Rabu, 24 September 2008

UPAYA MENJADIKAN DIKLAT BERMAKNA

Oleh : Kusmoro

A. Pendahuluan
Pendidikan dan pelatihan bagi para tenaga pendidik dan kependidikan di LPMP Kalbar untuk mencapai diklat yang bermakna maka diperlukan dukungan yang semestinya. Dukungan diklat dapat berupa kebijakan, sarana pendukung seperti media, bahan ajar, dan perpustakan serta laboratorium, lingkungan belajar yang tertata sedemikian rupa. Namun demikian pada kajian saat ini yang dibicarakan adalah bagaimana menata lingkungan belajar dalam diklat yang bermakna?. Dimana disana sini jika berbicara lingkungan belajar diklat pasti berkait dengan bagaimana setting kelas yang ditata sesuai dengan strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran yang digunakan widyaiswara. Padahal peran lingkungan belajar berdasarkan empiris besar pengaruhnya untuk menjadikan suasana pembelajaran diklat mempunyai makna yang begitu menarik bagi peserta diklat. Dari uraian awal maka, bagaimana menata kelas diklat yang menjadikan diklat bermakna terutama bagi peserta diklat ?
B. Pembahasan
Lingkungan belajar menurut Muhammad Saroni (2006:82-84), adalah ”segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Lingkungan ini mencakup dua hal utama, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial, kedua aspek lingkungan tersebut dalam proses pembelajaran haruslah saling mendukung, sehingga peserta diklat merasa krasan di kelas dan mau mengikuti proses pembelajaran secara sadar dan bukan karena tekanan ataupun keterpaksaan.” Oleh karena itu dalam hal ini lingkungan belajar mempunyai kontribusi yang cukup besar. Dalam kegiatan menata lingkungan belajar maka lingkungan belajar dalam hal ini dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Lingkungan fisik, lingkungan yang memberi peluang gerak dan segala aspek yang berhubunga dengan upaya penyegaran pikiran bagi peserta diklat setelah mengikuti proses pembelajaran yang sangat membosankan. Lingkungan fisik ini meliputi saran prasarana pembelajaran yang di miliki lembaga atau tempat diklat seperti lampu, ventilasi, bangku, dan tempat duduk yang sesuai untuk peserta diklat, dan lain sebagainya.
2. Lingkungan sosial, lingkungan yang berhubungan dengan pola interaksi antarpersonil yang ada di lingkungan lembaga diklat secara umum. Lingkungan sosial yang baik memungkinkan para peserta diklat untuk berinteraksi secara baik, peserta diklat dengan widyaiswara, widyaiswara dengan peserta diklat, widyaiswara dengan widyaiswara, atau widyaiswara dengan karyawan, dan peserta diklat dengan karyawan, serta secara umum interaksi antar personil. Kondisi pembelajaran yang kondusif hanya dapat dicapai jika interaksi sosial ini berlangsung secara baik. Lingkungan sosial yang kondusif dalam hal ini, misalnya adanya keakraban yang proporsional antara widyaiswara dan peserta diklat dalam proses pembelajaran.”
Dari kedua jenis lingkungan tersebut maka terlihat diperlukan adanya penataan lingkungan belajar baik secara fisik maupun sosial. Padahal menata lingkungan belajar pada hakekatnya melakukan pengelolaan lingkungan belajar. Aktivitas widyaiswara dalam menata lingkungan belajar lebih terkonsentrasi pada pengelolahan lingkungan belajar di dalam kelas. Oleh karena itu widyaiswara dalam melakukan penataan lingkungan belajar dikelas tiada lain melakukan aktivitas pengelolaan kelas atau manajemen kelas (classroom management). Menurut Milan Rianto(2007:1), pengelolaan kelas merupakan upaya pendidik(widyaiswara) untuk menciptakan dan mengendalikan kondisi belajar serta memulihkannya apabila terjadi gangguan dan/atau penyimpangan, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. Optimalisasi proses pembelajaran menunjukan bahwa keterlaksanaan serangkaian kegiatan pembelajaran (instructional activities) yang sengaja direkayasa oleh widyaiswara dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam memfasilitasi peserta diklat sampai dapat meraih hasil belajar sesuai harapan. Hal ini dimungkinkan, karena berbagai macam bentuk interaksi yang terbangun memberikan kemudahan bagi peserta diklat untuk memperoleh pengalaman belajar (learning experiences) dalam rangka menumbuh-kembangkan kemampuannya (kompetensi - competency), yaitu spiritual, mental: intelektual, emosional, sosial, dan fisik (indera) atau kognitif, afektif, dan psikomotorik. Indra Djati Sidi (2005:148–150), menegaskan dalam menata lingkungan belajar di kelas yang menarik minat dan menunjang peserta diklat dalam pembelajaran erat kaitannya dengan keadaan lingkungan fisik kelas, pengaturan ruangan, pengelolaan peserta diklat dan pemanfaatan sumber belajar, pajangan kelas, dan lain sebagainya.” Oleh karena itu dapat ditegaskan lebih lanjut bahwa secara fisik lingkungan belajar harus menarik dan mampu membangkitkan gairah belajar serta menghadirkan suasana yang nyaman untuk belajar. Kelas belajar harus bersih, tempat duduk di tata sedemikia rupa agar anak bisa melakukan aktivitas belajar dengan bebas. Dinding kelas di cat berwarna sejuk, terpampang gambar-gambar atau foto yang mendukung kegiatan belajar seperti gambar pahlawan, lambang negara, presiden dan wakil presiden, kebersihan lingkungan, famlet narkoba, dan sebagainya.Penataan lingkungan belajar tiada lain adalah penciptaan kondisi pembelajaran yang efektif. Kondisi pembelajaran efektif adalah kondisi yang benar-benar kondusif, kondisi yang benar-benar sesuai dan mendukung kelancaran serta kelangsungan proses pembelajaran. Oleh karena itu maka dapat dikatakan bahwa lingkungan belajar merupakan situasi buatan yang menyangkut lingkungan fisik maupun yang menyangkut lingungan sosial. Dengan demikian lingkungan belajar dapat diciptakan sedemikain rupa, sehingga mampu memfasilitasi siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar. Selanjutanya lingkungan belajar dapat dilihat dari interaksi belajar mengajar yang merupakan konteks terjadinya pengalaman belajar, dan dapat berupa lingkungan fisik dan lingkungan non fisik. Berdasarkan uraian tentang lingkungan belajar tersebut diatas maka dapat disarikan bahwa lingkungan belajar yang di kelola adalah terutama bagaimana mengemas suasana kelas belajar, kelas belajarnya, dan sumber-sumber belajar yang ada di kelas ataupun yang dapat diadakan dari dibuat / alam lingkungan kelas. Lingkungan belajar dalam hal terutama di kelas adalah sesuatu yang diupayakan atau diciptakan oleh guru agar proses pembelajaran kondusif dapat mencapai tujuan pembelajaran yang semestinya. Lingkungan belajar di kelas sebagai situasi buatan yang berhubungan dengan proses pembelajaran atau konteks terjadinya pengalaman belajar. Yang termasuk lingkungan fisik tersebut diantanya adalah kelas, perpustakaan, laboratorium, tata ruang, situasi fisik yang ada di sekitar kelas, dan sebagainya.”Dari uraian di atas maka dapat disarikan bahwa lingkungan fisik adalah lingkungan yang ada disekitar siswa belajar berupa sarana fisik baik yang ada dilingkup sekolah maupun yang dilingkungan sekolah termasuk dimasyarakat siswa berada. Dalam uraian ini lingkungan fisik lebih ditekankan pada lingkungan fisik dalam ruang kelas belajar, alat/media belajar yang ada , dan alat/media belajar yang dapat dibuat sendiri/diambil lingkungan. Kondisi pembelajaran yang kondusif hanya dapat dicapai jika interaksi sosial ini berlangsung secara baik. Oleh karena itu dalam lingkungan sosial kelas hendaknya juga diciptakan sekondusif mungkin, agar suasana kelas dapat digunakan sebagai ajang dialog mendalam dan berpikir kritis yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip manusiawi, empati, dan lain-lain, demokratis serta religius. Selanjutnya lingkungan non fisik/lingkungan sosial dapat dikembangkan fungsinya yaitu untuk menciptakan suasana belajar yang nyaman dan kondusif seperti adanya musik yang digunakan sebagai latar pada saat interaksi belajar mengajar berlangsung. Musik tersebut digunakan menjadika suasana belajar terasa santai, siswa dapat belajar dan siap terkonsentrasi.Dari uraian tersebut di atas maka dapat dipertegas bahwa lingkungan sosial kelas adalah upaya penciptaan suasana belajar atau suasana kelas belajar sehingga interaksi di dalam kelas kondusif. Di mana suasana kelas belajar berlangsung santai bermakna, demokratis, adil, religius, dan siswa dapat belajar dan siap untuk berkonsentrasi. Di samping itu ketika peserta diklat sedang bekerja /mengerjakan suatu masalah dapat diputarkan musik belajar. Dalam hal ini tugas widyaiswara adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta diklat, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai, juga selain menyampaikan materi diklat yang berupa berbagai rana pengetahuan tetapi juga menciptakan dan mengatur lingkungan belajar terutama di kelas, dan strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar.” Oleh karena itu peran widyaiswara harus bisa membiasakan pengaturan peran serta/ tanggung jawab tiap peserta diklat terhadap terciptanya lingkungan fisik kelas yang diharapkan dan suasana lingkungan sosial kelas yang menjadikan proses pembelajaran bagi tiap peserta diklat menjadi bermakna. Dengan terciptanya tanggung jawab bersama antara peserta diklat dan widyaiswa serta pengelola kelas dari lembaga maka kebersaman akan terbentuk sehingga hal (lingkungan belajar) untuk menjadikan pembelajaran berenergi menjadi tuntutan tiap peserta diklat. Hal yang menjadikan pembelajaran berenergi adalah tanggung jawab bersama dari semua yang terlibat dalam berjalannya kegiatan diklat. Dengan demikian untuk menata lingkungan pembelajaran bermakna maka diperlukan pengaturan lingkungan fisik dan sosial yang saling mendukung
C. Penutup
Ketercapaian pembelajaran tidak terlepas dengan upaya penataan lingkungan belajar diklat yang dirancang sedemikian rupa mempunyai makna bagi peserta diklat. Keramahan dalam pelayanan prima sebagai bentuk nyata penataan lingkungan belajar yang mendukung ketercapainya pembelajaran. Untuk penataan lingkungan belajar diperlukan kerjasama atau peran kuat lembaga dalam menyetting kelas sesuai kebutuhan peserta diklat dan masukan dari para widyaiswara
DAFTAR PUSTAKA
Conny Semiawan, dkk (1992), Pendidikan Ketrampilan Proses, Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. Jakarta : PT Gramedia

DePorter Bobbi, Reardon Mark & Singer Sarah-Nuurie (2001), Quantum Teaching (Memperhatikan Quantum Learning Di Ruang-ruang Kelas). Terjemahan Ary Nilandri. Bandung: Kaifa
I Made Alit Mariana (2005), HO. Science For All. Bandung, PPPG IPA

Mulyasa (2006), Kurikulum Yang Disempurnakan. Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung : Remaja Rosdakarya

Milan Rianto (2007), Pengelolaan Kelas Model Pakem. Jakarta : Dirjen PMPTK

Paul Suparno (2005), Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius

Kusmoro (2008), Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Dalam Pembelajaran Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa. Tesis UNS: Tidak Diterbitkan.

Minggu, 03 Agustus 2008

PENATAAN LINGKUNGAN BELAJAR DALAM PAKEM

Oleh : Kusmoro

A. Pendahuluan
Suatu kenyataan yang terjadi dalam kehidupan pembelajaran dewasa ini bahwa hasil pembelajaran banyak dipengaruhi oleh proses pembelajaran siswa, perencanaan pembelajaran, dan penataan lingkungan baik belajar maupun sosial dalam kelas, yang selanjutnya akan berdampak pada kualitas hasil belajar siswa. Berdasarkan pengamatan dialog dengan beberapa peserta Diklat PAKEM dan KTSP tahun 2006 di LPMP Kalbar dan hasil penelitian dilapangan pelaksanaan pembelajaran dibeberapa sekolah SD-SLTA di Kalbar(Seksi Kajian LPMP Kalbar, 2006), diperoleh bahwa pelaksanaan pembelajaran kurang memberdayaan lingkungan belajar, lingkungan belajar siswa disekolah baik di kelas maupun dilingkungan kelas kurang ditata sedemikian rupa yang mendukung proses pembelajaran di kelas, dan para guru dalam mengajar menggunakan model atau pendekatan pembelajaran mengikuti yang sedang dikembangkan namun tidak dibarengi dengan setting kelas yang dituntut oleh model atau pendekatan yang digunakan tersebut
Oleh karena itu para guru pada umumnya dan para guru peserta Diklat PAKEM dan KTSP dari tulisan ini mestinya dapat menyikapi dalam hal bagaimana membuat setting pembelajaran yang bernuansa PAKEM. Dalam pelaksanann model PAKEM ini para guru peserta Diklat nantinya dilapangan disarankan dapat dengan penggunaan metode belajar, media, pendekatan, pelaksanaan penilaiannya yang begitu penuh dengan nuansa kompetisi dan demokratis, bervariasi, serta sesuai dengan tuntutan para siswa dan jaman serta menyenangkan
Dalam teori belajar konstruktivisme individual (teori konstruktivisme Piaget), yang menekankan bahwa pengetahuan kita itu adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri dan teori belajar konstruktivisme sosial(teori konstruktivisme Vygotsky), yang menekankan perlunya interaksi sosial, juga menurut Von Glasersferld mengatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu dia berinteraksi dengan lingkungannya (Kusmoro,2008:26). Penerapan proses pembelajaran yang memberikan keluasan kepada siswa untuk aktif membangun kebermaknaan sesuai dengan pemahaman yang telah mereka miliki menurut Whandi (http://www.whandi.net/: 12 Januari 2007), memerlukan serangkaian kesadaran akan makna bahwa pengetahuan tidak bersifat obyektif dan stabil, tetapi bersifat temporer dan tidak menentu, tergantung dari persepsi subyektif individu dan individu yang berpengetahuan menginterprestasikan serta mengkonstruksi suatu realisasi berdasarkan pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan. Pembelajaran konstruktifis sebagai salah satu pendekatan dalam menciptakan proses pembelajaran yang memberikan keleluasaan kepada siswa untuk aktif membangun kebermaknaan sesuai dengan pemahaman yang mereka miliki.Selain itu juga untuk mengembangkan wawasan tentang ragam sistem pembelajaran beserta subtansi pola yang ditawarkan. Sehingga akan menghasilkan hasil belajar yang efektif dan memberikan manfaat bagi peserta didik .
Menurut Milan Rianto(2007:1), tingkat keberhasilan pembelajaran amat ditentukan oleh kondisi yang terbangun selama pembelajaran. Kondisi pembelajaran yang semakin kondusif, maka tingkat keberhasilan peserta didik dalam belajarnya akan semakin tinggi dan sebaliknya. Atau terciptanya kondisi pembelajaran yang efektif akan menjadikan proses pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien dan peserta didik berhasil dalam mewujudkan tujuan/kompetensi yang diharapkan sebagai dampaknya.
Menurut Reigeluth (1983) dalam Milan Rianto(2007:1), hasil belajar peserta didik yang efektif, efisien dan mempunyai daya tarik dipengaruhi oleh kondisi pembelajaran. Kondisi ini berada di luar jangkauan pendidik. Kemunculannya sulit diprediksi karena dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik peserta didik dan materi ajar sebagai sarana intervensi kompetensinya.
Kendatipun demikian, pendidik secara preventif perlu berupaya bagaimana menciptakan kondisi yang kondusif, menyenangkan, menantang, sehingga materi ajar yang disajikan dapat mengintervensi kompetensi yang diharapkan dalam diri peserta didik. Melalui serangkaian kegiatan pembelajaran yang berlangsung dalam kondisi yang menyenangkan akan berpeluang bagi peserta didik untuk dapat mengungkap arti dan makna yang berbeda atas interpretasinya terhadap obyek, materi yang tersajikan.
Untuk menciptakan kondisi tersebut, pendidik pada umumnya dan terutama peserta Diklat PAKEM dan KTSP perlu melakukan pengelolaan terhadap sarana dan prasarana kelas yang tersedia serta mencegah dan/atau mengendalikan timbulnya perilaku peserta didik yang mengganggu aktivitas selama proses pembelajaran.
B. Pembahasan
1. Pengertian Menata Lingkungan Belajar
Menata lingkungan belajar pada hakekatnya melakukan pengelolaan lingkungan belajar. Aktivitas guru dalam menata lingkungan belajar lebih terkonsentrasi pada pengelolaan lingkungan belajar di dalam kelas. Oleh karena itu guru dalam melakukan penataan lingkungan belajar dikelas tiada lain melakukan aktivitas pengelolaan kelas atau manajemen kelas (classroom management). Menurut Milan Rianto(2007:1), pengelolaan kelas merupakan upaya pendidik untuk menciptakan dan mengendalikan kondisi belajar serta memulihkannya apabila terjadi gangguan dan/atau penyimpangan, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. Optimalisasi proses pembelajaran menunjukan bahwa keterlaksanaan serangkaian kegiatan pembelajaran (instructional activities) yang sengaja direkayasa oleh pendidik dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam memfasilitasi peserta didik sampai dapat meraih hasil belajar sesuai harapan. Hal ini dimungkinkan, karena berbagai macam bentuk interaksi yang terbangun memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar (learning experiences) dalam rangka menumbuh-kembangkan kemampuannya (kompetensi - competency), yaitu spiritual, mental: intelektual, emosional, sosial, dan fisik (indera) atau kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Indra Djati Sidi (2005:148–150), menegaskan dalam menata lingkungan belajar di kelas yang menarik minat dan menunjang siswa dalam pembelajaran erat kaitannya dengan keadaan lingkungan fisik kelas, pengaturan ruangan, pengelolaan siswa dan pemanfaatan sumber belajar, pajangan kelas, dan lain sebagainya.” Oleh karena itu dapat ditegaskan lebih lanjut bahwa secara fisik lingkungan belajar harus menarik dan mampu membangkitkan gairah belajar serta menghadirkan suasana yang nyaman untuk belajar. Kelas belajar harus bersih, tempat duduk di tata sedemikia rupa agar anak bisa melakukan aktivitas belajar dengan bebas. Dinding kelas di cat berwarna sejuk, terpampang gambar-gambar atau foto yang mendukung kegiatan belajar seperti gambar pahlawan, lambang negara, presiden dan wakil presiden, kebersihan lingkungan, famlet narkoba, dan sebagainya.
2. Pengertian lingkungan belajar
Salah satu aspek penting keberhasilan dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru menurut Muhammad Saroni (2006:81-82), adalah ”penciptaan kondisi pembelajaran yang efektif. Kondisi pembelajaran efektif adalah kondisi yang benar-benar kondusif, kondisi yang benar-benar sesuai dan mendukung kelancaran serta kelangsungan proses pembelajaran. ”
Indra Djati Sidi (1996) dalam Cope (No. 02 tahun VI Desember 2002 : 36), menegaskan ”bahwa dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, setiap guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, suasana interaksi belajar mengajar yang hidup, mengembangkan alat peraga yang sesuai, memanfaatkan sumber belajar yang sesuai, memotivasi siswa untuk berpartisipasi dalam proses belajar mengajar, dan lingkungan belajar di kelas yang kondusif.”
Agar pembelajaran benar-benar kondusif maka guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan kondisi pembelajaran tersebut. Diantara yang dapat diciptakan guru untuk kondisi tersebut adalah penciptaan lingkungan belajar. Lingkungan belajar menurut Muhammad Saroni (2006:82-84), adalah
”segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Lingkungan ini mencakup dua hal utama, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial, kedua aspek lingkungan tersebut dalam proses pembelajaran haruslah saling mendukung, sehingga siswa merasa krasan di sekolah dan mau mengikuti proses pembelajaran secara sadar dan bukan karena tekanan ataupun keterpaksaan.”

Dari kutipan tersebut maka dapat dikatakan bahwa lingkungan belajar merupakan situasi buatan yang menyangkut lingkungan fisik maupun yang menyangkut lingungan sosial. Dengan demikian lingkungan belajar dapat diciptakan sedemikain rupa, sehingga mampu memfasilitasi siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar. Selanjutanya lingkungan belajar dapat dilihat dari interaksi belajar mengajar yang merupakan konteks terjadinya pengalaman belajar, dan dapat berupa lingkungan fisik dan lingkungan non fisik.
Menurut I Made Alit Mariana(2005:13), lingkungan belajar dapat merefleksikan ekspetasi yang tinggi untuk kesuksesan seluruh siswa. Lingkungan tersebut mengacu pada ruang secara fisik tempat belajar, lingkungan sosial dan psikologi siswa yang mendorong belajar, perlakuan dan etika dalam menggunakan mahluk hidup, dan keamanan (dalam area belajar yang berhubungan dengan pembelajaran sains).
Berdasarkan uraian pendapat tentang lingkungan belajar tersebut diatas maka dapat disarikan bahwa lingkungan belajar yang di kelola adalah terutama bagaimana mengemas suasana kelas belajar, kelas belajarnya, dan sumber-sumber belajar yang ada di sekolah ataupun yang dapat diadakan dari dibuat / alam lingkungan sekolah. Lingkungan belajar dalam hal terutama di kelas adalah sesuatu yang diupayakan atau diciptakan oleh guru agar proses pembelajaran kondusif dapat mencapai tujuan pembelajaran yang semestinya.
Lingkungan belajar di kelas sebagai situasi buatan yang berhubungan dengan proses pembelajaran atau konteks terjadinya pengalaman belajar, dapat di klasifikasikan yang menyangkut : 1) lingkungan (keadaan) fisik, dan 2) lingkungan sosial
a.Lingkungan fisik
Menurut Muhammad Saroni (2006:82-83), yang intinya bahwa “lingkungan fisik adalah lingkungan yang memberi peluang gerak dan segala aspek yang berhubunga dengan upaya penyegaran pikiran bagi siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang sangat membosankan. Lingkungan fisik ini meliputi saran prasarana pembelajaran yang di miliki sekolah seperti lampu, ventilasi, bangku, dan tempat duduk yang sesuai untuk siswa, dan lain sebagainya.” Hal yang senada Suprayekti (2003:18), juga menegaskan bahwa :
“lingkungan fisik yaitu lingkungan yang ada di sekitar siswa baik itu di kelas, sekolah, atau di luar sekolah yang perlu di optimalkan pegelolaannya agar interaksi belajar mengajar lebih efektif dan efisien. Artinya lingkungan fisik dapat difungsikan sebagai sumber atau tempat belajar yang direncanakan atau dimanfaatkan. Yang termasuk lingkungan fisik tersebut diantanya adalah kelas, laboratorium, tata ruang, situasi fisik yang ada di sekitar kelas, dan sebagainya.”

Dari uraian di atas maka dapat disarikan bahwa lingkungan fisik adalah lingkungan yang ada disekitar siswa belajar berupa sarana fisik baik yang ada dilingkup sekolah maupun yang dilingkungan sekolah termasuk dimasyarakat siswa berada. Dalam uraian ini lingkungan fisik lebih ditekankan pada lingkungan fisik dalam ruang kelas belajar di sekolah, alat/media belajar yang ada , dan alat/media belajar yang dapat dibuat sendiri/diambil lingkungan
b. Lingkungan sosial
Muhammad Saroni (2006:83), menjelaskan bahwa :
”dalam lingkungan sosial berhubungan dengan pola interaksi antarpersonil yang ada di lingkungan sekolah secara umum. Lingkungan sosial yang baik memungkinkan para siswa untuk berinteraksi secara baik, siswa dengan siswa, guru dengan siswa, guru dengan guru, atau guru dengan karyawan, dan siswa dengan karyawan, serta secara umum interaksi antar personil. Dan kondisi pembelajaran yang kondusif hanya dapat dicapai jika interaksi sosial ini berlangsung secara baik. Lingkungan sosial yang kondusif dalam hal ini, misalnya adanya keakraban yang proporsional antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran.”

Oleh karena itu dalam lingkungan sosial kelas hendaknya juga diciptakan sekondusif mungkin, agar suasana kelas dapat digunakan sebagai ajang dialog mendalam dan berpikir kritis yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip manusiawi, empati, dan lain-lain, demokratis serta religius. Selanjutnya lingkungan non fisik/lingkungan sosial dapat dikembangkan fungsinya yaitu untuk menciptakan suasana belajar yang nyaman dan kondusif seperti adanya musik yang digunakan sebagai latar pada saat interaksi belajar mengajar berlangsung. Musik tersebut digunakan menjadika suasana belajar terasa santai, siswa dapat belajar dan siap terkonsentrasi.
Dari uraian tersebut di atas maka dapat dipertegas bahwa lingkungan sosial kelas adalah upaya penciptaan suasana belajar atau suasana kelas belajar sehingga interaksi di dalam kelas kondusif. Di mana suasana kelas belajar berlangsung santai bermakna, demokratis, adil, religius, dan siswa dapat belajar dan siap untuk berkonsentrasi. Di samping itu ketika siswa sedang bekerja /mengerjakan suatu masalah dapat diputarkan musik belajar.
Dalam hal ini tugas guru menurut Mulyasa (2006:210&218), adalah ”memberikan kemudahan belajar kepada siswa, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai, juga selain menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan tetapi juga menciptakan dan mengatur lingkungan belajar terutama di kelas, dan strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar.” Oleh karena itu peran guru harus bisa membiasakan pengaturan peran serta/ tanggung jawab tiap siswa terhadap terciptanya lingkungan fisik kelas yang diharapkan dan suasana lingkungan sosial kelas yang menjadikan proses pembelajaran bagi tiap siswa menjadi bermakna. Dengan terciptanya tanggung jawab bersama antara siswa dan guru maka kebersaman akan terbentuk sehingga hal (lingkungan belajar) untuk menjadikan pembelajaran berenergi menjadi tuntutan tiap siswa. Hal yang menjadikan pembelajaran berenergi adalah tanggung jawab bersama tiap siswa

2. Karakteristik dan keterkaitan lingkungan terhadap pembelajaran dalam PAKEM
a. Karakteristik lingkungan pembelajaran PAKEM
Dalam penelitian Walberg dan Greenberg (1997) dalam DePorter Bobbi, Reardon Mark, Singer Sarah–Nuurie (2001:19-39), menunjukkan bahwa lingkungan sosial atau suasana kelas adalah penentu psikologis utama yang mempengaruhi belajar akademis. Di mana suasana keadaan ruangan menunjukkan arena belajar yang dipengaruhi emosi. Sedangkan Indra Djati Sidi (2003:4), menegaskan bahwa ”lingkungan PAKEM merupakan lingkungan belajar yang dapat lebih menunjang pengembangan ketrampilan, pengetahuan dan sikap yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.” Dalam pengelolaan tempat belajar yang menjadikan PAKEM sangat tergantung terhadap strategi yang akan digunakan dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, juga memperhatikan intensitas interaksi antar siswa. Yang dikelola dalam lingkungan PAKEM adalah pajangan, meja kursi, perabot sekolah / kelas dan sumber belajar.”
Suasana kelas yang kondusif sangat baik untuk perkembangan berpikir siswa. Siswa senang tinggal di sana selama kegiatan-kegiatan berlangsung, dan seperti yang ditegaskan adalah Megawati R, Melly Latifah, dan Dina W. F (2005 : 56), ”para siswa akan bekerja lebih keras, mengerti lebih banyak, serta terlibat lebih aktif di kelas ketika mereka belajar.” Adapun lingkungan belajar / kelas yang mendukung kreativitas menurut Kadarsih dalam Cope (No. 02, tahun VI, Desember, 2002:17–18), adalah sebagai berikut : (1) Memperkenalkan persamaan dan saling menghargai, (2) Membuka kesempatan bagi anak untuk kontribusi ide-ide orisinil, (3). Menganggap perbedaan pendapat sebagai sumber belajar, (4) Mencari cara pendekatan dengan cara pemecahan masalah, (5) Mendorong anak untuk memanfaatkan fantasi dan imajinasi, (6) Mengembangkan kecakapan inkuiri, kecakapan bertanya, dan mencari jawaban sesuatu, dan (7) Menciptakan masyarakat belajar yang mengembangkan rasa percaya dan mengurangi resiko.
Dari uraian di atas tentang karakteristik lingkungan pembelajaran yang PAKEM adalah semua apa yang diciptakan dalam kelas pembelajaran/ruang kelas “berbicara” artinya mempunyai peran masing-masing sehingga suasana pembelajaran menggairahkan dan mencapai tujuan pembelajaran. Lingkungan belajar menjadikan siswa dalam belajar terasa gembira, tidak ada tekanan, tidak ada usaha yang tidak dihargai, tercipta masyarakat belajar (leraning community), dan maju bersama tiap siswa untuk mewujudkan belajar yang berenergi
b. Keterkaitan lingkungan pembelajaran dalam PAKEM
Keterkaitan antara lingkungan pembelajaran yang diciptakan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial terhadap pembelajaran yang menjadikan siswa aktif, kreatif, belajar dengan efektif, dan belajar dengan suasana senang sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Proses dialogis antara lingkungan fisik dan sosial akan menggambarkan kondisi belajar (learning conditions) yang alami alih siswa dalam mencapai tujuan tersebut sesuai dengan kompetensi siswa. Dalam kaitan ini Gane (1992) dalam Ella Yulaelawati (2004: 84-85), menegaskan bahwa kondisi belajar pada dasarnya penggambaran sistem lingkungan belajar yang terbentuk sesuai dengan tujuannya. Kondisi belajar yang hendak dicapai tidak lain adalah bentuk akhir kompetensi siswa yang dapat dilihat pada aspek kognitif, psikomotor, dan afektif.
Sedangkan menurut Indra Djati Sidi (2005:148), ”lingkungan belajar sangat berperan dalam menciptakan suasana belajar menyenangkan.” Lingkungan tersebut dapat meningkatkan keaktifan belajar. Oleh karena itu lingkungan belajar perlu di tata semestinya. Dalam usaha menciptakan lingkungan belajar dalam konteks tujuan, Mulyasa (2006:160), “menekankan terdapatnya interaksi yang saling mendukung antara variabel guru, tugas, menyangkut strukturnya (organisasi), dimensinya, cakupannya, dan nilai kebermanfaatannya. Variabel siswa, antara lain meliputi kompetensinya, motivasinya, gaya belajarnya, dan perbedaan individualnya. Sedangkan variabel strategi pengelolaan pembelajaran, mencakup sarana kelas, strategi, metode, dan media pembelajaran serta waktu yang dialokasikan untuk kegiatan itu.”
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lingkungan pembelajaran di kelas yang diciptakan baik fisik maupun sosial dan proses dialogis antara lingkungan fisik dengan lingkungan sosial berpengaruh terhadap iklim pembelajaran di kelas dan tujuan pembelajaran yang dicapai. Sehingga aktivitas dalam belajar dapat berkembang dan terlayani seperti tuntutan dalam alam siswa.
c. Menata lingkungan belajar di kelas
Dalam model PAKEM membutuhkan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung tercapainya PAKEM ini. Menurut Sapriya (2003:28), ”dalam PAKEM ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan.” Oleh karena itu lingkungan belajar (kelas) agar menarik perlu dilakukan penataan sebagaimana mestinya. Untuk itu perlu memperhatikan penjelasan dari DePorter Bobbi, Reardon Mark, & Singer Sarah–Nourie (2001:14-15), yaitu :
“memberikan penjelasan dalam menata lingkungan belajar (kelas) sebagai panggung belajar yang membuat lingkungan belajar / kelas yang mendukung kreatifitas, mempunyai empat aspek, yaitu :
(1) Suasana kelas yang mencakup bahasa yang dipilih guru, cara menjalin rasa simpati dengan siswa, dan setiap guru terhadap sekolah serta belajar. Dan suasana yang penuh kegembiraan membawa kegembiraan pula dalam belajar
(2) Landasan adalah kerangka kerja yang berupa tujuan, keyakinan, kesepakatan, kebijakan, prosedur, dan aturan bersama yang memberi guru dan siswa sebuah pedoman untuk bekerja dalam komunitas belajar
(3) Lingkungan adalah cara guru dalam menata ruang kelas seperti pencahayaan, warna, pengaturan meja dan kursi, tanaman, musik, dan semua yang mendukung proses belajar
(4) Rancangan adalah penciptaan terarah unsur-unsur penting yang bisa menumbuhkan minat siswa, mendalami makna, dan memperbaiki proses tukar menukar informasi ”

Dari penjelasan aspek-aspek penataan lingkungan belajar terlihat dalam perwujudannya dilakukan secara bersama antara siswa dengan guru sesuai dengan kebutuhan dan selera bersama. Dalam penataan lingkungan belajar yang menyangkut empat aspek yaitu suasana kelas, landasan, lingkungan, dan rancangan dibangun bersama-sama yang menjadikan setiap siswa merasa memiliki dan sebagai bagian dari komunitas pembelajaran di kelsnya ataupun sistem pendidikan di sekolahnya. Dengan demikian bangunan lingkungan belajar dikelas memiliki dinamisasi yang diperlukan siswa dalam mewujudkan pembelajaran yang PAKEM.
Sejalan dengan aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam menata lingkungan belajar maka untuk membangun suasana pembelajaran yang menarik sehingga pembelajaran menjadi PAKEM adalah perlu memperhatikan adanya:
1). Kekuatan yang terpendam dan niat yang kuat; hal ini seperti diungkapkan oleh Albert Bandura (1988) dalam Crain William (2007:314), yaitu bahwa “keyakinan seseorang mengenai kemampuan dirinya sangat berpengaruh pada kemampuan itu sendiri”
2). Jalinan rasa simpati dan saling pengertian, untuk menarik keterlibatan siswa, guru harus membangun hubungan, sebagai jembatan menuju kehidupan bergairah siswa, mengetahui minat kuat siswa, berbagi kesuksesan puncak siswa, dan berbicara dengan bahasa hati siswa
3). Keriangan dan ketakjuban ; jika guru secara sadar menciptakan kesempatan untuk membawa kegembiraan ke dalam pekerjaan guru, kegiatan pembelajaran akan lebih menyenangkan. Kegembiraan membuat siswa siap belajar dengan lebih mudah, dan bahkan dapat mengubah sikap negatif. Di samping itu untuk lebih banyak kegembiraan dalam pengajaran maka guru perlu mempertimbangkan dalam hal afirmasi (penguatan atau penugasan), pengakuan dan perayaan terhadap setiap keberhasilan siswa sekecil apapun.
4). Pengambilan resiko; belajar itu mengandung resiko. Setiap kali kita bertualang untuk belajar sesuatu yang baru, kita mengambil resiko besar di luar zona nyaman kita. Zona nyaman merupakan daerah kehidupan yang membuat rasa nyaman atau daerah yang melekat pada rutinitas yang monoton. Maka guru perlu mengupayakan dengan resiko apapun dan pertimbangan yang maka harus dapat keluar dari zona tersebut dari kebiasaan hal-hal baru. Hal ini akan berdampak pada siswa. Berikut beberapa upaya untuk memberdayakan siswa untuk keluar dari zona nyaman, yaitu: a) Beri teladan dengan keluar dari zona nyaman guru, b) Ceritakan zona nyaman kepada siswa, c) Beri tahu mereka bahwa guru mendukung mereka 100%, dan d) Ajak semua anggota kelas untuk saling mendukung
5). Rasa saling memiliki; membangun rasa saling memiliki akan mempercepat proses pengajaran dan meningkatkan rasa tanggung jawab. Hal ini maka perlu menciptakan tradisi menumbuhkan rasa saling memiliki. Tradisi yang paling bagus adalah tradisi yang diciptakan bersama oleh guru dan siswa. Sebab tradisi ini akan membuahkan kebanggaan kebersamaan, dan kegembiraan dalam belajar.
6). Keteladanan; keteladanan membangun hubungan, memperbaiki kredibilitas, dan meningkatkan pengaruh. Akan lebih baik melakukan tindakan atau memberi contoh (modeling) dari pada berbicara saja.
Selanjutnta Indra Djati Sidi (2005:44 &148), Guru dalam melakukan penataan lingkungan belajar di kelas yaitu dengan melakukan pengaturan tempat duduk, mengatur alat peraga, pajangan karya anak, sudut baca, perabot sekolah / kelas dan sumber belajar dan fasilitas lainnya.” Dalam menata lingkungan belajar terutama dalam pengelolaan kelas dan pajangan, di ruang kelas dilakukan pengelolaan meja dan kursi, serta pajangan buku, bahan belajar dan hasil karya anak. Meja dan kursi sering diatur dalam bentuk kelompok atau dalam bentuk U. Karena pengelolaan tersebut memudahkan interaksi di dalam kelas, khususnya di antara siswa. Di sebagian besar kelas nampak pajangan hasil karya anak dan bahan ajar yang diatur rapi dan menarik, serta mudah dibaca. Yang di pajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok dan pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Di mana ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan di tata dengan baik, dapat memabantu guru dalam pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
Selanjutnya Indra Djati Sidi (2005:44), mengatakan bahwa menata lingkungan belajar di kelas meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Dalam uraian berikut yang diuraikan adalah dalam menata lingkungan fisik di kelas, yang meliputi: pengaturan tempat duduk siswa, mengatur penempatan alat peraga, pajangan karya siswa, sudut baca, pemanfaatan sumber belajar, program sarapan pagi (jumlah kehadiran siswa, blanko dokumentasi kehadiran, kata soal, soal-soal dalam amplop, konsultan kecil futor sibaya, dan rubrik tanya jawab, dan lain sebagainya. Sendangkan menurut DePorter Bobbi , Reardon Mark dan Singer Sarah Nuurie (2001:63), bahwa lingkungan yang memacu belajar dan daya ingat siswa dapat diperoleh dengan menata : (1) lingkungan sekeliling dalam kelas, (2) Alat bantu, (3) pengaturan tempat duduk, (4) tumbuhan, aroma, hewan peliharaan, dan unsur organik lainnya, dan (5) musik dan belajar.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disarikan bahwa lingkungan belajar yang di tata dan dapat memacu belajar serta daya ingat siswa meliputi:
a). Lingkungan sekeliling kelas
Memahami kaitan antara pandangan sekeliling dan otak itu penting untuk mengemas lingkungan sekeliling kalas yang mendukung belajar. Memanfaatkan kemampuan siswa untuk secara tidak sadar dalam menyerap informasi melalui kemitraan otak dan mata menurut DePorter Bobbi, Reardon Mark, & Singer Sarah – Nurie (2001:68-69), dapat menggunakan :
(1) Poster ikon (simbol), simbol untuk setiap konsep utama yang guru ajarkan dan digambarkan diatas selembar kertas berukuran 25 x 40 cm atau lebih. Poster ini dipajang di depan kelas di atas pandangan mata siswa, memberikan gambaran keseluruhan, tinjauan global dari bahan pelajaran.
(2) Poster afirmasi, poster yang di buat oleh guru atau siswa (lebih utama) yang memuat pesan-pesan seperti “aku mampu mempelajarinya” dan aku menjadi semakin pinter dengan setiap tantangan baru”. Poster-poster ini ditempelkan di dinding sampai kelas setinggi mata orang duduk
(3) Gunakan warna, gunakan warna hijau, biru, ungu, dan merah untuk kata-kata penting, jingga dan kuning untuk menggaris bawahi, serta hitam dan putih untuk kata-kata penghubung seperti “dan”, “sebuah”, “dari” dan lain-lain.
b). Pajangan karya siswa
Menurut Conny Semiawan, dkk (1992:91), suatu kelas yang memiliki pajangan atau pameran hasil karya para siswa yang di tempelkan di dinding atau di letakkan pada rak, di atas meja, atau pada tempat-tempat lain dapat menjadi tempat yang menarik dan memberikan rangsangan bagi para siswa untuk belajar. Suatu kelas yang kosong tanpa pajangan dapat menadji tempat yang membosankan, gersang dan tidak menggugah inspirasi para siswa.
Oleh karena itu kelas yang baik adalah kelas yang memiliki banyak pajangan, terutama pajangan hasil karya siswa. Pajangan yang kurang relevan dengan apa yang sedang di pelajari siswa akan kurang bernilai bagi para siswa dan hanya merupakan hiasan dinding belaka. Guru seharusnya mempertimbangkan untuk memindahkan pajangan tersebut untuk disimpan dan digunakan pada waktu lain yang relevan. Pajangan akan bermanfaat jika berhubungan dengan apa yang sedang dipelajari dan merupakan hasil kerja keras para siswa sendiri.
Memamerkan pajangan di kelas adalah bagian dari belajar. Pajangan yang baik mendorong para siswa untuk menggunakan mata mereka dan untuk belajar dengan membaca dan memanfaatkan pajangan. Kalau mereka sendiri yang membuat pajangan itu, proses belajar itu lebih terhayati oleh masing-masing siswa. Tiap siswa juga dapat saling belajar dari teman-temannya. Di mana pajangan karya siswa dapat bermanfaat : (1) Untuk membina percaya diri dan memperdalam proses belajar, (2) Dapat mengembangkan kreativitas dan merangsang karya imajinatif, (3) Dapat membangkitkan semangat belajar siswa, karena pajangan menyediakan bahan-bahan yang dapat dilihat untuk dibahas dan dilaporkan, dan (4) Untuk memperkenalkan pokok bahasan atau topik baru.
Pajangan sifatnya tidak tetap artinya bahwa hasil karya siswa yang diperpanjangkan itu selalu berubah seusai dengan hasil pekerjaan siswa yang selalu berkembang dan hanya beberapa atau bagian-bagian saja yang dapat dipajang lebih lama sesuai dengan kebutuhan. Pajangan yang sebelumnya/terdahulu di simpan dan diganti yang terbaru terus seiring pergantian kompetensi dasar/pokok bahasan.
Idialnya yang dipajangkan adalah semua hasil karya siswa, tapi guru dapat mengarahkan para siswa (dengan cukup hati-hati) untuk memilih hasil pekerjaannya yang terbaik untuk dipajang. Ketika semua hasil karya dipajang pada jam pelajaran itu, namun para siswa diminta untuk memilih yang terbaik dari keseluruhan yang tetap terpajang di dinding sampai waktu tepat memasuki materi pokok bahasan berikutnya atau waktu seterusnya.
Pajangan dalam suatu kelas dapat digantung atau diletakkan diletakkan sesuai dengan keadaan dan tempat. Namun, biasanya pajangan itu dapat diletakkan pada : (1) dinding atau pintu; (2) meja-meja kecil, rak, atau lemari-lemari kecil (3) digantung pada langit-langit ; (4) para siswa dapat pula mengumpulkan hasil pekerjaan dalam sebuah buku yang sederhana ; (5) ruangan khusus kalau memungkinkan; dan (6) majalah dinding.
Setiap guru diharapkan dapat mengembangkan gagasannya dalam hal pajangan dikelas. Conny Semiawan, dkk (1992:94), memberi beberapa petunjuk yang dapat di gunakan dalam mengadakan pajangan hasil kerja siswa, yaitu pajangan itu baik jika : (1) pesan yang hendak disampaikan jelas dan mudah dimengerti, (2) terdiri dari hasil pekerjaan siswa, yang menunjang proses pembelajaran, (3) bagian-bagian yang diperhatikan mempunyai kaitan yang jelas, antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya, dan disusun menurut urutan yang logis, (4) pada setiap bagian diberi keterangan yang jelas sehingga dengan mudah dapat di baca, (5) mudah di baca para siswa yang berdiri didepan pajangan itu, dan (6) seorang guru hendaknya menganjurkan siswa-siswanya agar memelihara pajangan hasil karya mereka sendiri. Dari uraian petunjuk pemajangan dikelas tersebut, maka jika guru menjadikan kelas penuh dengan pajangan yang bermakna sebagai hasil karya siswanya, seyogyanya guru tetap berpegangan pada kriteria atau aturan pemajangan.
c). Pengelolaan Alat dan Sumber Belajar
Menurut DePorter Bobbi, Reardon Mark dan Singer Sarah Nuurie (2001:70), “alat atau alat bantu adalah benda yang dapat mewakili suatu gagasan.” Oleh Indra Djati Sidi (2005:50), menegaskan bahwa “guru dan siswa dapat menggunakan berbagai sumber dan alat-alat yang sederhana dalam proses pembelajarannya.” Oleh karena itu atas dasar karakteristik KD yang ada maka guru dapat memberdayakan alat dan sumber belajar yang ada selama ini disekolah.
Pada dasarnya alat dan sumber belajar tersebut dapat diperoleh dari sekitar kita sehingga mudah di jangkau, baik yang berada dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Beberapa contoh alat dan sumber belajar, yaitu : (1) manusia (anak, guru, orang tua, nara sumber), (2) lingkungan (batu-batuan, daun-daunan, biji-bijian, zat cair, hewan), (3) kejadian/peristiwa penting seperti peristiwa olah raga, kesenian, (4) peristiwa alam seperti bajir, gempa, gerhana, hujan, angin puting beliung, (5) barang-barang bekas seperti koran, botol-botol plastik, dan (6) barang-barang buatan pabrik
d). Pengaturan tempat duduk (pengelolaan siswa)
Cara guru dalam mengatur bangku memainkan peran penting dalam membangun belajar. Menurut Indra Djati Sidi (2005:150), “dalam PAKEM pengelolaan kegiatan siswa lebih bervariasi, termasuk kerja kelompok, kerja perorangan dan klasikal.” Oleh karena itu penataan meja dan kursi, guru perlu memperhatikan bentuk dan jenis kursi dalam kelas. Bahwa dalam pengaturan meja, kursi, alat peraga, dan peralatan lain sedemikian rupa diusahakan sehingga tidak mengganggu siswa untuk bergerak dan memudahkan guru untuk berinteraksi dan mengamati siswa belajar
e). Sudut baca
Dalam kelas yang menggunakan PAKEM menurut Indra Djati Sidi (2005:44), “perlu ada sudut baca dan agar pemanfaatan ruang kelas dapat semaksimal mungkin sebagai tempat menimba ilmu.” Isi sudut baca diperoleh dapat kumpulan hasil karya siswa yang terpilih selama ini, koleksi referensi yang tidak ada diperpustakan dan mendukung kegiatan pembelajaran dikelas, dan lain sebagainya. Untuk mengadakan koleksi isi sudut baca selain koleksi hasil karya dapat koleksi yang dimiliki tiap siswa yang ada dirumah berdasarkan kesepakatan kelas dan kesadaran bersama dalam kelas.
Dengan adanya sudut baca dalam kelas maka para siswa pada waktu luang atau istirahat dapat menyempatkan atau membiasakan membaca di sudut baca tersebut. Bahkan hasil karya yang terbaik untuk jenjang kelas yang sama di tahun sebelumnya dapat di pajang di sudut baca dan pajangan tersebut dapat sebagai sumber belajar siswa.
f). Program Sarapan Pagi
Menurut Indra Djati Sidi (2004:7-8), “yang dimaksud program sarapan pagi adalah pemberian pekerjaan awal kepada setiap siswa sebelum jam pelajaran di mulai/jam masuk kelas/jam awal pelajaran, yang dimana setiap siswa akan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan aturan yang dibuat bersama antara siswa dan guru.” Pekerjaan sarapan pagi siswa terdiri dari : (1) jam kehadiran siswa, (2) blangko dokumentasi kehadiran, (3) kotak soal, (4) soal-soal dalam amplop, dan (5) konsultasi kecil (Tutor Sebaya ).

Siswa datang dengan melakukan aktivitas sebagai berikut :
Memasang jam kedatangan
Mengambil soal dalam kotak soal
Menyerahkan jawaban pada konsultan kecil
Menjawab soal yang diambil
Menulis kedatangan dan soal yang diambil
Konsultan menuliskan nilai
Guru membantu konsultan

Diagram kegiatan sarapan maka dapat dideskripsikan bahwa setiap siswa datang memasang jam kedatangan dengan memutar jarum jam sesuai dengan jam kedatangan, dilanjutkan mengambil soal dalam kotak dan menulis kedatangan kehadiran, siswa menjawab soal yang diambil, bagi siswa yang sudah selesai mengerjakan maka jawaban soal tersebut diserahkan pada konsultan kecil, konsultan menuliskan nilai dan selanjutnya menyerahkan pada guru. Di mana konsultan kecil mempunyai peran selain menampung jawaban soal dan menyerahkan pada guru tapi lebih utama selama guru belum datang dan guru sudah datang memberi bimbingan terhadap siswa yang lain sebagai tutor sebaya. Guru jika sudah datang maka membantu konsultan kecil dalam membimbing siswa.
g). Tumbuhan, aroma, hewan peliharaan, dan unsur organik lainnya
Biologi dan botani mengajarkan pada kita bahwa tumbuh-tumbuhan menyediakan oksigen dalam udara kita, berkembang karena oksigen. Semakin banyak oksigen di dapatnya, semakin baik otak berfungsi. Hal ini dapat diperoleh dengan menghadirkan tumbuhan di ruangan kelas.
Oleh Hirsch (1993) dalam DePorter Bobbi, Riardon Mark & Singer Sarah Nuurie (2001:72), menegaskan bahwa manusia dapat meningkat kemampuan berpikir mereka secara kreatif sebanyak 30% saat diberikan wangi bunga tertentu. Orang mempunyai ikatan emosional yang kuat dengan binatang peliharaan mereka. Disamping itu binatang peliharaan kelas dapat menciptakan kesempatan untuk melatih tanggung jawab, gizi, kesehatan, dan perawatan. Binatang peliharaan tersebut seperti jangkrik, burung, marmot, dan lain sebagainya.
h). Musik
Musik berpengaruh pada guru dan siswa. Jika memungkinkan sebagai seorang guru dapat menggunakan musik untuk menata suasana hati, mengubah keadaan mental siswa, dan mendukung lingkungan belajar. Musik membantu para siswa belajar lebih baik dan mengingat lebih banyak. Musik merangsang, meremajakan, dan memperkuat belajar, baik secara sadar maupun tidak sadar, dan kebanyakan para siswa memang mencintai musik. Musik dapat membantu siswa masuk ke keadaan belajar optimal. Juga musik memungkinkan guru membangun hubungan dengan siswa, dan guru dapat “berbicara dalam bahasa siswa”.

C. Penutup
Dalam kegiatan pembelajaran model PAKEM yang sebagai roh dari KTSP mestinya apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai alumni dari Diklat PAKEM dan KTSP sebelum pembelajaran adalah melakukan penetaan kelas pembelajaran model PAKEM dengan aktivitas siswa dalam bentuk kerja kelompok. Dari awal datang siswa masuk ke kelas sampai dengan selesai pembelajaran interaksi siswa dalam belajar selalu dengan memanfaatkan segala sumber belajar yang ada didalam kelas, yang ada disekolah dan disekeliling sekolah dengan optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Conny Semiawan, dkk (1992), Pendidikan Ketrampilan Proses, Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. Jakarta : PT Gramedia

DePorter Bobbi, Reardon Mark & Singer Sarah-Nuurie (2001), Quantum Teaching (Memperhatikan Quantum Learning Di Ruang-ruang Kelas). Terjemahan Ary Nilandri. Bandung: Kaifa

I Made Alit Mariana (2005), HO. Science For All. Bandung, PPPG IPA

Mulyasa (2006), Kurikulum Yang Disempurnakan. Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung : Remaja Rosdakarya

Milan Rianto (2007), Pengelolaan Kelas Model Pakem. Jakarta : Dirjen PMPTK

Paul Suparno (2005), Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius

Kusmoro (2008), Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Dalam Pembelajaran Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa. Tesis UNS: Tidak Diterbitkan.





Rabu, 09 Juli 2008

MENYOAL DIKLAT PRA SELEKSI DAN HASIL SELEKSI GURU BERPRESTASI



Oleh : Kusmoro

A. Diklat Pra Seleksi Guru Berprestasi
Ditahun 2008 ini seleksi guru berprestasi tingkat provinsi untuk wilayah Kalimantan Barat di adakan tanpa diwali pembekalan terhadap masing-masing peserta seleksi tersebut. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya sebelum seleksi setiap peserta pemilihan guru berprestasi tingkat provinsi dibekali terlebih dahulu berupa Diklat Guru Berprestasi dengan materi seputar kompetensi guru, wawasan kependidikan, pengembangan profesi, dan lain sebagainya yang muaranya untuk memperoleh hasil seleksi guru berprestasi yang siap berkompetisi di ajang selanjutnya yaitu di tingkat nasional
Namun demikian hasil dari seleksi guru berprestasi di tahun 2008 ini juga dengan harpan dapat diandalkan. Memang sedikit banyak pengaruh Diklat guru berprestasi mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap kemantapan kesiapan para guru tersebut ketika mengikuti seleksi tersebut. Sebab mereka hanya berbekal pada pengalaman-pengalaman selama ini sebagai guru di daerahnya. Ada beberapa pernyataan dari beberapa guru peserta seleksi guru berprestasi tahun 2008 mengungkapkan yang intinya adalah agar guru untuk mengikuti seleksi guru berprestasi lebih percaya diri dan apalagi untuk jenjang nasional selanjutnya maka sebaiknya perlu dibekali terlebih dahulu dalam bentuk Diklat Guru Berprestasi seperti di tahun-tahun sebelumnya. Dengan demikian para guru dalam mengkah kompetisi terasa mantap bahkan hasilnya akan jauh lebih baik.

B. Seleksi Guru Berprestasi

Sejalan isu mutu pendidikan Indonesia yang dikaitkan dengan masalah ekonomi pada saat ini belum begitu menggembirakan, maka sepantasnya pemerintah melalui Depdiknas selalu berupaya melakukan pembinaan peningkatan mutu pendidikan tersebut. Walaupun kenyataan hasil pendidikan Indonesia cukup mengejutkan di level dunia seperti ajang Olimpiade mata pelajaran yang mendapatkan mas. Keberhasilan tersebut tidak dapat dipisahkan dengan peran guru selama ini. Dimana guru mempunyai peran yang begitu besar dalam membuat siswanya berprestasi. Salah satu pembinaan untuk mutu pendidikan itu adalah dengan kegiatan guru berprestasi. Guru berprestasi menurut Baedhowi (2008:3), adalah guru yang memiliki kinerja melampaui standar yang ditetapkan oleh satuan pendidikan, yang mencakup : kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; menghasilkan karya kreatif atau inovatif yang diakui baik tingkat daerah, nasional dan/atau internasional, dan secara langsung membimbing peserta didik hingga mencapai pencapaian prestasi di bidang intrakurikuler dan/atau ekstrakurukuler. Oleh karena itu seorang guru untuk mendapat predikat guru berprestasi mestinya kiprah profesinya harus optimal.
Guru menurut Baedhowi (2008:1), adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Untuk melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru tidak hanya memiliki kemampuan teknis edukatif, tetapi juga harus memiliki kepribadian yang dapat diandalkan sehingga sosok panutan bagi siswa, keluarga maupun masyarakat. Disamping itu peran guru dimasyarakat sekarang masih mempunyai posisi yang di perhitungkan dalam setiap iven kegiatan kemasyarakatan.
Era globalisasi menuntut SDM yang bermutu tinggi dan siap berkompetisi, baik pada tataran regional, nasional, maupun internasional. Oleh karena itu peran guru kedepan yang begitu berat maka diperlukan kedewasaan para guru untuk matang dengan profesinya atau profesional. Namun demikian keprofesionalan guru tidak akan bisa terwujud apabila predikat guru tanpa tanda jasa yang begitu lama dilekatkan menjadikan para guru hidupnya masih dalam tataran menengah kebawah. Sebab guru untuk profesional selain kamauan untuk berinovatif, kesabaran, dan iklas dalam pengabdian profesional perlu biaya mahal, terutama dalam hal yang muaranya adalah pengembangan mutu pendidikan.
Pemilihan guru berprestasi menurut Baedhowi (2008:1), dimaksudkan antara lain untuk mendorong motivasi, dedikasi, loyalitas, dan profesional guru, yang diharapkan akan berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi kerjanya pada era globalisasi ini. Oleh karena itu mestinya pemilihan guru berprestasi yang diadakan setiap satu tahun sekali dapat menjadi ajang benar-benar peningkatan kompetensi guru yang berujung pada mutu pendidikan tersebut. Jangan sampai ajang ini hanya sebagai seremonial saja untuk memajangkan perwakilan guru daerah kedepan presiden diistana negara sampai ke para wakil rakyat di DPR/MPR. Bahkan ajang ini jangan sampai hanya direspon oleh kalangan pendidikan saja, namun sebaiknya siapa saja yang memerlukan pendidikan baik lembaga/instani pemerintahan maupun suwasta harus memberikan dukungan terutama material.
Keberhasilan kiprah guru dalam mencerdaskan siswanya akan dinikmati oleh semuan komponen anak bangsa. Oleh karena itu prestasi kerja guru dapat terlihat dari kualitas lulusan satuan pendidikan sebagai SDM yang berkualitas, produktif, dan kompetetitif. Jika suatu lembaga pendidikan kinerja guru profesional maka lulusannya untuk melanjutkan aktivitas berikutnya tidak akan ada hambatan yang berarti. Lembaga semacam ini pasti mempunyai nilai jual yang tinggi bagi masyarakat.
Adapun yang menjadi peserta guru berpretasi pada tahun 2008 meliputi guru tingkat satuan pendidikan TK, SD, SMP, dan SMA. Dengan kriteria pemilihan guru berprestasi tersebut meliputi :1. Guru unggul/mumpuni yang dilihat dari : kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; 2. Guru yang menghasilkan karya kreatif atau inovatif, yang meliputi : inovasi dalam pembelajaran atau bimbingan, penemuan teknologi tepat guna bidang pendidikan, penulisan buku fiksi/non fiksi dibidang pendidikan atau sastra indonesia dan sastra daerah, penciptaan karya seni, dan karya atau prestasi di bidang olahraga; dan 3. Guru yang secara langsung membimbing peserta didik hingga mencapai pencapaian prestasi di bidang intrakurikuler dan/atau ekstrakurukuler. Persyaratan tersebut sangat bagus dan mestinya dapat menjadi proyeksi potret guru Indonesia yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya dan cita-cita UUD’45. Oleh karena itu jangan sampai setiap kabupaten/kota mengirimkan wakil dari masing-masing tingkatan berdasarkan penunjukan bukan berdasarkan seleksi yang memenuhi kriteri seperti tersebut diatas. Jika hal ini terjadi kemungkinan besar untuk kompetisi di level berikutnya yang bersangkutan akan banyak kerikil yang mengganjal
Dampak dari guru yang telah menjadi guru berprestasi diantaranya : termotivasi meningkatkan kinerja, disiplin, dedikasi, dan loyalitas untuk kepentingan masa depan bangsa dan negara; meningkatnya harkat, martabat, citra, dan profesionalisme guru; menumbuhkan kreatifitas dan inovasi guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran; terjalinnya interaksi antar peserta guru berprestasi untuk saling tukar pengalaman dalam mendidik siswa; dan terpupuknya rasa persatuan dan kesatuan bangsa melalui jalur pendidikan. Dampak tersebut secara substansi diharapkan dapat mendongkrak masalah mutu pendidikan kita sekarang masih ada, seperti masalah kebocoran soal UAN dan masalah joki. Lebih jauh lagi jika mutu pendidikan berhasil seperti yang diamanat oleh UUD’45 maka masalah pengikisan KKN yang terjadi di negara kita tercinta ini seperti yang diamanatkan oleh orde reformasi akan terwujud dengan baik. Jangan sampai dampak prestasi ini malahan terbalik seperti kondisi yang terjadi sekarang didaerah, yaitu adanya KKN gaya baru yang sulit dibuktikan.

Selasa, 08 Juli 2008

TEKNIK PRESENTASI SEBAGAI INSTRUKTUR KKG/MGMP/K3S/MKKS/KKPS/MKPS

Oleh : Kusmoro, M.Pd

A. PENDAHULUAN

Pada kegiatan fasilitasi pendidikan dilapangan diperlukan suatu penanganan semestinya. Sejalan dengan tugas pokok dan fungsi dari Lembanga Penjaminan Mutu Pendidikan(LPMP) Kalimantan Barat dalam hal mutu pendidikan adalah memfasilitasi kegiatan jaminan mutu pendidikan di wilayah Kalimantan Barat. Maka salah satu kiprah LPMP dalam hal fasilitasi jaminan mutu pendidikan di wilayah Kalimanatan Barat ini mengadakan ToT bagi guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah
Kegiatan ToT baik untuk Kelompok Kerja Guru(KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran(MGMP), Kelompok Kerja Kepala Sekolah(K3S), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah(MKKS), Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS), dan Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah(MKPS) yang merupakan salah satu kegiatan fasilitasi jaminan mutu pendidikan diperlukan pemberdayaan pseserta masing-masing kegiatan tersebut. Peserta ToT tersebut yang merupakan ujung tombak dalam fasilitasi mutu pendidikan di lapangan atau di daerah perlu dibekali materi-materi untuk fasilitasi terhadap baik guru, kepala sekolah maupun pengawas sekolah yang salah satunya adalah teknik presentasi.
Peserta ToT dalam penyampaian materi fasilitasi mutu pendidikan baik terhadap guru, kepala sekolah, maupun pengawas sekolah harus kompeten. Oleh karena itu perlu dibekali teknik presentasi yang semestinya. Dengan harapan dalam melakukan fasilitasi di daerah akan mencapai kompetensi yang semestinya dalam mutu pendidikan. Sehingga masalah mutu pendidikan akan dapat teratasi sebagai mana mestinya.

B. STRATEGI DAN TEKNIK KOMUNIKASI DALAM PRESENTASI

Banyak eksekutif, konsultan, dosen, peneliti, instruktur, penyuluh, dan profesi lainnya takut gagal berbicara di depan rekan-rekan, kolega, pelanggan, staf, dan kelompok penting lainnya. Sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat terhadap 10.000 orang manajer, 32% menyatakan bahwa berbicara di depan orang banyak sebagai hal yang menakutkan (Walters, 1989 dalam Macnamara, 1996). Lebih ekstrim lagi, dalam buku tersebut disampakan bahwa ketakutan berbicara melebihi ketakutan menghadapi kesulitan keuangan, kelebihan bobot badan, dan kematian. Dengan kata lain, sepertiga orang dalam studi tersebut menyatakan "lebih baik mati daripada harus berpidato " (The Book of List dalam Walter, 1989 dalam Macnamara, 1996).
Sebaliknya, sukses suatu presentasi tidak terletak pada penguasaan subyek pengetahuan saja, tetapi kemampuan berbicara efektif, menjadi penting untuk dipelajari dan dilatih. Niki Flacks mantan artis, kreator terkenal dan pembicara pada Power Talk terkenal di Australia mengatakan "berbicara di depan umum adalah performing", karena bukan terletak pada aktivitas alami yang diperoleh sejak lahir, tetapi penekanan pada keterampilan komunikasi lebih dominan, dimana dibutuhkan pelatihan. Guru besar komunikasi dan hubungan industri terkenal dari Macquarie University di Sydney mengatakan bahwa dewasa ini seorang manajer belum bisa dikatakan baik tanpa memiliki keterampilan berkomunikasi (Macnamara, 1996). Sebuah studi yang dilakukan APM Training Institute di Australia menemukan bahwa 80,7% menyatakan ada tiga keterampilan komunikasi yang paling diinginkan eksekutif pemasaran; keterampilan presentasi adalah yang paling diinginkan (Morphew, 1994). Oleh kerna itu pada pembahasan berikut akan dikaji seputar tentang moderator dan presentasi.
1. MODERATOR
Keberhasilan presentasi sangat tergantung kepada dua orang yang berperan di dalamnya, yaitu moderator dan pembicara (pemrasaran). Bahkan seringkali suatu presentasi menjadi gagal karena moderator tidak dapat menjalan tugas dan fungsinya dengan baik. Dapat anda bayangkan, bagaimana jadinya sebuah presentasi dan diskusi berlangsung tanpa ada seorang moderator.
Moderator adalah penjual ide atau gagasan yang akan disampaikan pembicara, di samping pengatur tempo presentasi dan diskusi, pembuat keputusan dan kesimpulan yang harus dijalankan dengan penuh kebijakan, adil dan memuaskan semua pihak. Kemampuan menggugah perhatian hadirin serta membangkitkan semangat untuk menggali berbagai potensi dan permasalahan yang dibicarakan, menjadi tugas moderator. Salah satu tugas utama moderator adalah memperkenalkan pembicara. Bagian ini merupakan yang paling menentukan langkah sukses suatu presentasi. Oleh karena itu, moderator harus bertindak sebagai seorang penjual yang menawarkan suatu produk. Pasarkan ide, gagasan, dan pembicara agar hadirin memberikan perhatian pada apa dan siapa pembicara dan apa kepentingan topik tersebut bagi hadirin. TIS (topic, importance, speaker) adalah tiga urutan kata kunci utama yang dapat digunakan sebagai formula untuk memperkenalkan pembicara.
Moderator perlu mampu menjual gagasan pembicara, mengatur dan mengarahkan diskusi terfokus dengan bijaksana dan berwibawa, serta membuat kesimpulan. Ada delapan langkah strategi meraih presentasi sukses disamping penguasaan subyek. Semua tanggapan dan pertanyaan hadirin merupakan masukan berharga yang perlu ditanggapi secara positif.
2. PRESENTASI
a. Mempersiapkan Presentasi
Presentasi ibarat gunung es yang nampak indah di atas permukaan laut. Namun keindahan tersebut akan hilang, manakala 90% bagian gunung es yang ada dibawah permukaan laut tersebut tenggelam. Dengan demikian 90% bagian dari presentasi adalah persiapan, sisanya penyajian dan diskusi. Sekalipun anda menguasai subyek dan mampu berbicara penuh wibawa, persiapan cermat tetap diperlukan untuk dua alasan penting: (1) Menemukan informasi lebih lanjut tentang subyek untuk disarikan bagi hadirin. Pilihlah informasi yang menonjol. Jika tidak memiliki cukup informasi, sebaiknya tidak memberikan presentasi; (2) Memasarkan gagasan kepada hadirin serta memperoleh dan mempertahankan perhatian hadirin.
Abraham Lincoln pernah mengatakan: "jika memiliki delapan jam untuk merobohkan pohon, saya akan menghabiskan enam jam untuk mengasah kapak (Walters, 1989 dalam Macnamara, 1999). Keuntungan utama dari persiapan yang cermat adalah efisiensi waktu presentasi serta mengurangi kegugupan dan demam panggung. Lincoln, mengisyaratkan bahwa untuk suatu presentasi, 90% waktu perlu digunakan untuk persiapan. Langkah-langkah persiapan itu menurut Maksum (2007:5), adalah: (1) analisis sasaran, (2) survei lokasi, (3) kerangka & struktur, (4) penelitian & penerapan, (5) penulisan, (6) visualisasi & media, (7) latihan, dan (8) penyampaian/ penyajian. Namun, kedelapan tahap tersebut tidak berarti jika pembicara tidak menguasai subyek dan pengetahuan penunjang lainnya. Sedangkan menurut Limited, KP(2001:1), agar presentasi yang disajikan berhasil maka harus menempul langkah-langkah sebagai berikut : (1) menentukan sasaran yang ingin dicapai; (2) memecah keseluruhan sasaran yang menjadi sebuah daftar sasaran yang dapat dicapai; (3) mengenal jenis audiens yang akan melihat dan mendengar presentasi; (4) menentukan pendekatan yang akan digunakan agar sasaran diterima audiens. Dengan demikian secara garis besar langkah dari persiapan presentasi adalah : (1) analisis dan penentuan sasaran yang ingin dicapai; (2) menentapkan kerangka struktur sasaran presentasi; (3) mengenal karakteristik audiens presentasi; (4) menetapkan pendekatan, media dan penulisan bahan presentasi yang akan digunakan; (5) membuat satuan acara pembelajaran (SAP), latihan, dan refleksi dengan perbaikan
Presentasi harus mempunyai tujuan jelas. Menurut Dunckel & Parnham (1995), jika anda membawakan presentasi karena diminta atasan, anda hanya akan membuang waktu; lebih baik anda tidak melakukannya. Jujurlah kepada diri sendiri mengenai sikap anda terhadap gagasan yang dibicarakan, kesempatan, atau subyek presentasi itu. Sikap negatif akan berpengaruh terhadap seluruh aspek organisasi, latihan, dan penyampaian, dan tentunya akan mengakibatkan tanggapan negatif dari hadirin.
Dengan demikian presentasi sebagai alat komunikasi tangguh dalam usaha untuk menyampaikan konsep teknis kerja, laporan atau keterangan mengenai apa saja yang merupakan tanggung jawab seseorang, baik itu merupakan kebijakan mutu pendidikan, barang ataupun jasa. Presentasi juga dapat digunakan untuk menunjukkan kemampuan, karena dari cara seseorang memberikan presentasi dapat dinilai seberapa jauh ia menguasai bidang yang dikelola. Namun menurut Limited, KP(2001:10), sebelum perencanaan presentasi menjadi final maka presenter harus memperhitungkan tipe serta komposisi audiens yang kelak dihadapi meliputi : audiens yang berbeda-berbeda, suasana hati dan sikap keterbukaan, dan hubungan sosial.

b. Menyampaikan Presentasi
Banyak pembicara yakin bahwa hadirin akan, atau bahkan harus, menyimak. Seorang pimpinan dapat memaksa bawahannya untuk menyampaikan presentasi, tetapi ia tidak dapat memaksa hadirin menyimak presentasi stafnya. Tiba waktunya presentasi. Saat itu perasaan anda berkecamuk, perut terasa tidak enak, telapak tangan sedikit berkeringat, dan anda baru dapat tidur menjelang pagi karena terus berfikir apa yang harus dikatakan dan dilakukan esok. Pertanyaan yang sering diajukan adalah bagaimana mengatasi kegugupan menjelang presentasi. Persiapan matang merupakan cara paling awal mengatasi kegugupan.
Dalam penyajian, sampaikan materi secara sistematis dan berurutan, hubungan kausal, argumentasi, teori-teori pendukung, akurasi data, pengujian yang dilakukan, relevansi metodologi yang digunakan, hasil yang diperoleh, serta manfaatnya. Agar penyajian sistematis dan berurutan: (1) tuliskan kata-kata kuncinya secara berurutan; (2) manfaatkan alat bantu untuk menyampaikan materi secara visual; (3) pelihara komunikasi tatap muka selama penyajian; (4) berikan penjelasan yang jujur pada setiap penanya dan terimalah saran serta kritik; (5) cermati busana dan penampilan anda, karena perhatian pertama hadirin diberikan pada penampilan anda.
Menurut Carnegie (1985) hal-hal yang perlu dilakukan dalam suatu penyajian adalah: (1) buat catatan ringkas dari bagian-bagian yang akan disampaikan, (2) jangan menulis sesuatu di luar penyajian, (3) jangan menghafal kata demi kata, (4) sampaikan informasi dalam bentuk ilustrasi atau contoh, (5) kuasai pengetahuan secara luas, (6) jangan cemas waktu penyajian, dan (7) jangan meniru gaya orang lain, jadilah diri sendiri. Ketepatan waktu penyajian merupakan hal penting. Persiapan yang baik termasuk merancang waktu penyajian secara tepat. Ketepatan waktu tentu harus proporsional untuk pengantar, isi pembicaraan, kesimpulan, dan saran.
Saat presentasi seorang instruktur atau presenter menurut Limited, KP(2001:3), harus dapat membangun suasana kelas, profesionalisme, antusias, bersikap toleran, wajar tanpa merendahkan dan bersikap asertif agar audiens dalam mengikuti paparan presentasi dapat berkosentrasi dengan rileks dalam memompa menyerap esensi dari presentasi. Membangun suasana dengan maksud kelas terkendali dalam suasana stabil gembira. Profesionalisme berarti memberi perhatian besar pada fakta, persiapan, serta rencana pelaksanaan presentasi terutama dalam penguasaan pokok permasalahan dan peka terhadap karakter audiens. Bersikap toleran berarti bersikap menghargai, menghormati, dan menerima dengan senang tentang eksistensi keterbatasan pengalaman dan pengetahuan audiens dengan menerima sebagai tantangan. Bersikap asertif (tegas) berarti bersikap ditengah-tengah diantara titik ujung pasif dan titik ujung agresif dari perilaku manusia dalam hubungan antar pribadi yang dapat diletakan pada sebuah skala tak terputus dari kedua titik ujung tersebut. Kegunaan perilaku asertif adalah memanfaatkan metode-metode kominikasi yang memungkinkan presenter untuk mempertahankan harga diri, membela hak-hak dan ruang pribadi presenter, dan tidak mendominasi anggota-anggota audiens.
Ada sejumlah strategi yang dapat presenter (instruktur) pakai agar presentasi membuahkan hasil yang baik. Oleh karena itu menurut Limited, KP(2001:23-38), pelu mempertimbangkan dengan matang dalam hal : menetukan pendekatan, pengaturan waktu, memberi struktur pada komentar, kalimat pembuka yang efektif, bahasa dan gaya, pilihan kata dan kalimat untuk acara formal, menggunakan berbagai istilah teknis dengan hati-hati, menghindari logat khusus (termasuk akronim. dan pengulangan kata), ringkas dan jelas, dan presenter peka terhadap audiens.
Dalam menentukan pendekatan perlu memperhatikan sejumlah aturan yang dapat berlaku umum yang ditegaskan oleh Limited, KP(2001:22), yaitu : (1). Bersikap tulus dan wajar artinya jangan bersikap orang lain dan berbicara berdasarkan pengalaman pribadi, (2). Bersikap antusias, (3). Bersikap menyenangkan dan bersahabat, dan (4). Menggunakan humor pada tempatnya

c. Meyakinkan Audiens Dengan Penampilan
Kesan pertama - Dalam teori human relations, komunikasi harus diarahkan bukan pada pribadi orang yang diajak bicara, tetapi pada faktor-faktor kejiwaannya, seperti watak, sifat, perangai, kepribadian, sikap, dan tingkah laku. Sukses penyaji tergantung pada sikap hadirin, sikap dan tindakan hadirin tersebut tergantung dari sikap penyaji. Kesan pertama sangat menentukan sikap hadirin selanjutnya. Jika pembicara memberikan kesan pertama yang positif, maka sikap hadirin akan positif dan menyenangkan. Tujuh Detik Pertama – Menurut teori public speaking, keberhasilan seseorang berpidato atau presentasi ditentukan oleh tujuh detik pertama dia tampil di atas mimbar. Orang cuma membutuhkan tujuh detik untuk melihat apakah anda cukup berharga untuk didengar atau tidak (Green, 1998).
Rute 350 - Christina Stuart, Direktur utama Speak Easy Training Ltd. Di Inggeris yang telah melatih ratusan pembicara profesional, mengatakan bahwa pembicara harus mendengarkan dan mengendalikan perhatian hadirin dan secara teratur menghimpun orang berpikiran ke sana ke mari yang berhenti pada Rute 350. Temuan riset psikologi komunikasi memperlihatkan bahwa manusia dapat mendengarkan dan menyerap informasi sekitar 500 kata per menit. Tetapi rata-rata orang dapat menerima dan mengulang berbicara secara jelas hanya sekitar 150 kata per menit. Perbedaan kapasitas mental untuk memproses 350 kata per menit - disalurkan ke pikiran lain. Oleh karena itu harus dimanfaatkan oleh pembicara (Stuart, 1988 dalam Macnamara, 1996).
AIDDA - Hadirin hanya akan mendengarkan pembicara, apabila ada perhatian (attention) karena penampilan, sikap, dan perilaku pembicara yang menumbuhkan minat (interest) dan rangsangan (desire), sehingga hadirin berani mengambil keputusan (decision) untuk bertindak (action) dengan memperhatikan, mendengarkan, bertanya, memberikan tanggapan, dan lain-lain. Lebih jauh lagi, hadirin berusaha mengadopsi, mencoba, dan menerapkannya.

d. Memanfaatkan Diskusi Sebaik Mungkin
Pembicara hendaknya memandang tanggapan, saran, maupun pertanyaan secara positif. Banyak pembicara pemula beranggapan bahwa forum tanyajawab merupakan forum pembantaian, bahkan seringkali khawatir dan takut diserang, dikritik, diuji, bahkan dijatuhkan. Mungkin saja ada hadirin yang memang ingin pamer kepandaian; namun pembicara harus tetap bersikap tenang dan berfikir positif bahwa semua pertanyaan dalam forum itu merupakan masukan berharga. Apabila yang dikemukakan hadirin memang mengandung kebenaran, terimalah itu dengan jujur sebagai kebenaran. Tetapi apabila pernyataan hadirin bertolak belakang, sampaikan penjelasan-penjelasan secara bijaksana dengan argumentasi yang dapat diterima.
Moderator perlu mampu menjual gagasan pembicara, mengatur dan mengarahkan diskusi terfokus dengan bijaksana dan berwibawa, serta membuat kesimpulan. Ada delapan langkah strategi meraih presentasi sukses disamping penguasaan subyek. Semua tanggapan dan pertanyaan hadirin merupakan masukan berharga yang perlu ditanggapi secara positif.

e.
Berbagi Pengalaman ‘Teknik Presentasi’
Arry Akhmad Arman (2008:1), memberikan tips teknik presentasi seperti : “bagaimana cara menjawab pertanyaan yang kita tidak tahu jawabannya” dan “bagaimana cara beradu pendapat dengan penguji”, dan sebagainya. Secara umum, ada sejumlah prinsip yang perlu kita perhatikan, yaitu (1) Jangan mengandalkan teks lengkap, sajikan dalam bentuk pointer!, (2) Pelajari siapa audience, (3) Periksa ruangan dan perangkat pendukung presentasi sebelum mulai, (4) Jangan bicarakan sesuatu yang mereka sudah ketahui atau tidak ingin mereka dengar, (5) Jangan membiarkan audience jenuh. Kejenuhan dapat dihindari dengan selingan dialog dan humor, tapi jangan berlebihan, (6) Jangan merendahkan diri dengan mengatakan “maaf saya sebenarnya tidak siap …”, atau “saya baru belajar …..” , (7) Jika perlu, latihan dulu. Mintalah orang dekat anda untuk memberikan umpan balik, (8) Berpakaian yang rapi dan cerah !, (9) Jangan bicara seperti anda sedang ngobrol dengan seseorang, dan (10) Bersikap yang mengundang simpati dan kagum karena pengetahuan anda!

C. KIAT MEMBUAT DAN MENYAJIKAN PRESENTASI YANG BAGUS DAN MENARIK
1. Membuat dan Menyajikan Presentasi Yang Bagus dan Menarik
Untuk membuat dan menyajikan presentasi yang bagus dan menarik, dalam http://www2.telkom.net Powered by Joomla! - @copyright Copyright (C) 2005 Open Source MattersG. Aenll errigahtetsd :r e2s6e Mrvaerdch, 2008, 09:23(26 Maret 2008), adalah sebagai berikut :
a. Pemilihan aplikasi pembuatan presentasi
Dewasa ini, aplikasi pembuatan presentasi terbagi dalam beberapa kategori. Perbedaan utama yang dimiliki masingmasing jenis aplikasi umumnya terletak pada output file yang dihasilkan dan media penyajian presentasi yang diakomodasi oleh aplikasi terkait. Kategori jenis, output file, dan media penyajian presentasi antara lain meliputi :
1). Aplikasi Office
Penggunaan aplikasi office disarankan bagi pembuatan dokumen presentasi secara cepat dan praktis, dengan materi presentasi yang singkat dan ringkas. Integritas aplikasi office memungkinkan penyajian grafik, tabel, dan data dapat dilakukan secara mudah. Fleksibilitas penyajian output file sangat tinggi, mengingat secara umum setiap komputer memiliki aplikasi office di dalamnya. Microsoft Power Point merupakan contoh aplikasi yang sangat lazim digunakan untuk kebutuhan ini.
2). Aplikasi Multimedia
Penggunaan aplikasi multimedia disarankan bagi pembuatan dokumen presentasi yang interaktif, otomatis, dan berdaya tarik. Penggunaan efek, animasi, objek grafis, serta materi audio dan video menjadi lebih optimal jika dirangkai melalui aplikasi jenis ini. Flesibilitas penyajian output presentasi sedikit terbatas. Umumnya output file yang dihasilkan memerlukan aplikasi bantu tertentu untuk menunjang penyajiannya. Hal ini dapat diatasi penyaji dengan selalu menyiapkan source player multimedia pada kemasan modul presentasinya. Macromedia Flash, merupakan contoh aplikasi yang lazim digunakan untuk kebutuhan ini.
3). Aplikasi Dokumentasi
Penggunaan aplikasi dokumentasi disarankan bagi pembuatan dokumen presentasi dengan materi detail dan komprehensif. Aplikasi jenis ini mampu mempertahankan konsistensi presisi tampilan dan menyediakan fasilitas proteksi pada content dokumen. Fleksibilitas penyajian output file sangat tinggi, bahkan bersifat multi platform (dapat diakses dari berbagai sistem operasi). Selain itu, output file dapat dipertukarkan dan disajikan secara aman melalui beberapa metode (misalnya via internet). Tool PDF Maker seperti Adobe Acrobat, atau HTML Editor seperti Microsoft FrontPage merupakan beberapa alternatif aplikasi yang dapat Anda gunakan. Berdasarkan output dan media presentasi yang didukung oleh jenis aplikasi presentasi di atas, Anda dapat memperkirakan aplikasi mana yang paling sesuai dengan kebutuhan pembuatan dokumen presentasi Anda.

b. Perencanaan materi presentasi
Dalam perencanaan materi presentasi dokumen presentasi merupakan hal paling mendasar yang perlu Anda persiapkan. Beberapa di antaranya adalah :
1). Tentukan Tema dan Tujuan secara Spesifik
Meskipun Anda dimungkinkan menyusun satu dokumen presentasi dengan kandungan yang sangat komprehensif untuk berbagai keperluan, namun hal ini tidak disarankan. Pastikan Anda memiliki dokumen presentasi tersendiri dengan tema, tujuan dan misi, serta target audience penyajian presentasi yang spesifik.
2). Susun Kerangka Materi Presentasi
Ibarat merencanakan sebuah karya tulis yang dituangkan dalam sebuah kerangka karangan, maka presentasi yang baik juga harus memiliki kerangka materi yang dituangkan dalam poin-poin presentasi. Susun poin-poin utama presentasi, estimasikan jumlah dan koherensi slide-slide Anda, temasuk pertimbangan perlunya referensi-referensi pendukung.
3). Kumpulkan Materi Utama dan Pendukung
Pengumpulan materi dapat Anda persiapkan dari awal. Anda dapat mulai merangkum sumber-sumber materi yang akan Anda tuangkan. Pilih koleksi file gambar, audio, atau video sebagai objek pendukung. Siapkan tabel, grafik, dan data pendukung jika diperlukan.
4). Tentukan Aplikasi Pembuat Presentasi yang Tepat
Berdasarkan perencanaan, kerangka, dan kumpulan materi yang telah Anda siapkan di awal, maka Anda dapat memilih aplikasi pembuat presentasi yang tepat bagi penuangan materi presentasi Anda. Baca kembali tip pada bagian awal untuk memastikannya.
5). Manfaatkan Aplikasi Penunjang
Inovasi di bidang perangkat lunak dewasa ini sangat beragam. Anda dapat memanfaatkan aplikasi tertentu untuk keperluan tertentu. Pada dasarnya, output akhir yang Anda persiapkan melalui aplikasi penunjang selalu dapat Anda integrasikan ke dalam slide presentasi. Di samping memanfaatkan aplikasi penunjang bagi penyusunan materi, Anda sebaiknya juga melengkapi diri dengan berbagai aplikasi bantu bagi penyajian presentasi.
6). Tentukan Output Sesuai dengan Kebutuhan
Tentukan output akhir presentasi Anda berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah diulas di bagian awal. Jika memungkinkan, pilih output akhir yang paling fleksibel, sehingga Anda mudah menyajikan, mengekspor, atau mengonversikan formatnya ke dalam output lainnya jika diperlukan.

c. Penguasaan aspek teknis
Selain menguasai aspek pembuatan sebuah dokumen presentasi melalui aplikasi tertentu, akan lebih ideal jika Anda juga memahami berbagai hal berkaitan dengan aspek teknis seputar penyajian presentasi. Beberapa di antaranya adalah tentang perangkat-perangkat yang diperlukan dalam menyajikan sebuah presentasi, perangkat pendukung yang dapat Anda pilih, serta teknik-teknik penggunaannya. Beberapa hal yang sebaiknya Anda pahami atara lain :
1). Pemilihan Perangkat Komputer
Peran komputer penyaji sangat dominan bagi kelancaran sebuah sesi presentasi. Pertimbangan pemilihan perangkat komputer antara lain mengenai spesifikasi teknis komputer, jenis atau tipe komputer, kelengkapan perangkat teknologi yang terpasang, serta sistem operasi dan aplikasi penunjang yang ada di dalamnya.
2). Pemilihan Media Simpan
Media simpan tidak hanya terbatas pada harddisk yang ada di dalam PC Anda. Pertimbangkan segi portabilitas, flesibilitas, dan mobilitas media simpan bagi dokumen presentasi Anda. Pertimbangkan pemakaian keping optical disk, USB Flash Memory, atau bahkan server jaringan atau hosting internet.
3). Pemilihan Perangkat Display
Perangkat display presentasi tidak hanya terbatas pada OHP. Pertimbangkan penggunaan LCD Projector, DLP Projector, atau Dual / Multi Monitor untuk berpresentasi. Tentukan juga jenis screen yang paling sesuai dengan
kebutuhan Anda.
4). Pemilihan Perangkat Pendukung
Sound system yang memadai adalah syarat mutlak bagi penyajian presentasi. Tentukan jenis perangkat sound system yang fleksibel namun berkemampuan optimal. Pertimbangkan juga pemakaian laser pointer untuk mendampingi sesi presentasi Anda. Sediakan camera pada ruang presentasi untuk keperluan dokumentasi Anda, terlebih jika Anda ingin mendistribusikan kembali moment-moment presentasi yang cukup penting untuk kolega Anda.

d. Teknik penyajian presentasi
Sebagus apapun materi presentasi Anda, selengkap apapun perangkat presentasi yang tersedia, semua akan sia-sia jika teknik penyajian presentasi Anda tidak menarik. Beberapa tip yang kami berikan antara lain :
1). Kuasai Teknik-teknik Penyajian Presentasi
Temukan teknik-teknik tertentu, seperti bagaimana menyajkan presentasi melalui beberapa monitor, bagaimana menyembunyikan sajian slide secara temporer untuk mengalihkan perhatian audience dari screen ke pembicaraan Anda, termasuk bagaimana mengemas slide presentasi agar dapat berjalan secara otomatis atau dapat diakses via internet.
2). Simulasikan Presentasi Anda Sesering Mungkin
Jika perlu, gunakan fasilitas Timer yang tersedia pada aplikasi penyaji presentasi untuk memastikan ketepatan waktu pemaparan setiap slide presentasi Anda.
3). Lengkapi Sajian Presentasi dengan Materi Tambahan
Anda dapat mencetak dan mendistribusikan lembar handout, membagikan CD materi presentasi, atau bahkan menyertakan materi pendukung bagi audience. Hal ini dapat meminimalkan pecahnya perhatian audience karena harus mencatat poin-poin dan paparan Anda, menghindari tidak tertangkapnya sebagian materi presentasi yang Anda sajikan, dan tentunya menjadi salah satu media penyebaran bagi visi dan misi penyajian presentasi Anda.

D. KESIMPULAN

Setiap instruktur jika mau melakukan presentasi suatu kajian maka akan melakukan serangkaian kegiatan, yaitu : analisis persiapan yang mencakup analisis audience, bahan kajian, waktu, media, termasuk pendekatan yang digunakan; pembuatan persiapan; dan latian. Kesuksesan presentasi seseorang sangat ditentukan diantaranya oleh faktor moderator, kesiapan, dan kepercayaan diri
Keprofesionalan seorang instruktur ditentukan diantaranya oleh penguasaan bahan kajian, wawasan, sikap terhadap audience, penggunaaan alat presentasi, dan cara menanggapi pertanyaan audience. Dalam hal ini seorang instruktur mutlak untuk menguasai peralatan presentasi dan pengauasaan bahan kajian yang dipresentasikan.

DAFTAR PUSTAKA

Arry Akhmad Arman. 2008, Berbagi Pengalaman ‘Teknik Presentasi’ Jakarta Maret 17, 2008

Carnegie, D. 1985. Quick and Easy Way to Effective Speaking. New York: Dale Carnegie & Associates.

Dunckel, J. & P. Elizabeth. 1995. Effective Speaking for Buisiness Success. North Van couver, Canada.

Green, G. 1998. The Magic of Public Speaking. Alih bahasa Agus Teguh H. Gramedia, Jakarta.

http://www2.telkom.net Powered by Joomla! - @copyright Copyright (C) 2005 Open Source Matters. All rights reserved Generated: 26 March, 2008, 09:23; 27 Maret 2008

Limited, KP. 2001, Making Effective Presentations. Manchester: Lonson NJ9NJ

Macnamara, J. R. 1996. The Modern Presenter's Handbook. Prentice Hall, Australia.
Maksum. 2007, Strategi dan Teknik Komunikasi Dalam Presentasi. Bogor : PUSTAKA


Rudolft, D.1993. Public Relations. Jakarta: Golden Trayon.

SUSUNAN PLANET DI TATA SURYA KITA SEKARANG SEBAGAI BAHAN PENGEMBANGAN WAWASAN PESERTA DIKLAT GURU IPA

A. PENDAHULUAN
Sejalan dengan perkembangan penelitian masalah keantariksan baik nuasa Amerikaan maupun Eropaan yang kedua-duanya begitu pesat maka wawasan para guru jika kurang menyikapinya akan ketinggalan wawasan masalah keantariksaan tersebut. Oleh karena itu pada tulisan ini akan mengupas masalah keantariksaan pada perkembangan susunan planet sekarang sampai dengan awal tahun 2008. Tulisan ini bermaksud menjembatani bagi masalah eksistensi wawasan para guru peserta Diklat IPA terhadap perkembangan susunan planet sekarang sejalan dengan ditemukannya konsep-konsep baru pada planet Pluto. Para guru IPA
peserta Diklat khususnya dan pada umumnya para guru geografi dan yang lainya mestinya mempunyai sikap selalu mengikuti penelitian-penelitian para antariksawan baik dari Amerika maupun Eropa. Dengan demikian para guru peserta Diklat IPA pada khususnya dan guru yang lain pada umumnya akan mempunyai pengetahuan keantariksaan yang selalu tidak ketinggalan, yang pada akhirnya para siswanya akan terbekali pengetahuan yang selalu mutahir dan bermutu
B. PERKEMBANGAN DEFINISI PLANET DAN PERMASALAHANNYA
Planet diambil dari kata dalam bahasa Yunani Asteres Planetai yang artinya Bintang Pengelana. Dinamakan demikian karena berbeda dengan bintang biasa, Planet dari waktu ke waktu terlihat berkelana (berpindah-pindah) dari rasi bintang yang satu ke rasi bintang yang lain. Perpindahan ini (pada masa sekarang) dapat dipahami karena planet beredar mengelilingi matahari. Namun pada zaman Yunani Kuno yang belum mengenal konsep heliosentris, planet dianggap sebagai representasi dewa di langit. Pada saat itu yang dimaksud dengan planet adalah tujuh benda langit: Matahari, Bulan, Merkurius, Venus, Mars, Jupiter dan Saturnus. Namun Astronomi modern menghapus Matahari dan Bulan dari daftar karena tidak sesuai definisi gravitational rounding (pembulatan gravitasi) yang menegaskan bahwa obyek manapun yang mengelilingi dalam kaitannya dengan tarikan gravitasi sendiri dan yang secara langsung mengorbitkan matahari disebut suatu planet. Definisi ini cukup lama digunakan hingga terjadinya penemuan-penemuan benda angkasa yang selalu bertambah hingga Agustus 2006. Dimana jumlah planet dalam tata surya kita seperti yang tertulis dalam buku pelajaran fisika adalah sembilan, dari Merkurius hingga Pluto.
Dengan pengamatan mata, benda terang di langit terbagi menjadi dua: bintang tetap yang umumnya diasosiasikan dengan rasi-rasi bintang dan "bintang" yang berpindah. Bintang yang berpindah bisa berupa bintang berekor (komet), bintang jatuh (meteor), atau bintang berjalan di sekitar rasi-rasi bintang. Dahulu orang menyebut bintang yang berjalan itu sebagai "pengembara" yang dalam bahasa Yunani disebut planet. Sekarang diketahui bahwa "bintang" pengembara itu sebenarnya adalah benda tata surya yang mengelilingi matahari, sehingga bergerak relatif terhadap bintang-bintang yang diam.
Dari fisik hasil pengamatan, kemudian planet didefinisikan sebagai benda langit yang mendapatkan cahayanya dari Matahari. Definisi ini untuk membedakannya dari bintang yang cahayanya bersumber dari reaksi nuklir di intinya. Definisi sederhana ini yang kini banyak digunakan di buku-buku pelajaran termasuklah definisi gravitational rounding (pembulatan gravitasi) yang menegaskan bahwa obyek manapun yang mengelilingi dalam kaitannya dengan tarikan gravitasi sendiri dan yang secara langsung mengorbitkan matahari disebut suatu planet. Definisi ini cukup lama digunakan hingga terjadinya penemuan-penemuan benda angkasa yang selalu bertambah hingga Agustus 2006. Dimana jumlah planet dalam tata surya kita seperti yang tertulis dalam buku pelajaran fisika adalah sembilan, dari Merkurius hingga Pluto. Definisi tersebut tidak salah, hanya tidak tepat, karena masih banyak objek langit lainnya sebagai planet-planet baru.
Dengan definisi seperti itu, semua objek tata surya bisa dianggap sebagai planet. Komet, sebagai "bintang berekor" juga memenuhi definisi tersebut, karena sumber cahayanya hanya berasal dari cahaya matahari. Asteroid yang mengorbit di antara Mars dan Jupiter juga memenuhi definisi ini. Dengan bentuk yang beraneka ragam, semua asteroid hanya memantulkan cahaya matahari. Ceres sebagai salah satu asteroid terbesar yang ditemukan 1801 memang sempat menikmati status planet selama tujuh tahun, tetapi kemudian dianggap bukan planet.
Kisah pencoretan Ceres sebagai planet setelah tujuh puluh tahun pun mirip dengan kisah pencoretan Pluto sebagai planet setelah 76 tahun. Dulu Ceres dianggap sebagai planet yang "hilang" menurut hukum Bode yang terletak di antara Mars dan Jupiter. Tetapi kemudian dipertanyakan karena ternyata Ceres bukanlah planet yang besar. Apalagi setelah ditemukan banyak objek sejenis, yang kemudian dikenal sebagai asteroid. Maka Ceres kemudian dinyatakan bukan planet, tetapi asteroid.
Sejarah memang berulang. Dulu Ceres dicoret sebagai planet, lalu dikelompokkan dalam planet minor (minor planet), mirip dengan Pluto yang dicoret sebagai planet lalu masuk kelompok planet kerdil (dwarf planet). Selama seratus tahun lebih hanya dikenal dua kelompok: planet (yang berukuran besar) dan planet minor (asteroid, yang berukuran kecil). Ketika ditanyakan batasan besarnya antara planet dan planet minor, tidak ada kejelasan. Batasan besarnya untuk membedakan klasifikasi planet dan asteroid tidak didasarkan pada pertimbangan fisika, tetapi berdasarkan pertimbangan praktis untuk tetap menganggap Ceres sebagai asteroid dan Pluto sebagai planet. Selama puluhan tahun digunakan diameter sekira 1.000 - 2.000 km sebagai batasannya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengamatan pada lima abad lalu membawa manusia untuk memahami benda-benda langit terbebas dari selubung mitologi. Galileo Galilei (1564-1642) dengan teleskop refraktornya mampu menjadikan mata manusia "lebih tajam" dalam menelisik kegelapan langit yang tidak bisa diamati melalui mata bugil. Teleskop Galileo secara revolusioner mengubah pandangan manusia mengenai kesempurnaan alam yang dihuni oleh dewa-dewa yang perkasa, misalnya bahwa Bulan ternyata wajahnya tidak mulus, tetapi bopeng-bopeng karena keberadaan kawah. Demikian halnya Matahari dengan keberadaan bercak hitam (bintik-bintik matahari/sunspots) di sekitar ekuatornya. Karena Galileo bisa mengamati lebih tajam, ia bisa melihat berbagai perubahan bentuk penampakan Venus, seperti Venus Sabit atau Venus Purnama sebagai akibat perubahan posisi Venus terhadap Matahari. Penalaran Venus mengitari Matahari makin memperkuat teori heliosentris, yaitu bahwa matahari adalah pusat alam semesta, bukan Bumi, yang digagas oleh Nicolaus Copernicus (1473-1543) sebelumnya. Susunan heliosentris adalah Matahari dikelilingi oleh Merkurius hingga Saturnus.
Teleskop Galileo terus disempurnakan oleh ilmuwan lain seperti Christian Huygens (1629-1695) yang menemukan Titan, satelit Saturnus, yang berada hampir 2 kali jarak orbit Bumi-Yupiter. Perkembangan teleskop yang membuat "mata kian tajam" ternyata diimbangi pula dengan perkembangan perhitungan gerak benda-benda langit dan hubungan satu dengan yang lain melalui Johannes Kepler (1571-1630) dengan Hukum Kepler. Puncaknya Sir Isaac Newton (1642-1727) dengan hukum gravitasi.Dengan dua modal di atas, pencarian pengembara memungkinkan. Pada 1781, William Hechell (1738-1782) menemukan Uranus. Perhitungan cermat orbit Uranus menyimpulkan bahwa planet ini ada yang mengganggu. Neptunus ditemukan pada Agustus 1846. Penemuan Neptunus ternyata tidak cukup menjelaskan gangguan orbit Uranus. Pluto (diameter 2.360 km) yang ditemukan pada 1930 sebagai planet ke-9. Perkembangan teleskoplah yang memungkinkan pada 1978 Pluto diketahui memiliki satelit yang berukuran tidak jauh kecil darinya bernama Charon (1.196 km). Saat ini satelit Pluto bertambah lagi yaitu Nix dan Hydra
Dengan ditemukannya objek-objek baru yang diusulkan sebagai planet, masyarakat astronomi dituntut untuk memberi batasan atau definisi hakikat planet. Selama tujuh tahun sejak 1999 diskusi resmi di IAU tentang definisi planet belum mencapai kata sepakat, termasuk pada saat terakhir sidang umum IAU Agustus 2006 baru lalu. Ada usulan untuk menunda lagi pendifinisiannya. Ada banyak usulan definisi. Ada definisi berdasarkan batasan massanya, ada yang berdasarkan batasan gravitasinya yang dapat mempertahankan struktur bulatnya, atau berdasarkan dinamika massa total dominan di sekitar orbitnya.
Dari pertemuan di Praha, Ceko sejak tanggal 14 hingga 25 Agustus 2006 yang dihadiri sekitar 2.500 astronom dari 75 negara yang tergabung dalam International Astronomical Union (IAU) yang membicarakan jumlah planet yang sebenarnya di Tata Surya dan terumuskan definisi planet yang baru adalah benda langit yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a) mengorbit mengelilingi bintang atau sisa-sisa bintang; (b) mempunyai massa yang cukup untuk memiliki gravitasi tersendiri agar dapat mengatasi tekanan rigid body sehingga benda angkasa tersebut mempunyai bentuk kesetimbangan hidrostatik (bentuk hampir bulat); (c) tidak terlalu besar hingga dapat menyebabkan fusi termonuklir terhadap deuterium di intinya; dan, (d) telah "membersihkan lingkungan" (clearing the neighborhood; mengosongkan orbit agar tidak ditempati benda-benda angkasa berukuran cukup besar lainnya selain satelitnya sendiri) di daerah sekitar orbitnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Planet, 25 April 2008). Definisi keputusan Praha Ceko berbeda dengan definisi planet lama yang berdasarkan sejarah.
Pada Astronomical Journal terbitan Desember 2006, Steven Soter (American Museum of Natural History, New York) dalam http://langitselatan.com/2007/06/14/lagi-tentang-definisi-planet/; 24 April 2008, mengajukan batasan planet dengan definisi besaran m (mu), yang merupakan rasio dari massa objek yang ditinjau terhadap massa total objek-objek yang memiliki orbit serupa di sekitarnya. Hal tersebut didasarkan pada hasil pertemuan puncak International Astronomical Union (IAU) dari ribuan astronom yang berkumpul di Praha yang dipimpin Profesor Iwan Williams, Ceko pada Kamis, 24 Agustus 2006, yang memutuskan definisi baru tentang planet. Planet adalah benda langit yang (1) mengorbit matahari, (2) mempunyai massa yang cukup bagi gaya gravitasinya untuk mengatasi gaya-gaya luar lainnya, sehingga dengan keseimbangan hidrostatiknya mempunyai bentuk hampir bulat, dan (3) telah menyingkirkan objek-objek lain di sekitar orbitnya. Rumusannya dapat juga disederhanakan menjadi, planet adalah benda langit yang mengitari matahari, bentuknya bulat, dan merupakan satu-satunya objek dominan di orbitnya. Selanjutnya disamping seperti yang terdefinisi diatas objek-objek yang didefinisikan planet menurut IAU, harus memiliki mu lebih besar dari 5000. Sedangkan Pluto, Ceres, Eris, dll memiliki mu tak lebih dari 1/3. Soter(2006) dalam pertemuan di Praha tersebut mengusulkan batasan planet adalah objek-objek dengan mu diatas 100. Disamping itu para astronom sepakat bahwa benda langit dapat disebut sebagai planet jika mengorbit bintang namun bukan sebagai bintang yang memancarkan sinar.
Menurut Wah(2006) dalam BBC(2008), sebenarnya memang dari dulu Pluto itu sudah menjadi kontroversi apakah pantas dimasukkan kedalam kategori planet atau bukan. Cuma sekedar masalah pengklasifikasian sebenarnya Pluto memang seharusnya dikeluarkan dari daftar planet di tata surya karena ukurannya yang super mini dari batas planet luar (Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus). Tapi kalau cuma sekedar melihat dari orbit saja tanpa melihat ukuran sebenarnya Merkurius juga nyaris sama kecilnya dengan Pluto namun memiliki orbit yang jelas dikarenakan jaraknya yang lebih dekat dengan matahari.
Dengan demikian keberadaan Pluto sebagai planet kesembilan pelu ditinjau ulang. Pertanyaan mulai muncul ketika di wilayah di luar orbit Neptunus, termasuk Pluto di dalamnya, ditemukan benda langit yang berukuran tidak jauh beda dari Pluto. Belasan benda langit termasuk dalam Obyek Sabuk Kuiper (OSK) di antaranya Quaoar (1.250 km pada Juni 2002), Huya (750 km pada Maret 2000), Sedna (1.800 km pada Maret 2004), Orcus, Vesta, Pallas, Hygiea, Varuna, dan 2003 EL61 (1.500 km pada Mei 2004). Penemuan 2003 EL61 cukup menghebohkan karena OSK ini diketahui memiliki satelit pada Januari 2005 meskipun berukuran lebih kecil dari Pluto. Puncaknya adalah penemuan UB 313 (2.700 km pada Oktober 2003) yang diberi nama oleh penemunya Xena. Selain lebih besar dari Pluto, obyek ini juga memiliki satelit. Dengan berbagai penemuan tersebut wajar bila status Pluto dipertanyakan ulang. Lebih mendasar lagi adalah pengertian baku mengenai planet. Beberapa pendapat muncul, seperti planet adalah benda bulat dan dingin yang mengorbit sebuah bintang atau bermassa mulai dari massa Pluto (1/500 massa Bumi) hingga ambang massa yang mampu menghasilkan reaksi fusi termonuklir; atau berkerapatan lebih padat dari obyek lain di sekitarnya; atau memandang dari ukurannya (diameter minimal 400 km, atau 800 km; atau minimal seukuran Pluto) dan berbentuk bulat; atau memiliki gravitasi yang cukup kuat untuk menahan atmosfer. Dengan banyaknya definisi, boleh jadi kesepakatan definisi akan menghasilkan jumlah planet yang berbeda. Jumlah planet bisa delapan bila Pluto tidak dimasukkan. Bisa 10 dengan ditambahkan Xena. Bisa 12 dengan tambahan Charon (sebagai planet ganda bersama Pluto), Ceres (sebagai planet mini yang saat ini dipahami sebagai asteroid terbesar), dan Xena. Bahkan bisa lebih dari 50 planet bila OKB berukuran besar dimasukkan. Berapa pun jumlah planet di Tata Surya, hal di atas memberikan pelajaran bahwa ilmu pengetahuan selalu berkembang. Kita tidak bisa hanya terpaku pada buku pelajaran. (http://indoforum.org/archive/index.php/t-5413.html; 24 April 2008)
Perdebatan tentang status Pluto dipicu oleh penemuan objek yang diklasifikasikan sebagai "objek lintas Neptunus" (Trans-Neptunian Objects, TNO), yaitu objek tata surya yang mengorbit melintasi atau di luar orbit planet Neptunus. Sampai akhir 1990-an telah ditemukan hampir 100 TNO, kini jumlahnya terus bertambah. Penemuan TNO diawali oleh D. Jewitt dan J. Luu(1992), mereka menemukan objek yang dinamakan QB1. Objek itu diklasifikasikan bukan planet, bukan asteroid, juga bukan komet. Objek itu mempunyai kemiripan dengan sifat-sifat dinamiki Pluto. Kurang cocok dianggap sebagai planet, seperti delapan planet lainnya sebab Pluto tidak memiliki orbit yang dominan seperti delapan planet lainnya. Namun, terlalu besar bila digolongkan sebagai TNO. Namun, Divisi III IAU yang membidangi sains sistem planet cenderung menggolongkannya sebagai TNO, berdasarkan kedekatan ciri-ciri dinamikanya. Sejak 2002 ditemukan objek-objek yang cukup besar sehingga diusulkan sebagai planet baru, yaitu Quaoar, Sedna, and Xena (nama informal bagi objek 2003 UB313). Diskusi panjang sejak 1990-an tentang status Pluto dan objek-objek baru serupa planet lainnya akhirnya diputuskan dalam voting IAU dala m 2006 lalu, pluto bukan planet.
Dengan demikian secara otomatis Pluto dinyatakan tidak masuk dalam kategori planet namun hanya sebagai benda angkasa biasa. Oleh karena itu jumlah planet dalam sistem Tata Surya kita menjadi delapan planet karena tidak memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai planet dimana orbitnya yang berbentuk elips tumpang tindih dengan orbit Neptunus. Orbitnya terhadap Matahari juga terlalu melengkung dibandingkan delapan objek yang diklasifikasikan sebagai planet. Dimana hingga 24 Agustus 2006, sebelum Persatuan Astronomi Internasional (International Astronomical Union = IAU) mengumumkan perubahan definisi "planet" sehingga seperti yang tersebut di atas, jumlah planet adalah sembilan planet termasuk Pluto. Meskipun demikian, Pluto sebagai benda langit yang dikenal sebagai planet kesembilan selama 76 tahun di Tata Surya sekarang dimasukkan ke dalam klasifikasi baru yang disebut "planet kerdil/katai" bersama benda langit yang belakangan juga ditemukan sempat dianggap sebagai planet baru seperti tersebut diatas, yaitu : Ceres, Sedna, Orcus, Xena, Quaoar, UB 313. Pluto, Ceres, Charon dan UB 313. Dengan keputusan yang akan ditetapkan IAU ini, referensi mengenai planet-planet di buku teks maupun ensiklopedia harus direvisi. Tata Surya dengan Matahari sebagai pusatnya akan dideskripsikan dengan delapan planet saja. Sementara benda-benda langit lainnya diklasifikasikan tersendiri
Sementara bagi sebagian orang, banyak yang tidak puas atas pemberlakuan definisi planet yang terbaru, terutaman orang Amerika dimana mereka masalah Pluto ini dikaitkan dengan masalah nasionalisme. Karena yang menemukan Pluto adalah astronom Amerika yaitu Clyde Tombaugh.

Sementara planet Uranus dan Neptunus ditemukan oleh astronom Eropa. Jika Pluto tidak dimasukkan dalam kategori planet, maka hilanglah jejak Amerika. Mungkin begitulah yang menjadi anggapan mereka keterkaitannya dengan rasa nasionalisme. Namun demikian masalah perkembangan ilmu pengetahuan astronomi mestinya tidak perlu dikaitkan masalah nasionalisme namun harus tetap berdasar pada metode ilmiah
Sebagai tanggapan definisi planet oleh IAU, berbagai definisi lain diajukan. Alasannya adalah bahwa definisi IAU tidak tajam dan sulit diterjemahkan dalam bahasa awam. Pada editorial majalah Sky & Teleskop (2006), sang Editor mengusulkan kategori objek dalam tata surya dibedakan menjadi:
1. Planet Raksasa Gas (Gas Giant)Planet raksasa gas ini lebih lanjut bisa dibedakan menjadi:
o Jovian (planet raksasa gas).Termasuk dalam kategori ini adalah Jupiter dan Saturnus
o Uranian (planet raksasa es)Planet Uranus dan Neptunus masuk dalam kategori ini
2. Planet Terrestrial.Yang termasuk dalam kategori planet terrestrial adalah Planet Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars
3. Planet Kerdil (Dwarf).Kategori ini dibagi lagi menjadi:
o CereanYang termasuk Cerean adalah planet kecil batuan, dengan mengambil model dari asteroid Ceres. Asteroid-asteroid yang berada dalam sabuk utama asteroid antara orbit Mars dan Jupiter, masuk dalam kategori Cerean.
o PlutonianYang termasuk Plutonian adalah planet kecil es, dengan mengambil model dari Pluto. Objek-objek diluar orbit Neptunus (misalnya: Pluto, Eris, Quaouar, dll) termasuk kategori Plutonian.
Pluto memang berbeda dengan kedelapan planet lainnya, yaitu : Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus mempunyai ciri-ciri yang mirip dan sifat-sifatnya bisa dijelaskan dari proses pembentukan tata surya. Empat planet pertama disebut planet keluarga Bumi karena komposisinya mirip Bumi, terutama terdiri dari batuan silikat dan logam. Empat planet berikutnya disebut planet keluarga Jupiter yang merupakan planet raksasa dengan komposisi utamanya adalah unsur-unsur ringan (hidrogen, helium, argon, karbon, oksigen, dan nitrogen) berbentuk gas atau cair.
Planet-planet keluarga Bumi hanya terbentuk dari materi padat yang terkondensasi, terutama dari senyawa besi dan silikat. Sedangkan Jupiter dan planet-planet raksasa lainnya terbentuk dari planetesimal (bakal planet) besar, antara lain akibat turut terkondensasinya es air, sehingga mampu menangkap gas, terutama hidrogen dan helium.
Sementara Pluto terdiri dari batuan dan es. Diperkirakan komposisinya terdiri dari 70 persen batuan dan 30 persen es air. Atmosfernya sangat tipis terdiri dari nitrogen, karbon monoksida, dan metan yang hampir selalu berupa gas beku. Kondisi ini aneh bila dibandingkan dengan proses pembentukan planet keluarga Jupiter. Semestinya semakin jauh dari matahari, bila proses pembentukannya sama, akan terbentuk planet gas juga yang tergolong besar ukurannya.
Keberbedaan lainnya dari Pluto adalan berukuran sangat kecil dibandingkan planet-planet lainnya. Diameternya hanya setengah diameter Merkurius atau dua pertiga diameter Bulan. Bidang orbitnya juga sangat menyimpang (inklinasinya 17 derajat) dari bidang orbit rata-rata planet (inklinasi rata-rata 2 derajat). Lintasan orbitnya pun yang paling lonjong.
Pluto ditemukan dari keberuntungan yang bersumber dari kesalahan perhitungan Percival Lowell tentang gangguan orbit planet Uranus dan Neptunus pada awal 1900-an. Menurut dia, mestinya ada planet pengganggu di luar orbit Neptunus. Tidak menyadari adanya kesalahan perhitungan Lowell, Clyde Tombaugh dengan gigih mencari planet pengganggu di sekitar posisi yang disebutkan oleh Lowell.
Memang, hasil pengamatan akurat pesawat Voyager tahun 1980-an tentang massa Neptunus akhirnya menunjukkan bahwa tidak ada yang aneh dengan orbit planet Neptunus. Pluto atau Planet-X tak perlu ada untuk menjelaskan gangguan orbitnya. Tetapi Pluto terlanjur ditemukan dan telah diakui sebagai planet selama 76 tahun.
Menurut Kepala Observatorium Bosscha-Lembang Taufiq Hidayat dalam Kompas (Jumat, 8 September 2007), disebutkan bahawa kita dalam mensosialisasi masalah dikeluarkannya Pluto sebagai bagian dari sistem planet di tata surya kita, tidak perlu terburu-buru atau dengan secara perlahan. Sosialisasi juga tidak perlu dilakukan secara masif ke sekolah-sekolah atau murid-murid, juga tidak perlu melakukannya secara besar-besaran pada guru mata pelajaran ilmu pengetahuan alam , tapi cukup melalui via media cetak buku mata pelajaran atau media masa baik yang berupa media suara, tanyang, atau dunia maya. Hasil sidang Umum Himpunan Astronomi Internasional ke-26 di Praha, Ceko, 25 Agustus lalu, mencabut status Pluto sebagai planet ke sembilan dalam tata surya kita. Dalam sidang tersebut Pluto dinyatakan tidak masuk dalam kategori planet namun hanya sebagai benda angkasa biasa sebagai planet kerdil. Planet kerdil walaupun mengandung nama "planet" bukanlah planet, sama halnya dengan penamaan asteoroid sebagai planet minor. Planet kerdil didefinisikan sebagai benda langit yang (1) mengorbit matahari, (2) mempunyai massa yang cukup bagi gaya gravitasinya untuk mengatasi gaya-gaya luar lainnya sehingga dengan kesetimbangan hidrostatiknya mempunyai bentuk hampir bulat, (3) belum menyingkirkan objek-objek lain di sekitar orbitnya, dan (4) bukan satelit.
Definisi baru planet dalam sidang tersebut berubah, yaitu memiliki orbit yang mengelilingi Matahari, memiliki massa yang cukup besar dengan diameter lebih dari 800 kilometer. Ciri terakhir adalah memiliki orbit yang tidak memotong orbit planet lainnya.Sedangkan dalam kenyataannya, Pluto sudah dikenal sebagai planet ke sembilan dalam sistem tata surya kita. Namun, dalam pengamatannya, ternyata Pluto memiliki orbit yang sering kali menyimpang atau bersinggungan dengan orbit planet lainnya.
Selanjutnya Taufiq Hidayat (2007), menyatakan dikeluarkannya Pluto sebagai planet ke sembilan tidak memiliki urgensi karena hal ini merupakan siklus ilmu pengetahuan yang selalu memperbaiki diri sendiri ketika ada fakta baru. Dimana fakta itu bisa dibuktikan kesahihannya secara ilmiah. "Perubahan yang terjadi sebenarnya tidak fundamental. Taufiq menilai, pemerintah dalam hal ini Depdiknas tidak perlu terburu-buru untuk menarik buku-buku pelajaran yang masih mengajarkan Pluto sebagai planet ke sembilan. Karena biaya yang dikeluarkan untuk mengganti seluruh buku ini akan sangat besar (http://www.bluefame.com/lofiversion/index.php/t14364.html, 24 April 2008)
Dengan definisi itu baru Pluto, Ceres, dan Xena yang masuk dalam kelompok planet kerdil(dwarf planet). Charon yang sebelumnya diusulkan sebagai planet ganda berpasangan dengan Pluto, tidak dimasukkan sebagai planet kerdil karena berstatus sebagai satelit Pluto. Di luar planet dan planet kerdil, objek tata surya lainnya seperti komet, asteroid, TNO, NEO, dan lainnya dikelompokan sebagai "benda kecil tata surya" (Small Solar System Bodies)(http://tutorial.mysimplebiz.info/isi/tahukahanda8.htm, 24 April 2008)

C. PLANET-PLANET DALAM TATA SURYA KITA
Menurut IAU (Persatuan Astronomi Internasional) planet-planet dalam Tata Surya kita sekarang berjumlah 8, yaitu :1. Merkurius2. Venus3. Bumi4. Mars5. Jupiter6. Saturnus7. Uranus8. Neptunus

Sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, pengertian definisi atau istilah “planet” berubah dari “sesuatu” yang bergerak melintasi langit (relatif terhadap latar belakang bintang-bintang yang “tetap”), menjadi benda yang bergerak mengelilingi Bumi. Ketika model heliosentrik mulai mendominasi pada abad ke-16, planet mulai diterima sebagai “sesuatu” yang mengorbit Matahari, dan Bumi hanyalah sebuah planet. Hingga pertengahan abad ke-19, semua obyek apa pun yang ditemukan mengitari Matahari didaftarkan sebagai planet, dan jumlah “planet” menjadi bertambah dengan cepat di penghujung abad itu.
Selama 1800-an, astronom mulai menyadari bahwa banyak penemuan terbaru tidak mirip dengan planet-planet tradisional. Obyek-obyek seperti Ceres, Pallas dan Vesta, yang telah diklasifikasikan sebagai planet hingga hampir setengah abad, kemudian diklasifikan dengan nama baru "asteroid". Pada titik ini, ketiadaan definisi formal membuat "planet" dipahami sebagai benda 'besar' yang mengorbit Matahari. Tidak ada keperluan untuk menetapkan batas-batas definisi karena ukuran antara asteroid dan planet begitu jauh berbeda, dan banjir penemuan baru tampaknya telah berakhir.
Namun pada abad ke-20, Pluto ditemukan. Setelah pengamatan-pengamatan awal mengarahkan pada dugaan bahwa Pluto berukuran lebih besar dari Bumi, IAU (yang baru saja dibentuk) menerima obyek tersebut sebagai planet. Pemantauan lebih jauh menemukan bahwa obyek tersebut ternyata jauh lebih kecil dari dugaan semula, tetapi karena masih lebih besar daripada semua asteroid yang diketahui, dan tampaknya tidak eksis dalam populasi yang besar, IAU tetap mempertahankan statusnya selama kira-kira 70 tahun.
Pada 1990-an dan awal 2000-an, terjadi banjir penemuan obyek-obyek sejenis Pluto di daerah yang relatif sama. Seperti Ceres dan asteroid-asteroid pada masa sebelumnya, Pluto ditemukan hanya sebagai benda kecil dalam sebuah populasi yang berjumlah ribuan. Semakin banyak astronom yang meminta agar Pluto didefinisi ulang sebagai sebuah planet seiring bertambahnya penemuan obyek-obyek sejenis. Penemuan Eris, sebuah obyek yang lebih masif daripada Pluto, dipublikasikan secara luas sebagai planet kesepuluh, membuat hal ini semakin mengemuka. Akhirnya pada 24 Agustus 2006, berdasarkan pemungutan suara, IAU membuat definisi planet. Jumlah planet dalam Tata Surya berkurang menjadi 8 benda besar yang berhasil “membersihkan lingkungannya” (Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus), dan sebuah kelas baru diciptakan, yaitu planet katai, yang pada awalnya terdiri dari tiga obyek, Ceres, Pluto, Eris, dan planet katai dari perkembangan temuan-temuan baru.
D. SEJARAH NAMA-NAMA PLANET
Lima planet terdekat ke Matahari selain Bumi (Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus) telah dikenal sejak zaman dahulu karena mereka semua bisa dilihat dengan mata telanjang. Banyak bangsa di dunia ini memiliki nama sendiri untuk masing-masing planet (lihat tabel nama planet di bawah). Pada abad ke-6 SM, bangsa Yunani memberi nama Stilbon (cemerlang) untuk Planet Merkurius, Pyoroeis (berapi) untuk Mars, Phaethon (berkilau) untuk Jupiter, Phainon (Bersinar) untuk Saturnus. Khusus planet Venus memiliki dua nama yaitu Hesperos (bintang sore) dan Phosphoros (pembawa cahaya). Hal ini terjadi karena dahulu planet Venus yang muncul di pagi dan di sore hari dianggap sebagai dua objek yang berbeda.
Pada abad ke-4 SM, Aristoteles memperkenalkan nama-nama dewa dalam mitologi untuk planet-planet ini. Hermes menjadi nama untuk Merkurius, Ares untuk Mars, Zeus untuk Jupiter, Kronos untuk Saturnus dan Aphrodite untuk Venus.
Pada masa selanjutnya di mana kebudayaan Romawi menjadi lebih berjaya dibanding Yunani, semua nama planet dialihkan menjadi nama-nama dewa mereka. Kebetulan dewa-dewa dalam mitologi Yunani mempunyai padanan dalam mitologi Romawi sehingga planet-planet tersebut dinamai dengan nama yang kita kenal sekarang.
Hingga masa sekarang, tradisi penamaan planet menggunakan nama dewa dalam mitologi Romawi masih berlanjut. Namun demikian ketika planet ke-7 ditemukan, planet ini diberi nama Uranus yang merupakan nama dewa Yunani. Dinamakan Uranus karena Uranus adalah ayah dari Kronos (Saturnus). Mitologi Romawi sendiri tidak memiliki padanan untuk dewa Uranus. Planet ke-8 diberi nama Neptunus, dewa laut dalam mitologi Romawi.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.indomedia.com/intisari/2001/Des/briket_kjs.htm, 18 April 2008

http://gibol.wordpress.com/2006/08/29/nasib-planet-pluto/, 18 April 2008
http://www.gsp.caltech.edu/~mbrown/sedna/sedna.skychart-big,tif,tiff, Sedna 90377.3 Juni 2007
http://www.indomedia.com/intisari/2001/Des/briket_kjs.htm, 18 April 2008

http://www.kapanlagi.com/newp/a/0000001497.html, 18. April 2008
http://mustolihbrs.wordpress.com/page/2/, 24 April 2008
kompas.com [29/08/2006]
http://tutorial.mysimplebiz.info/isi/tahukahanda8.htm, 24 April 2008
http://www.bluefame.com/lofiversion/index.php/t14364.html, 24 April 2008
http://langitselatan.com/2007/06/14/lagi-tentang-definisi-planet/; 24 April 2008

http://indoforum.org/archive/index.php/t-5413.html; 24 April 2008

http://id.wikipedia.org/wiki/Planet, 25 April 2008

http://id.wikipedia.org/wiki/planet#planet_dalam_tata_surya#planet_dalam_data_surya: 12 April 2008