, boleh jadi kesepakatan definisi akan menghasilkan jumlah planet yang berbeda. Jumlah planet bisa delapan bila Pluto tidak dimasukkan. Bisa 10 dengan ditambahkan Xena. Bisa 12 dengan tambahan Charon (sebagai planet ganda bersama Pluto), Ceres (sebagai planet mini yang saat ini dipahami sebagai asteroid terbesar), dan Xena. Bahkan bisa lebih dari 50 planet bila OKB berukuran besar dimasukkan. Berapa pun jumlah planet di Tata Surya, hal di atas memberikan pelajaran bahwa ilmu pengetahuan selalu berkembang. Kita tidak bisa hanya terpaku pada buku pelajaran. (http://indoforum.org/archive/index.php/t-5413.html; 24 April 2008)
Perdebatan tentang status Pluto dipicu oleh penemuan objek yang diklasifikasikan sebagai "objek lintas Neptunus" (Trans-Neptunian Objects, TNO), yaitu objek tata surya yang mengorbit melintasi atau di luar orbit planet Neptunus. Sampai akhir 1990-an telah ditemukan hampir 100 TNO, kini jumlahnya terus bertambah. Penemuan TNO diawali oleh D. Jewitt dan J. Luu(1992), mereka menemukan objek yang dinamakan QB1. Objek itu diklasifikasikan bukan planet, bukan asteroid, juga bukan komet. Objek itu mempunyai kemiripan dengan sifat-sifat dinamiki Pluto. Kurang cocok dianggap sebagai planet, seperti delapan planet lainnya sebab Pluto tidak memiliki orbit yang dominan seperti delapan planet lainnya. Namun, terlalu besar bila digolongkan sebagai TNO. Namun, Divisi III IAU yang membidangi sains sistem planet cenderung menggolongkannya sebagai TNO, berdasarkan kedekatan ciri-ciri dinamikanya. Sejak 2002 ditemukan objek-objek yang cukup besar sehingga diusulkan sebagai planet baru, yaitu Quaoar, Sedna, and Xena (nama informal bagi objek 2003 UB313). Diskusi panjang sejak 1990-an tentang status Pluto dan objek-objek baru serupa planet lainnya akhirnya diputuskan dalam voting IAU dala m 2006 lalu, pluto bukan planet.
Dengan demikian secara otomatis Pluto dinyatakan tidak masuk dalam kategori planet namun hanya sebagai benda angkasa biasa. Oleh karena itu jumlah planet dalam sistem Tata Surya kita menjadi delapan planet karena tidak memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai planet dimana orbitnya yang berbentuk elips tumpang tindih dengan orbit Neptunus. Orbitnya terhadap Matahari juga terlalu melengkung dibandingkan delapan objek yang diklasifikasikan sebagai planet. Dimana hingga 24 Agustus 2006, sebelum Persatuan Astronomi Internasional (International Astronomical Union = IAU) mengumumkan perubahan definisi "planet" sehingga seperti yang tersebut di atas, jumlah planet adalah sembilan planet termasuk Pluto. Meskipun demikian, Pluto sebagai benda langit yang dikenal sebagai planet kesembilan selama 76 tahun di Tata Surya sekarang dimasukkan ke dalam klasifikasi baru yang disebut "planet kerdil/katai" bersama benda langit yang belakangan juga ditemukan sempat dianggap sebagai planet baru seperti tersebut diatas, yaitu : Ceres, Sedna, Orcus, Xena, Quaoar, UB 313. Pluto, Ceres, Charon dan UB 313. Dengan keputusan yang akan ditetapkan IAU ini, referensi mengenai planet-planet di buku teks maupun ensiklopedia harus direvisi. Tata Surya dengan Matahari sebagai pusatnya akan dideskripsikan dengan delapan planet saja. Sementara benda-benda langit lainnya diklasifikasikan tersendiri
Sementara bagi sebagian orang, banyak yang tidak puas atas pemberlakuan definisi planet yang terbaru, terutaman orang Amerika dimana mereka masalah Pluto ini dikaitkan dengan masalah nasionalisme. Karena yang menemukan Pluto adalah astronom Amerika yaitu Clyde Tombaugh.

Sementara planet Uranus dan Neptunus ditemukan oleh astronom Eropa. Jika Pluto tidak dimasukkan dalam kategori planet, maka hilanglah jejak Amerika. Mungkin begitulah yang menjadi anggapan mereka keterkaitannya dengan rasa nasionalisme. Namun demikian masalah perkembangan ilmu pengetahuan astronomi mestinya tidak perlu dikaitkan masalah nasionalisme namun harus tetap berdasar pada metode ilmiah
Sebagai tanggapan definisi planet oleh IAU, berbagai definisi lain diajukan. Alasannya adalah bahwa definisi IAU tidak tajam dan sulit diterjemahkan dalam bahasa awam. Pada editorial majalah Sky & Teleskop (2006), sang Editor mengusulkan kategori objek dalam tata surya dibedakan menjadi:
1. Planet Raksasa Gas (Gas Giant)Planet raksasa gas ini lebih lanjut bisa dibedakan menjadi:
o Jovian (planet raksasa gas).Termasuk dalam kategori ini adalah Jupiter dan Saturnus
o Uranian (planet raksasa es)Planet Uranus dan Neptunus masuk dalam kategori ini
2. Planet Terrestrial.Yang termasuk dalam kategori planet terrestrial adalah Planet Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars
3. Planet Kerdil (Dwarf).Kategori ini dibagi lagi menjadi:
o CereanYang termasuk Cerean adalah planet kecil batuan, dengan mengambil model dari asteroid Ceres. Asteroid-asteroid yang berada dalam sabuk utama asteroid antara orbit Mars dan Jupiter, masuk dalam kategori Cerean.
o PlutonianYang termasuk Plutonian adalah planet kecil es, dengan mengambil model dari Pluto. Objek-objek diluar orbit Neptunus (misalnya: Pluto, Eris, Quaouar, dll) termasuk kategori Plutonian.
Pluto memang berbeda dengan kedelapan planet lainnya, yaitu : Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus mempunyai ciri-ciri yang mirip dan sifat-sifatnya bisa dijelaskan dari proses pembentukan tata surya. Empat planet pertama disebut planet keluarga Bumi karena komposisinya mirip Bumi, terutama terdiri dari batuan silikat dan logam. Empat planet berikutnya disebut planet keluarga Jupiter yang merupakan planet raksasa dengan komposisi utamanya adalah unsur-unsur ringan (hidrogen, helium, argon, karbon, oksigen, dan nitrogen) berbentuk gas atau cair.
Planet-planet keluarga Bumi hanya terbentuk dari materi padat yang terkondensasi, terutama dari senyawa besi dan silikat. Sedangkan Jupiter dan planet-planet raksasa lainnya terbentuk dari planetesimal (bakal planet) besar, antara lain akibat turut terkondensasinya es air, sehingga mampu menangkap gas, terutama hidrogen dan helium.
Sementara Pluto terdiri dari batuan dan es. Diperkirakan komposisinya terdiri dari 70 persen batuan dan 30 persen es air. Atmosfernya sangat tipis terdiri dari nitrogen, karbon monoksida, dan metan yang hampir selalu berupa gas beku. Kondisi ini aneh bila dibandingkan dengan proses pembentukan planet keluarga Jupiter. Semestinya semakin jauh dari matahari, bila proses pembentukannya sama, akan terbentuk planet gas juga yang tergolong besar ukurannya.
Keberbedaan lainnya dari Pluto adalan berukuran sangat kecil dibandingkan planet-planet lainnya. Diameternya hanya setengah diameter Merkurius atau dua pertiga diameter Bulan. Bidang orbitnya juga sangat menyimpang (inklinasinya 17 derajat) dari bidang orbit rata-rata planet (inklinasi rata-rata 2 derajat). Lintasan orbitnya pun yang paling lonjong.
Pluto ditemukan dari keberuntungan yang bersumber dari kesalahan perhitungan Percival Lowell tentang gangguan orbit planet Uranus dan Neptunus pada awal 1900-an. Menurut dia, mestinya ada planet pengganggu di luar orbit Neptunus. Tidak menyadari adanya kesalahan perhitungan Lowell, Clyde Tombaugh dengan gigih mencari planet pengganggu di sekitar posisi yang disebutkan oleh Lowell.
Memang, hasil pengamatan akurat pesawat Voyager tahun 1980-an tentang massa Neptunus akhirnya menunjukkan bahwa tidak ada yang aneh dengan orbit planet Neptunus. Pluto atau Planet-X tak perlu ada untuk menjelaskan gangguan orbitnya. Tetapi Pluto terlanjur ditemukan dan telah diakui sebagai planet selama 76 tahun.
Menurut Kepala Observatorium Bosscha-Lembang Taufiq Hidayat dalam Kompas (Jumat, 8 September 2007), disebutkan bahawa kita dalam mensosialisasi masalah dikeluarkannya Pluto sebagai bagian dari sistem planet di tata surya kita, tidak perlu terburu-buru atau dengan secara perlahan. Sosialisasi juga tidak perlu dilakukan secara masif ke sekolah-sekolah atau murid-murid, juga tidak perlu melakukannya secara besar-besaran pada guru mata pelajaran ilmu pengetahuan alam , tapi cukup melalui via media cetak buku mata pelajaran atau media masa baik yang berupa media suara, tanyang, atau dunia maya. Hasil sidang Umum Himpunan Astronomi Internasional ke-26 di Praha, Ceko, 25 Agustus lalu, mencabut status Pluto sebagai planet ke sembilan dalam tata surya kita. Dalam sidang tersebut Pluto dinyatakan tidak masuk dalam kategori planet namun hanya sebagai benda angkasa biasa sebagai planet kerdil. Planet kerdil walaupun mengandung nama "planet" bukanlah planet, sama halnya dengan penamaan asteoroid sebagai planet minor. Planet kerdil didefinisikan sebagai benda langit yang (1) mengorbit matahari, (2) mempunyai massa yang cukup bagi gaya gravitasinya untuk mengatasi gaya-gaya luar lainnya sehingga dengan kesetimbangan hidrostatiknya mempunyai bentuk hampir bulat, (3) belum menyingkirkan objek-objek lain di sekitar orbitnya, dan (4) bukan satelit.
Definisi baru planet dalam sidang tersebut berubah, yaitu memiliki orbit yang mengelilingi Matahari, memiliki massa yang cukup besar dengan diameter lebih dari 800 kilometer. Ciri terakhir adalah memiliki orbit yang tidak memotong orbit planet lainnya.Sedangkan dalam kenyataannya, Pluto sudah dikenal sebagai planet ke sembilan dalam sistem tata surya kita. Namun, dalam pengamatannya, ternyata Pluto memiliki orbit yang sering kali menyimpang atau bersinggungan dengan orbit planet lainnya.
Selanjutnya Taufiq Hidayat (2007), menyatakan dikeluarkannya Pluto sebagai planet ke sembilan tidak memiliki urgensi karena hal ini merupakan siklus ilmu pengetahuan yang selalu memperbaiki diri sendiri ketika ada fakta baru. Dimana fakta itu bisa dibuktikan kesahihannya secara ilmiah. "Perubahan yang terjadi sebenarnya tidak fundamental. Taufiq menilai, pemerintah dalam hal ini Depdiknas tidak perlu terburu-buru untuk menarik buku-buku pelajaran yang masih mengajarkan Pluto sebagai planet ke sembilan. Karena biaya yang dikeluarkan untuk mengganti seluruh buku ini akan sangat besar (http://www.bluefame.com/lofiversion/index.php/t14364.html, 24 April 2008)
Dengan definisi itu baru Pluto, Ceres, dan Xena yang masuk dalam kelompok planet kerdil(dwarf planet). Charon yang sebelumnya diusulkan sebagai planet ganda berpasangan dengan Pluto, tidak dimasukkan sebagai planet kerdil karena berstatus sebagai satelit Pluto. Di luar planet dan planet kerdil, objek tata surya lainnya seperti komet, asteroid, TNO, NEO, dan lainnya dikelompokan sebagai "benda kecil tata surya" (Small Solar System Bodies)(http://tutorial.mysimplebiz.info/isi/tahukahanda8.htm, 24 April 2008)

C. PLANET-PLANET DALAM TATA SURYA KITA
Menurut IAU (Persatuan Astronomi Internasional) planet-planet dalam Tata Surya kita sekarang berjumlah 8, yaitu :1. Merkurius2. Venus3. Bumi4. Mars5. Jupiter6. Saturnus7. Uranus8. Neptunus

Sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, pengertian definisi atau istilah “planet” berubah dari “sesuatu” yang bergerak melintasi langit (relatif terhadap latar belakang bintang-bintang yang “tetap”), menjadi benda yang bergerak mengelilingi Bumi. Ketika model heliosentrik mulai mendominasi pada abad ke-16, planet mulai diterima sebagai “sesuatu” yang mengorbit Matahari, dan Bumi hanyalah sebuah planet. Hingga pertengahan abad ke-19, semua obyek apa pun yang ditemukan mengitari Matahari didaftarkan sebagai planet, dan jumlah “planet” menjadi bertambah dengan cepat di penghujung abad itu.
Selama 1800-an, astronom mulai menyadari bahwa banyak penemuan terbaru tidak mirip dengan planet-planet tradisional. Obyek-obyek seperti Ceres, Pallas dan Vesta, yang telah diklasifikasikan sebagai planet hingga hampir setengah abad, kemudian diklasifikan dengan nama baru "asteroid". Pada titik ini, ketiadaan definisi formal membuat "planet" dipahami sebagai benda 'besar' yang mengorbit Matahari. Tidak ada keperluan untuk menetapkan batas-batas definisi karena ukuran antara asteroid dan planet begitu jauh berbeda, dan banjir penemuan baru tampaknya telah berakhir.
Namun pada abad ke-20, Pluto ditemukan. Setelah pengamatan-pengamatan awal mengarahkan pada dugaan bahwa Pluto berukuran lebih besar dari Bumi, IAU (yang baru saja dibentuk) menerima obyek tersebut sebagai planet. Pemantauan lebih jauh menemukan bahwa obyek tersebut ternyata jauh lebih kecil dari dugaan semula, tetapi karena masih lebih besar daripada semua asteroid yang diketahui, dan tampaknya tidak eksis dalam populasi yang besar, IAU tetap mempertahankan statusnya selama kira-kira 70 tahun.
Pada 1990-an dan awal 2000-an, terjadi banjir penemuan obyek-obyek sejenis Pluto di daerah yang relatif sama. Seperti Ceres dan asteroid-asteroid pada masa sebelumnya, Pluto ditemukan hanya sebagai benda kecil dalam sebuah populasi yang berjumlah ribuan. Semakin banyak astronom yang meminta agar Pluto didefinisi ulang sebagai sebuah planet seiring bertambahnya penemuan obyek-obyek sejenis. Penemuan Eris, sebuah obyek yang lebih masif daripada Pluto, dipublikasikan secara luas sebagai planet kesepuluh, membuat hal ini semakin mengemuka. Akhirnya pada 24 Agustus 2006, berdasarkan pemungutan suara, IAU membuat definisi planet. Jumlah planet dalam Tata Surya berkurang menjadi 8 benda besar yang berhasil “membersihkan lingkungannya” (Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus), dan sebuah kelas baru diciptakan, yaitu planet katai, yang pada awalnya terdiri dari tiga obyek, Ceres, Pluto, Eris, dan planet katai dari perkembangan temuan-temuan baru.
D. SEJARAH NAMA-NAMA PLANET
Lima planet terdekat ke Matahari selain Bumi (Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus) telah dikenal sejak zaman dahulu karena mereka semua bisa dilihat dengan mata telanjang. Banyak bangsa di dunia ini memiliki nama sendiri untuk masing-masing planet (lihat tabel nama planet di bawah). Pada abad ke-6 SM, bangsa Yunani memberi nama Stilbon (cemerlang) untuk Planet Merkurius, Pyoroeis (berapi) untuk Mars, Phaethon (berkilau) untuk Jupiter, Phainon (Bersinar) untuk Saturnus. Khusus planet Venus memiliki dua nama yaitu Hesperos (bintang sore) dan Phosphoros (pembawa cahaya). Hal ini terjadi karena dahulu planet Venus yang muncul di pagi dan di sore hari dianggap sebagai dua objek yang berbeda.
Pada abad ke-4 SM, Aristoteles memperkenalkan nama-nama dewa dalam mitologi untuk planet-planet ini. Hermes menjadi nama untuk Merkurius, Ares untuk Mars, Zeus untuk Jupiter, Kronos untuk Saturnus dan Aphrodite untuk Venus.
Pada masa selanjutnya di mana kebudayaan Romawi menjadi lebih berjaya dibanding Yunani, semua nama planet dialihkan menjadi nama-nama dewa mereka. Kebetulan dewa-dewa dalam mitologi Yunani mempunyai padanan dalam mitologi Romawi sehingga planet-planet tersebut dinamai dengan nama yang kita kenal sekarang.
Hingga masa sekarang, tradisi penamaan planet menggunakan nama dewa dalam mitologi Romawi masih berlanjut. Namun demikian ketika planet ke-7 ditemukan, planet ini diberi nama Uranus yang merupakan nama dewa Yunani. Dinamakan Uranus karena Uranus adalah ayah dari Kronos (Saturnus). Mitologi Romawi sendiri tidak memiliki padanan untuk dewa Uranus. Planet ke-8 diberi nama Neptunus, dewa laut dalam mitologi Romawi.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.indomedia.com/intisari/2001/Des/briket_kjs.htm, 18 April 2008

http://gibol.wordpress.com/2006/08/29/nasib-planet-pluto/, 18 April 2008
http://www.gsp.caltech.edu/~mbrown/sedna/sedna.skychart-big,tif,tiff, Sedna 90377.3 Juni 2007
http://www.indomedia.com/intisari/2001/Des/briket_kjs.htm, 18 April 2008

http://www.kapanlagi.com/newp/a/0000001497.html, 18. April 2008
http://mustolihbrs.wordpress.com/page/2/, 24 April 2008
kompas.com [29/08/2006]
http://tutorial.mysimplebiz.info/isi/tahukahanda8.htm, 24 April 2008
http://www.bluefame.com/lofiversion/index.php/t14364.html, 24 April 2008
http://langitselatan.com/2007/06/14/lagi-tentang-definisi-planet/; 24 April 2008

http://indoforum.org/archive/index.php/t-5413.html; 24 April 2008

http://id.wikipedia.org/wiki/Planet, 25 April 2008

http://id.wikipedia.org/wiki/planet#planet_dalam_tata_surya#planet_dalam_data_surya: 12 April 2008

TINJAUAN FILSAFAT “ MODEL PAKEM DENGAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DAN COOPERATIVE LEARNING DALAM PEMBELAJARAN SAINS DENGAN LINGKUNGAN BELAJAR SISWA

Oleh : Kusmoro

A. Pendahuluan

Salah satu kompensi guru adalah pengembangan profesi terutama dalam hal penulisan karya ilmiah. Berbicara karya ilmiah guru maka para guru peserta Diklat Pengembangan Profesi Guru mestinya dapat membuat sikap ilmiah kearah penelitian ilmiah sesungguhnya maupun aktifitas menulis ilmiah seperti artikel ilmiah, penelitian ilmiah, maupun tulisan ilmiah polpuler.
Dalam tulisan ini akan terfokus pada masalah contoh bagaimana para guru peserta Diklat Pengembangan Profesi Guru melakukan dalam mengkaji secara filsafati suatu judul penelitian dengan semestinya. Kupasan tinjauan filsafati suatu judul penelitian ini, para guru ini akan diajak menyelam mengupas menganalisis suaru judul penelitian baik dari segi ontologi, epistimologi, maupun aksiologinya. Oleh karena itu dengan tinjaun filsafati ini nantinya para guru tersebut ketika membuat suatu judul penelitian hingga kegiatan penelitian dan laporan penelitian tidak akan mendapatkan permasalahan yang berarti dan hasilnya seprti yang diharpkan dan bermanfaat dalam peningkatan mutu pendidikan
Selanjutnya contoh dalam pendahuluan peninjauan suatu judul penelitian adalah : Bermula dari pertanyaan dan ungkapan oleh Jujun S. Suriasumantri (2003: 19), yaitu “ Bagaimana caranya agar saya mendapatkan pengetahuan yang benar ? dan ketahuilah apa yang kau tahu serta ketahuilah apa yang kau tidak tahu “, maka dari itu menjadi motivasi untuk mengetahui tentang masalah penelitian yang berjudul “Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Terhadap Kompetensi Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa ”.
Di sisi lain dalam melakukan peninjauan tentang suatu masalah dalam filsafat oleh Jujun S. Suriasumantri (2003:20), harus bersifat menyeluruh, mendasar dan spekulatif. Dengan landasan filsafat tersebut maka suatu persoalan dapat diungkapkan dari apa yang diketahui dan apa yang tidak dapat langsung diketahui. Apa yang sudah diketahui pada hakekatnya adalah data awal atau kondisi / fakta awal yang ada pada objek keberadaan masalah tersebut. Sedangkan yang tidak nampak pada hakikatnya adalah sesuatu yang menjadi bahan perenungan uantuk diketahui lebih jauh sehingga menjadi sesuatu yang diketahui dan hal ini sejalan dengan ungkapan Jujun S. Suriasumantri (2003:19), yaitu “ ketahuilah apa yang kau tidak tahu “
Berdasarkan uraian di atas maka dalam pembahasan Tinjauan Filsafat Tentang Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Terhadap Kompetensi Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa dalam bentuk studi eksperimen pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/2007, akan dimulai dari fakta yang ada pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/2007 sebagai kondisi awal dan dilanjutkan dengan perlakuan yang diharapkan mampu mengungkap apa yang ingin diketahui.

B. Pembahasan

Dimulai dari pengertian filsafat menurut kalangan filosof dalam Asmal Bakhtiar (2004 : 5), adalah upaya spekulatif untuk menyajikan sesuatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realita. Dan pengertian filsafat yang laian menurut Jujun S. Suriasumantri (2003:19), yang intinya adalah penjelajahan pikiran dalam usaha merenungi dan lebih mengetahui terhadap sesuatu yang belum maupun yang sudah diketahui. Maka dapat dipertegas bahwa dalam memandang sesuatu secara filsafat selalu bersifat mendasar, menyeluruh, dan spekulatif tentang sesuatu yang dipandang atau di tinjau. Lebih lanjut pengertian filsafat ilmu menurut Herman J. Waluyo (2003:1), adalah pengkajian ilmu secara filosofis, yaitu secara menyeluruh, mendasar, dan spekulatif dengan aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologinya.
Dalam pembahasan ini yang akan ditinjau adalah Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Terhadap Kompetensi Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa dalam bentuk studi eksperimen pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/2007 dilihat dari aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologinya
1. Aspek Ontologi
Menurut Jujun S. Suriasumantri (2003 : 60), pengertian dari ontologi adalah hakikat apa yang dikaji . Sedangkan pengertian ontologi menurut Herman J. Waluyo (2003: 14), adalah bagian dari filsafat ilmu yang menelaah hakekat dan pengertian dari ilmu. Dalam ontologi dibahas juga saling keterkaitan antara ilmu dan pengetahuan (yang lebih luas), antara ilmu yang satu dan yang lain, dan batas-batas atau keterbatasan dari setiap ilmu. Dengan demikian dapat dipertegas yang dimaksud ontologi adalah bagian dari filsafat ilmu yang mengkaji tentang hakikat dan saling keterkaitan apa yang dikaji.
Dalam Tinjauan Filsafat Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Terhadap Kompetensi Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa dalam bentuk studi eksperimen pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/2007, berarti mengkaji hakikat dari fakta sekolah, hakikat dari model pembelajaran PAKEM dengan pendekatan konstruktivisme dan cooperative learning, hakikat dari kompetensi sains, dan lingkungan belajarnya dan keterkaitannya
a. Hakikat Fakta SMPN 20 Kota Pontianak
Mutu sekolah masih rendah, yang terlihat dari nilai UAN SMPN 20 Kota Pontianak juga menunjukkan hal yang belum begitu menggembirakan dari tahun ke tahun. Dimana data nilai rata-rata UAN mata pelajaran sains SMP N 20 Kota Pontianak lima tahun terkhir (2001/2002 sd. 2005/2006) adalah 4,50; 4,46; 4,50; 5,38; dan 5,03
Guru sains (IPA) mengalami problema yang serius sejalan di berlakukanya dua kurikulum disekolah yaitu untuk kelas VII menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan kelas VIII - IX tetap menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dan kebanyakan guru sains di SMPN 20 Kota Pontianak mengajar dari kelas VII hingga kelas IX, maka hal ini cukup merepotkan guru dalam membuat administrasi ataupun persiapan mengajar, apalagi bagi guru yang mengajar di dua atau tiga jenjang kelas yang menggunakan dua jenis kurikulum yang berbeda
Para guru sains di SMP N. 20 Kota Pontianak menurut Kepala Sekolah (Purwanto) dan seorang guru sains (Yudi Herdiana), dalam hal pengembangan kurikulum dan penerapannya, pengembangan model, pendekatan, strategi, metode mengajar yang inovatif, kreatif, suasana kelas belajar demokratis, penanaman keberanian siswa beraktifitas dan kreatif dalam belajar, pemajangan hasil kerja/karya, pemberian penghargaan pada pada siswa, suasana belajar yang tidak tegang, dan penciptaan lingkungan belajar yang menyenangkan dan penerapan dalam pembelajaran masih perlu diperdayakan. Menurut beberapa siswa kelas VIII kegiatan belajar dikelas cenderung membosankan dan suasana kurang enak apalagi mata pelajaran sains jarang praktikum dan yang sering penjelasan dari guru lalu disuruh mengerjakan LKS dari penerbit. Kondisi kelas baik tapi kurang membuat suasana siswa dikelas merasa nyaman. Hubungan guru dengan siswa dan siswa dengan siswa cukup baik tapi kegiatan belajar kebanyakan terkadang agak menegangkan apalagi jika mengerjakan soal latihan tidak betul saat maju didepan kelas terasa menakutkan. (Rekaman observasi LPMP Kalbar pada sekolah binaan, 8 Mei 2006).
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Depdiknas (2003, 5-6) adalah suatu realita sehari-hari, didalam suatu ruang kelas ketika sesi pembelajaran berlangsung , nampak beberapa atau sebagian besar siswa belum belajar sewaktu guru mengajar. Selama pembelajaran guru belum memperdayakan seluruh potensi dirinya sehingga sebagian besar siswa belum mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti pelajaran lanjutan. Beberapa siswa belum belajar sampai pada tingkat pemahaman. Siswa baru mampu mempelajari (baca: menghafal) fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan gagasan inovatif lainya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat menggunakan dan menerapkan secara efektif dalam pemecahan masalah sehari-hari yang konstektual.

b. Hakikat Dari Model Pembelajaran PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning
1). Hakikat Model PAKEM
Model PAKEM menurut Indra Djati Sidi(2004:3), adalah model pembelajaran yang beranggapan belajar merupakan proses aktif membangun makna / pemahaman dari informasi dan pengalaman oleh si pembelajar. Setiap anak di lahirkan memiliki rasa ingin tahu dan imajinasi. Pembelajaran memiliki rasa ingin tahu dan imajinasi, serta memiliki tujuan yang harus dicapai oleh setiap siswa dan sebagai keberlanjutan pembelajaran. Dalam pelaksanaan model PAKEM dicirikan : menggunakan berbagai metode, media, alat bantu, berisi berbagai kegiatan, sumber belajar, memperhatikan individu siswa, membuat anak tidak takut dan tidak menganggap siswa sebagai botol kosong (Indra Djati Sidi, 2004 : 5).
Sasaran dalam PAKEM adalah guru, siswa dan orang tua siswa / lingkungan. Dimana guru dalam mengajar dapat menciptakan kondisi ruangan, saat pembelajaran, dan lingkungan pembelajaran yang menjadikan siswa aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Siswa dapat terkondisikan oleh ciptaan / perencanaan guru bahkan sekolah yang efektif yang menjadikan siswa merasa aman, betah, senang, terlindungi, terlayani, tidak tertekan, merasa di manusiakan, yang intinya siswa dapat melakukan kegiatan di sekolah baik jam efektif maupun jam ekstrakurikuler dalam keadaan PAKEM. Di samping itu peran orang tua siswa dan lingkungan belajar mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses pembelajaran maka dalam hal ini orang tua siswa dan lingkungan terlibat menciptakan kondisi belajar siswa yang PAKEM tersebut.
Dalam pelaksanaan pembelajaran model PAKEM dapat menggunakan suatu pendekatan ataupun berbagai metode pembelajaran seperti yang sudah disinggung diatas. Masing-masing pendekatan pembelajaran mempunyai karakteristik yang berbeda, namun prinsipnya menjadikan siswa kompeten terhadap materi pokok yang dipelajari. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan konstruktivisme dan cooperative learning. Dimana peran dari Model PAKEM dalam pembelajaran ini adalah menciptakan/membuat suasana pembelajaran di kelas yang menjadikan siswa aktif, kreatif, efektif dalam belajar, dan senang dalam belajar, baik dari segi perencanaan , pelaksanaan, maupun evaluasinya

2). Hakikat Pendekatan Konstruktivisme
Menurut Von Glasersfeld dalam Paul Suparno (2005:18-19), konstruktivisme adalah suatu pandangan yang menekankan bahwa pengetahuan siswa adalah konstruksi (bentukan) siswa sendiri. Dalam hal ini di bentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu siswa berinteraksi dengan lingkungannya
Dalam implementasi pandangan konstruktivisme tersebut dalam penelitihan ini menggunakan model pembelajaran PAKEM dan pendekatan yang ke dua adalah pendekatan konstruktivisme. Pendekatan konstruktivisme menurut Bell, Driver & Leach dalam Hilda Karli & Margaretha SY (2003 : 2-3), adalah suatu pendekatan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (problem pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik-konflik kognitif ini hanya dapat di atasi melalui pengetahuan diri (self regulation). Dan pada akhir proses belajar, pengetahuan akan di bangun sendiri oleh siswa melalui pengalamannya sendiri dari hasil interaksi dengan lingkungannya.
Dan peran guru menurut Paul Suparno (2005 : 65-66), sebagai mediator dan fasilitasi yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik.

3). Hakikat Cooperative Learning
Berdasarkan pandangan konstruktivisme tersebut diatas maka implementasi dalam penelitihan ini menggunakan model PAKEM dan pendekatan yang ke dua adalah pendekatan cooperative learning. Menurut Slavin dalam Mey Suyanto(2006:5), pendekatan (metode) pembelajaran yang melibatkan secara aktif siswa dan menarik minat dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan cara membagi siswa dalam satu kelas menjadi kelompok-kelompok belajar yang jumlah anggotanya sedikit. Siswa akan lebih memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya. Oleh John Valzey (1987:134) mengatakan bagaimanapun sistem pengajaran kelompok (team) adalah menarik, karena sudah tentu, cara ini menyebabkan pelaksanaan prinsip fundamental pembagian kerja yang memungkinkan kerja antara siswa-siswa yang banyak berlainan. Dalam kerja kelompok menurut Dalton Plan dalam John Valzey (1987:134), siswa pada prinsipnya wajib bekerja sesuai dengan kecepatannya sendiri.
Pendekatan cooperative learning menurut Johnson & Johnson (1987) dalam Ismail (2003:18)merupakan pendekatan yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dan tujuan pemebelajaran cooperative adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif di antara anggota kelompok melalui diskusi. pembelajaran sebagian besar berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran, berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Dan oleh Johnson(1991) dalam Santoso.B (Pelangi Vol 1 N0.1 tahun 1998/1999: 6-7), esensi cooperative learning adalah tanggung jawab individu sekaligus kelompok, sehingga dalam diri siswa terbentuk sikap ketergantungan positif (positive interdependence) yang menjadikan kerja kelompok berjalan optimal. Keadaan ini ini mendorong siswa dalam kelompoknya belajar, bekerja, dan bertanggung jawab dengan sungguh-sungguh sampai dengan selesainya tugas-tugas individu dan kelompok. Oleh karena itu, siswa dalam kerja kelompok tidak menjadi “penumpang gelap”, “pasrah” kepada teman asal namanya tercantum sebagai anggota kelompok

c. Hakikat Kompetensi Sains
Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan Sains di sekolah menengah pertama diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Oleh karena itu, pendekatan yang di terapkan dalam menyajikan pembelajaran Sains oleh Indra Djati Sidi (2003:6) adalah memadukan antara pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains dalam bentuk pengalaman langsung. Hal ini juga sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa SMP yang masih berada pada fase transisi dari konkrit ke formal, akan sangat memudahkan siswa jika pembelajaran Sains mengajak anak untuk belajar merumuskan konsep secara induktif berdasar fakta-fakta empiris di lapangan.
Fungsi mata pelajaran Sains di SMP adalah: (1). Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan yang Maha Esa, (2). Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah, (3). Mempersiapkan siswa menjadi warganegara yang melek sains dan teknologi, (4). Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Tujuan pembelajaran Sains di SMP adalah sebagai berikut: (1). Menanamkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. (2). Memberikan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, prinsip dan konsep sains serta keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat. (3). Memberikan pengalaman kepada siswa dalam merencanakan dan melakukan kerja ilmiah untuk membentuk sikap ilmiah. (4). Meningkatkan kesadaran untuk memelihara dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam. (5). Memberikan bekal pengetahuan dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.
Di dalam masalah materi pokok zat dan energi (fisika) dalam pembelajarannya masih dominan aktivitas pada guru, sehingga timbul kesan fisika diajarkan dalam definisi-definisi atau pengertian-pengertian saja, bukan seperti yang di ungkapkan Jujun (2005 : 15) apa itu sains (fisika)?, bagaimana caranya mengkaji untuk mendapatkan fisika ? Dan apa manfaat atau kegunaan fisika itu dalam kehidupan sehari-hari ? Dengan demikian tidak timbul slogan sains sastra atau sejarah, dan sains gersang atau sains matematika. Hal tersebut yang menjadikan pembelajaran sains tidak menimbulkan kesan bermakna bahkan tidak menarik bagi siswa sehingga menjadikan kelas belajar tidak kondusif seperti diungkapkan oleh Megawati.R, Latifa.M, dan Dina. WF (2005:59-60) tentang ciri-ciri kelas yang kondusif.

d. Hakikat Lingkungan Belajar
Pengelolaan pembelajaran (kegiatan belajar mengajar) di kelas perlu di ciptakan, sehingga suasana pembelajaran akan tercipta dan terkondisi yang kondusif dan oleh Depdiknas(2003:19), di sarankan meliputi : pengelolaan tempat belajar/ruang kelas, pengelolaan siswa, pengelolaan kegiatan pembelajaran, pengelolaan materi pelajaran, dan pengelolaan strategi dan evaluasi pembelajaran.
Selanjutnya Indra Djati Sidi (2005:44), menguraikan bahwa guru dalam melakukan penataan lingkungan belajar dikelas yaitu dengan pengaturan tempat duduk, mengatur alat peraga, pajangan karya siswa, sudut baca, jam kehadiran, tugas awal masuk kelas, tata tertib kelas yang dibuat bersama dengan kelas, dan lain sebagainya. Dengan pengelolaan pembelajaran yang kondusif maka dalam proses pembelajaran siswa akan termotivasi dalam belajar. Dalam hal ini seorang guru dituntut untuk dapat membangkitkan motivasi belajar pada diri siswa.
Dalam lingkungan belajar yang di ciptakan sedemikian rupa sehingga menjadikan siswa aktif, kreatif , efektif dalam pembelajaran, dan senang dalam belajar akan dilihat kontribusinya dalam kompetensi sains siswa. Dalam penelitian ini kontribusi lingkungan belajar tersebut akan dilihat dari persepsi siswa tentang lingkungan belajar tersebut, yang di kategorikan persepsi siswa yang menyatakan mendukung dan kurang mendeukung kompetensi sains siswa terhadap prestasi siswa

e. Keterkaitan antara a, b, c, dan d

Pada model PAKEM menurut Indra Djati Sidi(2004:3), yang intinya adalah model yang diterapkan dengan mengkondisikan atau suasana pembelajaran yang didukung oleh lingkungan belajar dimana guru dan setiap siswa memiliki tujuan yang harus dicapai oleh setiap siswa dan sebagai keberlanjutan pembelajaran. Pada pendekatan konstruktivisme Bell, Driver & Leach dalam Hilda Karli & Margaretha SY (2003 : 2-3),yang intinya adalah suatu pendekatan tentang proses pembelajaran diawali dengan terjadinya konflik-konflik kognitif dan hanya dapat di atasi melalui pengetahuan diri (self regulation) siswa melalui pengalamannya sendiri dari hasil interaksi dengan lingkungannya sehingga siswa kompeten. Sedangkan pendekatan cooperative learning oleh Johnson & Johnson (1987) dalam Ismail (2003:18), yang intinya merupakan pendekatan yang mengutamakan adanya kerjasama, dengan tujuan pembelajaran membangkitkan interaksi yang efektif di antara anggota kelompok melalui diskusi. pembelajaran sebagian besar berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran, berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas), yang pada akhirnya siswa mampu.
Selanjutnya Indra Djati Sidi (2005:44), yang intinya menegaskan bahwa guru dalam melakukan penataan lingkungan belajar di kelas adalah untuk menjadikan siswa belajar dengan suasana aktif, kreatif, belajar yang efektif, dan belajar dengan senang tanpa tekanan yang mendukung model, pendekatan , dan metode yang digunakan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dimana peran guru dalam hal ini menurut Paul Suparno (2005: 65-66), sebagai mediator dan fasilitasi yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik
Keterkaitan antar variabel yang telah diuraikan diatas ditunjukan dalam bentuk rumusan sebagai berikut :
1. Pengaruh pembelajaran yang menggunakan model PAKEM dengan pendekatan konstruktivisme terhadap kompetensi belajar sains siswa
2. Pengaruh pembelajaran yang menggunakan model PAKEM dengan cooperative learning terhadap kompetensi belajar sains siswa
3. Keterkaitan antara lingkungan belajar terhadap kompetensi belajar sains siswa
4. Interaksi antara penggunaan model PAKEM dengan pendekatan konstruktivisme dan coopretive learning dengan lingkungan belajar terhadap kompetensi belajar sains siswa

2. Aspek Epistemologi
Menurut Jujun S. Suriasumantri (2003 : 100), pengertian epistemologi adalah cara mendapatkan pengetahuan yang benar. Terkait dengan penelitian yang sedang dibahas yaitu termasuk penelitian kuantitatif maka menurut Herman J. Waluyo (2003: 29), untuk mendapatkan pengetahuan yang benar dengan digunakan metode keilmuan, sarana berpikir keilmuan dan statistik sebagai sarana ilmu-ilmu kuantitatif. Metode keilmuan adalah suatu proses mendapatkan ilmu yang pada prinsipnya menggunakan langkah-langkah deduktif dan induktif.
Dalam mendapatkan ilmu di penelitian ini digunakan proses berfikir deduktif, yaitu dalam menurunkan hipotesis penelitian yang didasrkan pada teori-teori tentang variabel-variabel yang dibahas. Sedangkan proses berfikir induktif digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini, yaitu menggunakan data impiris dari sampel penelitian dengan uji statistik ANAVA dua jalan untuk menggeneralisasi keberlakuan hipotesis dalam populasi. Jika dalam populasi ternyata hipotesis yang diturunkan secara deduktif diterima/ditolak secara signifikan ini berarati diperoleh sebuah teori tentang hubungan antara veriabel-variabel penelitihan ini.

3. Aspek Aksiologi
Pengertian aksiologi ilmu menurut Herman J. Waluyo (2003: 68), adalah bagian filsafat ilmu yang membicaqrakan tentang nilai keguanaan dari ilmu yang sebenarnya, secara umum memiliki kesamaan dengan nilai keguanaan dari cabang manusia yang lain, yaitu untuk kemaslahatan atau kebaikan manusia dan kemanusiaan, untuk meningkatakan martabat manusia, untuk memajukan peradaban manusia tanpa mengabaikan nilai-nilai keluhurannya. Sedangkan menurut Jujun S. Suriasumantri (2003 : 227), aksiologi adalah nilai kegunaan ilmu. Dengan demikaian yang dimaksud aksiologi dari penelitian Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Terhadap Kompetensi Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa dalam bentuk studi eksperimen pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/200, adalah nilai kegunaan/manfaat dari penelitian tersebut
Adapun kegunaan/manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :
Manfaat Teoritis :
a. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran yang menggunakan model PAKEM dengan pendekatan konstruktivisme dan coopretive learning terhadap kompetensi belajar sains siswa
b. Untuk mengetahui pengaruh antara lingkungan belajar yang memotivasi belajar tinggi dan rendah terhadap kompetensi belajar sains siswa.
c. Untuk melihat dan menganalisis interaksi antara penggunaan model PAKEM dengan pendekatan kontruktivisme dan cooperative learning dengan lingkungan belajar terhadap kompetensi belajar sains siswa.
Manfaat praktis :
d. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap upaya peningkatan kompetensi siswa dalam pembelajaran (mutu pendidikan)
e. Memberikan gambaran implementasi model PAKEM dengan pendekatan tertentu dalam pembelajaran
f. Memotivasi para guru sains khususnya dan guru-guru yang lain pada umumnya untuk melakukan kreativitas dan inovasi dalam pembelajaran terutama dalam pengembangan dan implementasi model pembelajaran sesuai dengan karakteristik KD / materi pokok / materi ajar yang hendak diajarkan dan juga karakteristik siswanya.
g. Memberikan masukan bagi para guru sains pada khususnya dan para guru yang lain pada umumnya dalam memilih metode, strategi, pendekatan, dan model pembelajaran guna meningkatkan kualitas pembelajaran sesuai dengan kondisi yang ada.
h. Memberikan wacana / pemikiran bagi para guru sains pada khususnya dan dan pada umumnya para guru yang lain untuk menciptakan suasana pembelajaran di kelas siswa dapat merasa tidak tertekan, kondisi demokratis, senang, dan dapat aktif, kreatif, serta pembelajaran berjalan dengan efektif sesuai dengan tuntutan kurikulum yang diberlakukan yaitu KBK ataupun KTSP.
i. Sebagai bahan pertimbangan bagi para guru sains tentang penelitihan model, pendekatan, dan lingkungan belajar yang digunakan dalam pembelajaran sains di SMP

C. Penutup

Kesimpulan dari Tinjauan Filsafat Tentang Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Terhadap Kompetensi Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa dalam bentuk studi eksperimen pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/2007, akan dimulai dari fakta yang ada pada siswa kelas IX SMP N 20 Kota Pontianak Tahun Ajaran 2006/2007, dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Secara ontologi , fakta menunjukan bahwa kondisi dari variabel-variabel bebas itu lemah
2. Secara epistemologi, dalam mendapatkan ilmu di penelitian ini digunakan proses berfikir deduktif dan induktif. Proses berpikir deduktif untuk menurunkan hipotesis penelitian. Sedangkan proses berfikir induktif untuk menarik kesimpulan penelitian berdasarkan data impiris.
3. Secara aksiologi, tinjauan kebermanfaatan penelitian baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis untuk melihat pengaruh dan interaksi antar varibel dalam penelitian ini. Sedangkan secara praktis untuk memberi sumbangan pemikiran pada praktisi pendidik , para peneliti pendidikan, dan para pengambil kebijakan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Asmal Bakhtiar (2004), Filsafat Ilmu. Jakarta : Devisi Buku Perguruan Tinggi PT. Raja Grafindo Persada.
Hilda Karli dan Margaretha S.Y (2002), Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : Bina Media Informasi
Herman J. Waluyo (2003), Pengantar Filsafat Ilmu. Salatiga : Widya sari Press
Indra Djati Sidi (2003), Ketentuan Umum Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta Dikdasmen
________ (2003), Pelayanan Profesional Kurikulum 2004, Kegiatan Belajar Mengajar Yang Efektif. Jakarta : PLP
________ (2004), Pedoman Pembuatan Laporan Hasil Belajar. Jakarta : Dikdasmen- PLP
________ (2005), Paket Pelatihan Awal Untuk Sekolah Dan Masyarakat (Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan Anak Program Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta : Dikdasmen
Ismail (2003), Model-model Pembelajaran. Jakarta : PLP
John Valzey (1987), Pendidikan di Dunia Modern. Jakarta : Gunung Agung
M. Sobary Sutikno (2003), Model Pembelajaran Interaksi Sosial Pembelajaran Efektif dan Retorika. Mataram : Nusa Tenggara Pratama Press
Melvin L. Silberman (1996), Active Leaning 101 Strategies to Teach Any Subject. Boston : Allyn and Bacon
____________ (1996), Active Leaning, 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Terjemahan Raisul Muttaqien (2006). Bandung : Nusa Media
Mulyasa (2006), Kurikulum Yang Disempurnakan. Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung : Remaja Rosdakarya
Megawati.R, Latifa.M, dan Dina.WF (2005), Pendidikan Holistik. Jakarta: Indonesia Heritage Faundation
Paul Suparno (2006), Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
___________ (2005) , Guru Demokratis Di Era Reformasi. Jakarta : Grasindo
Paul Suparno, dkk (2006), Reformasi Pendidikan Sebuah Rekomendasi. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Santoso.B ( Pelangi Vol 1 N0.1 tahun 1998/1999), Efektifitaf Penggunaan Model Pembelajaran Cooperative Learning Jagsaw Pada Pembelajaran Sains. Jakarta : Pelangi
Thomas M. Duffy, et.al (editor).1991, Designing Environments For Constructive Learning. New York: Springer-Verlag
Ujang Sukandi ( 2003), HO.Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Belajar Aktif. Jakarta : Puskur