Rabu, 07 Januari 2009

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN GURU MELALUI PROGRAM SIARAN RADIO PENDIDIKAN RRI KALIMANTAN BARAT

Penyusun : Kusmoro, M.Pd.

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 diantaranya mengamanatkan pada Pemerintah Negara Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Selanjutnya dalam Undang Undang RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mangamanatkan bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Oleh karena itu Departemen Pendidikan Nasional Indonesia sebagai pelaksana teknis dalam mewujudkan cita-cita luhur tersebut harus dapat melaksanakan melalui program-program yang dapat menyentuh langsung pada cita-cita tersebut melalui unit-unit teknisnya yang tersebar merata di seluruh wilayah RI tersebut.

Untuk melaksanakan tujuan tersebut ditemui berbagai masalah dan hambatan seperti masalah geografis. Tanah air kita yang terdiri dari beribu pulau besar dan kecil serta memiliki wilayah yang sangat luas. Kondisi geografis yang demikian berakibat tidak meratanya kesempatan memperoleh pendidikan yang layak dan juga karena penyebaran guru-guru baik pendidikan dasar maupun pendidikan lanjutan sehingga mutu pendidikanpun kurang merata. Di kota-kota besar guru berlebih sedangkan di desa-desa terutama di daerah terpencil dan pedalaman sangat kekurangan guru.

Sementara bahwa rendahnya mutu pendidikan(sains) di Indonesia disebabkan bukan hanya oleh faktor mutu proses pembelajaranya tapi oleh banyak faktor lain di antaranya faktor pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan (manajemen), pembiayaan, dan lain sebagainya(Sukarjo,2004). Oleh karena itu peran guru terhadap masalah mutu pendidikan mempunyai posisi yang sangat setrategis dan sangat penting.

Dimana pendidikan dan Pelatihan(Diklat) yang diberikan guru di wilayah Provinsi Kalimantan Barat selama ini terutama di tahun 2008 belum begitu merata. Hal ini dapat dilihat pada data pelaksanaan Diklat oleh LPMP untuk program LPMP selama tahun 2008 serapannya sejumlah 1402 orang(LPMP Seksi FSP, 2008)

walaupun diharapkan para guru yang sudah didiklat dapat mengimbaskan pada guru-guru lain yang belum didiklat baik di sekolahnya maupun sekolah lain. Namun imbasisai hasil Diklat hasilnya tidak bisa di andalkan apakah dapat diserap seperti yang dimaksud dalam suatu Diklat tersebut.

Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai keseimbangan antara kedaulatan subyek didik dengan kewibawaan pendidik, usaha penyiapan subyek didik menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang cenderung semakin pesat. Pendidikan juga meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat yang berlangsung seumur hidup, juga sebagai kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya

Peristiwa Diklat terjadi apabila sebyek didik secara aktif berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh widyaiswara atau instruktur. Proses Diklat yang afektif memerlukan strategi dan media/teknologi pendidikan yang tepat. Dimana program Diklat juga harus dirancang dan diimplementasikan sebagai suatu system. Proses dan produk belajar perlu memperoleh perhatian seimbang di dalam pelaksanaan kegiatan Diklat. Pembentukan kompetensi professional memerlukan pengintegrasian fungsional antara teori dan praktik serta materi dan metodologi penyampaiannya. Pembentukan kompetensi professional memerlukan pengalaman lapangan yang bertahap, mulai dari pengenalan medan, latihan ketrampilan terbatas, sampai dengan pelaksanaan dan penghayatan tugas-tugas kependidikan secara utuh dan actual. Adapun kriteria keberhasilan yang utama dalam pendidikan professional adalah pendemonstrasian penguasaan kompetensi dengan materi Diklat dan system penyampaiannya selalu berkembang

Guru adalah agen pembaharuan yang berperan sebagai pemimpin dan pendukung nilai-nilai masyarakat. Guru juga sebagai fasilitator yang memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi subyek didik untuk belajar, bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar subyek didik. Disamping itu guru dituntut untuk menjadi contoh dalam pengelolaan proses belajar mengajar bagi calon guru yang menjadi subyek didiknya, bertanggung jawab secara professional untuk terus menerus meningkatkan kemampuannya, dan menjujung tinggi kode etik professional.

Sementara guru di Provinsi Kalimantan Barat berada bertebaran didaerah dengan geografis yang begitu luas dan sebagian besar pada daerah jangkauan sulit dengan jaringan listrik belum tersedia. Sementara siaran RRI Kalimantan Barat selama ini dapat di terima sapai ke daerah yang kondisinya di pinggiran tersebut. Namun demikian untuk program Depdiknas tentang sistim informasi on line daerah-daerah perkotaan dan kecamatan-kecamatan pinggiran saja yang dapat menikmati. Sejalan dengan peran dan tugas guru yang sangat mulia namun jika setiap guru dan setiap saat tidak di cas ulang tentang perkembangan bahan baku kebutuhan guru untuk siswanya dan pengembangan dirinya oleh lembaga yang bertanggung jawab.

Provinasi Kalimantan Barat yang terbagi dalam 14 Kabupaten/Kota dengan jumlah 173 kecamatan. Kecamatan-kecamatan diluar ibu kota kabupaten penyebarannya sebagian besar kategori jauh atau daerah sulit terjangkau. Dimana Jumlah guru di Provinsi Kalimanatan Barat sapai tahun 2008 adalah 58.375 orang(LPMP Seksi PSI, 2008) dengan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) guru tatap muka selama ini khusus pada program LPMP selama tahun 2008 serapannya sejumlah 1402 orang(LPMP Seksi FSP, 2008)

Berdasarkan data serapan Diklat guru tahun 2008 tersebut maka para guru yang belum tersentuh Diklat adalah 56.973 orang atau ...% guru. Dengan demikian jumlah guru yang tidak terdiklat jauh lebih banyak dari pada guru yang terdiklat. Oleh karena itu bagaimana peran lembaga yang bertanggung jawab dalam mengatasi masalah tersebut yaitu memberikan alternatif Diklat pada sejumlah 56.973 orang guru. Dengan asumsi jika guru-guru tersebut dapat teratasi Diklat keguruan seperti guru-guru yang dapat terjaring Diklat selama ini oleh LPMP akan terjadi kesetaraan kompetensi guru di Kalimanatan Barat ini.

Dari data perbedaan yang mencolok antara serapan Diklat dan kenyataan jumlah guru yang belum Diklat tersebut belum seimbang maka diperlukan alternatif Diklat yang dapat mengatasi keterbatasan serapan peserta Diklat tersebut. Adapun alternatif Diklat guru yang menjadi tawaran ini adalah Diklat Guru Melalui Program Siaran Radio Pendidikan RRI(PSRP) oleh LPMP bekerjasama dengan pemerintah Provinsi Kalimanatan Barat

B. TUJUAN

Tujuan dari Diklat guru melalui PSRP adalah :

1. Meningkatkan kemampuan guru pendidikan dasar maupun pendidikan lanjutan dalam cara mengajar dan penguasaan materi pengajaran, terutama bagi mereka yang tertinggal dalam menerima Diklat kompetensi keguaruan pada khususnya dan pada umumnya para guru yang ingin tahu dan menjadi seharusnya guru dalam mengajar yang profesiona untuk dalam mencapai standar mengajar.

2. Meningkatkan mutu pendidikan di pendidikan dasar maupun pendidikan lanjutan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan profesional guru di sekolahnya.

3. Memperluas kesempatan meningkatkan mutu profesional guru sekolah pendidikan dasar maupun lanjutan yang belum mengikuti program Diklat tatap muka baik oleh LPMP maupun lembaga lain.

C. MANFAAT :

Manfaat dari Diklat guru melalui PSRP adalah :

1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang ragam pendekatan Diklat Guru melalui PSRP

2. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan

3. Sebagai bahan pertimbangan dan bahan masukan serta acuan bagi penyusunan penetuan program dan pendekatan Diklat guru

4. Sebagai bahan pertimbangan bagi para widyaiswara dan penyusun program diklat guru

5. Memberikan gambaran implementasi Pendekatan Diklat Guru dengan PSRP

6. Memberikan wacana / pemikiran bagi para penjaminan mutu pendidikan tentang peningkatan mutu pendidikan dengan meningkatkan kesetandaran kompetensi guru melalui diklat dengan PSRP

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP PSRP

Radio memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh media lainnya. Menurut Dodi Mawardi(2008) , dalam situsnya ada sembilan karakteristik media radio yaitu :

1. Media radio memiliki kemampuan untuk mengembangkan imajinasi pendengar (Theater of Mind)

2. Media radio mampu menyentuh pribadi pendengar (Personal).

3. Media radio hanya menggunakan suara dalam menyajikan informasinya (Sound Only).

4. Media radio dapat diakses cepat dan seketika (At Once).

5. Media radio di dengar secara sepintas (Heard Once).

6. Media radio bisa menjadi teman dalam beraktifitas (Secondary Medium Half Ears Media).

7. Media radio mudah dibawa kemana saja (Mobile / Portable).

8. Media radio bersifat lokal, hanya di daerah yang ada frekuensinya (Local).

9. Media radio tersusun secara sistematis (Linear).

Selain dari sembilan karakteristik yang ada diatas dapat ditambahkan kekuatan/kelebihannya. Menurut A.Darmanto dalam tulisannya (Radio: Media yang terpinggirkan, mampukah membangun kota?) yaitu :

1. Tingkat kecepatan menyampaikan informasi cukup tinggi (Rapidity).

2. Jangkauan wilayah siarannya luas (Wide Coverage).

3. Dapat dinikmati secara serentak dalam waktu yang sama (Simultaneous).

4. Dapat dinikmati oleh yang buta huruf (Illiteracy).

Jika melihat karakteristik serta kekuatan yang dimiliki radio, tentunya tidak salah lagi jika kita memanfaatkan media radio ini dalam dunia pendidikan. Dimana program siaran radio pendidikan RRI ini terjadi karena program tersebut yang tentunya sudah disusun berdasarkan kebutuhan pendengar (dalam hal ini para guru) dengan kemasan yang begitu menarik sehingga pendengar menjadi penasaran untuk terus mengikuti dan menanti program siaran pendidikan tersebut.

PSRP merupakan kependekan dari program siaran radio pendidikan RRI Provinsi Kalimantan Barat. RRI Kalimantan Barat dengan jangkauan yang luas dengan komunitas penggemar pendengar tersendiri, maka akan lebih efektif jika menjadi media yang menjembatani keterbatasan penyerapan Diklat tatap muka dari jumlah guru Kalimantan Barat yang begitu besar. Dimana asumsi Diklat guru dilakukan melalui PSRP ini maka semua guru akan memperoleh setiap program Diklat yang diberikan. Dimana setiap kerja kelompok baik kelompok kerja guru(KKG) maupun musyawarah guru mata pelajaran(MGMP) dapat berkumpul di kelompok kerjanya sesui dengan jadwal siaran radio untuk mengikuti PSRP tersebut

Dengan adanya radio tentunya pembelajaran dari Diklat guru akan lebih menyenangkan. Para para guru yang tidak dapat terikut sebagai peserta Diklat tatap muka di LPMP atau lembaga lain yang memberikan Diklat keguruan maka akan dapat menikmati Diklat melalui radio yang dengan karakteristiknya hanya “suara” akan mampu membangkitkan daya imajinasi para guru itu sendiri. Selain itu, ” radio masih dipandang oleh para pemilik opini sebagai saluran yang mempunyai pendengar efektif ”(Redi Panuju, Nalar Jurnalistik: Dasarnya Dasar Jurnalistik, Bayumedia Publising, 2005).

Image

Gambar : Guru Sedang Mengikuti Diklat Siaran Radio Pendidikan

B. DIKLAT GURU MELALUI PSRP

Di dalam Diklat dengan media radio dalam bentuk PSRP maka kurikulum, strategi, evaluasi diklat, jadwal, peserta, dan media pendukung dirancang sedemikian rupa, dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Kurikulum Diklat Guru

Kurikulum Diklat guru melalui PSRP adalah sama dengan kurikulum Diklat guru tatap muka. Dimana kurikulum ini dibuat sesuai atau berdasarkan analisis kebutuhan peserta Diklat yaitu kebutuhan guru. Kurikulum Diklat ini yang selanjutnya akan dijabarkan menjadi garis-garis besar program pembelajaran Diklat(GBPP). Pada dewasa ini kebutuhan guru mengacu pada Permendiknas No.16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru yaitu : (1) Kompetensi pedagogik, (2) Kompetensi kepribadian, (3) Kompetensi sosial, dan (4) Kompetensi profesional

2. Strategi Diklat

Agar Diklat menarik perhatian para guru untuk ikut berpartisipasi dalam program tersebut, maka peserta diklat disiapkan brosur. Brosur dengan dilampiri formulir pendaftaran dikirim ke sekolah melalaui kantor UPT Dinas Pendidikan Kecamatan setempat. Para guru yang akan ikut menjadi peserta harus menjadi kelompok belajar di KKG atau MGMP masing-masing dengan mengisi formulir yang dikirim ke kantor UPT Dinas Pendidikan Kecamatan, setelah mendaftar akan diberi nomor registrasi sebagai keabsahan menjadi anggota kelompok belajar. Guru-guru yang mempunyai nomor registrasi Diklat melalui PSRP berhak mengikuti ujian pada setiap akhir paket atau enam bulan sekali. Dimana para peserta Diklat yang telah mengikuti ujian dan memenuhi standar minimal lulus akan dinyatakan lulus dengan sertifikat Diklat tersebut. Kegiatan kelompok kerja adalah membaca buku bahan penyerta dan mendengarkan siaran radio yang diiringi dengan diskusi selama lebih kurang 60 menit.

Mendengarkan secara berkelompok sangat dianjurkan agar setelah siaran dapat mengadakan diskusi tentang materi pelajaran yang disiarkan. Kegiatan ini dapat dilakukan di kelompok kerja baik melalui KKG/MGMP di Sekolah/Kecamatan/Kabupaten pada setiap hari senin jam 14.00 sampai dengan jam 15.00. Dimana waktu program siaran radio pendidikan RRI Kalimantan Barat diprogramkan pada waktu tersebut sehingga tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar di sekolah.

3. Peserta Diklat

Diklat keguruan dalam meningkatkan kompetensi guru dengan melalui PSRP dengan peserta meliputi : semua guru yang tidak terikut dalam Diklat tatap keguaruan baik yang diadakan LPMP maupun lembaga lain pada program Diklat yang sama

4. Bahan Pembelajaran Diklat

Yang menjadi bahan pembelajaran dalam Diklat guru melalui PSRP adalah modul 4 (empat) kompetensi guru yang disipakan oleh lembaga yang mempunyai program diklat tersebut seperti LPMP bekerja sama dengan Dinas Pendidikan atau Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat

5. Evaluasi Diklat

Pada setiap akhir paket para peserta mengikuti ujian atau penilaian yang dilaksanakan secara serentak seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Barat yang dikoordinir oleh Dinas Pendidikan setempat. Pengawasan terhadap pelaksanaan penilaian ini dilakukan oleh pengawas sekolah setempat, sedang pengawasan kinerja dan mutu dilakukan oleh LPMP dengan menurunkan widyaiswaranya sebagai perancang akademik dan pelaksana serta evaluai Diklat bersama dengan tenaga staf. Untuk menjaga validasi soal-soal ujian maka soal-soal tersebut LPMP bekerja sama dengan lembaga yang kompeten dalam menyusun soal bersama ahli materi, dan soal-soal tersebut diujicobakan lebih dahulu sebelum disebarkan.

C. HUBUNGAN PSRP DENGAN SISTEM DIKLAT TATAP MUKA (DIKLAT KONVENSIONAL)


Program Depatemen Pendidikan Nasional tidak hanya menekankan pada penjaminan pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu , serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapai tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, maupun global. Oleh karena itu tuntutan mutu pendidikan adalah suatu yang memberikan penekanan yang cukup kuat pada keberadaan guru di wailah provinsi Kalimantan Barat ini.

Kurikulum Diklat keguruan yang diberikan melalui diklat konvensional adalah sama dengan Diklat guru melalui PSRP. Yang membedakan dari kedua model Diklat tersebut adalah pendekatan yang di gunakan. Pada Diklat konvensional pendeekatan yang di gunakan adalah pembelajaran tatap muka dengan peserta mengikuti penjelasan dari widyaiswara atau tanya jawab, diskusi, dan caran lainya yang selanjutnya memecahkan masalah dan penyimpulan. Diklat konvensional waktunya dan pesertanya terbatas serta guru harus meninggalkan aktivitas mengajar dikelas. Namun pada Diklat dengan PSRP pendekatan yang digunakan adalah melalui program siaran radio pada waktu tertentu yang sudah ditentukan sementara peserta Diklat dalam kelompok kerja bersama mendengarkan program radio tersebut dan dilanjutkan setelah waktu siaran selesai peserta diklat berdiskusi. Dimana Diklat dengan PSRP ini guru tidak akan meninggalkan aktivitas mengajar sehinga proses pembelajaran di kelas tidak terganggu.

Sehubungan dengan Diklat konvensional dalam satu tahun mempunyai serapan yang begitu kecil maka guru-guru yang didak terikut dalam Diklat konvensional tersebut dapat tetap mengikuti Diklat yang sama melalui PSRP, artinya gerakan mutu pendidikan akan dapat berjalan saling melengkapi tapi dapat serentak. Dimana bahan belajar siaran radio bersifat terbuka yang dipancarkan melaui stasiun RRI Kalimantan Barat dan siapapun dapat menerimanya.



BAB III

PENUTUP

Kegiatan pembinaan dalam peningkatan standar kompetensi guru sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan pada umunya. Diklat Guru dengan PSRP adalah salah satu model pendekatan Diklat guru yang dapat menjadikan program terlaksana secara serentak. Dimana peran Diklat ini sebagai upaya melengkapi Diklat Guru konvensional. Dengan demikian setiap guru dimanapun tempat kerja di wilyah Kalimantan Barat walupun tempat itu terpencil atau jauh dari kota ataupun tidak ada jaringan listrik ataupun internet tetap akan mendapat pembinaan setiap ada program pembinaan

Ditinjau dari aspek media secara keseluruhan program PSRP tersebut dinyatakan baik dan menarik untuk didengarkan. Beberapa aspek yang perlu mendapatkan pembenahan karena dirasa masih kurang antara lain masalah interaktifitas program, variasi penyajian, bahasa, cara membawakan naskah, kualitas rekaman dan sebagainya.

Terdapat hubungan yang erat antara penilaian/pendapat responden terhadap kualitas program dengan tingkat pemahaman terhadap materi siaran. Artinya bilamana program dinilai menarik bisa diharapkan bahwa hasil pemahaman akan meningkat. Daya tarik suatu program PSRP banyak ditentukan oleh variasi penyajian, musik, suara pengiring, cara membawakan/membaca naskah, nama-nama pelaku, dsb.

Beberapa hasil study yang telah dilakukan menunjukan bahwa program Diklat guru melalui PSRP mendapat respon yang baik dari guru-guru khususnya yang berada di daerah terpencil. Mereka menyadari akan pentingnya peningkatan kualifikasi sebagai tuntutan profesionalisme guru. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Badan Litbang Departemen Penerangan (1997) bahwa responden di pedesaan dan perkotaan memberikan penilaian positif terhadap acara pendidikan RRI yang biasa didengar.

DAFTAR PUSTAKA

BSNP (2008), Permendiknas No. 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru . Jakarta: Dirjen PMPTK

LPMP Kalbar(2008), Data Guru dan Pelaksanaan Diklat Tahun 2008. Pontianak : PSI dan FSP

Depdiknas (2003), Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Biro Hukum dan Organisasi

________ (2005), Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta : Biro Hukum dan Organisasi.

http://renggani.blogspot.com/2007/07/pendidikan-dan-pelatihan-guru-sd_21.html ; 6 Jan 2009

http://kafeguru.blogspot.com/2008/09/hakikat-guru-hakikat-belajar-hakikat.html; 6 Jan 2009

http://p4tkmatematika.com/web/index.php?option=com_content&task=view&id=155&Itemid=54; 6 Jan 2009






Rabu, 24 September 2008

UPAYA MENJADIKAN DIKLAT BERMAKNA

Oleh : Kusmoro

A. Pendahuluan
Pendidikan dan pelatihan bagi para tenaga pendidik dan kependidikan di LPMP Kalbar untuk mencapai diklat yang bermakna maka diperlukan dukungan yang semestinya. Dukungan diklat dapat berupa kebijakan, sarana pendukung seperti media, bahan ajar, dan perpustakan serta laboratorium, lingkungan belajar yang tertata sedemikian rupa. Namun demikian pada kajian saat ini yang dibicarakan adalah bagaimana menata lingkungan belajar dalam diklat yang bermakna?. Dimana disana sini jika berbicara lingkungan belajar diklat pasti berkait dengan bagaimana setting kelas yang ditata sesuai dengan strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran yang digunakan widyaiswara. Padahal peran lingkungan belajar berdasarkan empiris besar pengaruhnya untuk menjadikan suasana pembelajaran diklat mempunyai makna yang begitu menarik bagi peserta diklat. Dari uraian awal maka, bagaimana menata kelas diklat yang menjadikan diklat bermakna terutama bagi peserta diklat ?
B. Pembahasan
Lingkungan belajar menurut Muhammad Saroni (2006:82-84), adalah ”segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Lingkungan ini mencakup dua hal utama, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial, kedua aspek lingkungan tersebut dalam proses pembelajaran haruslah saling mendukung, sehingga peserta diklat merasa krasan di kelas dan mau mengikuti proses pembelajaran secara sadar dan bukan karena tekanan ataupun keterpaksaan.” Oleh karena itu dalam hal ini lingkungan belajar mempunyai kontribusi yang cukup besar. Dalam kegiatan menata lingkungan belajar maka lingkungan belajar dalam hal ini dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Lingkungan fisik, lingkungan yang memberi peluang gerak dan segala aspek yang berhubunga dengan upaya penyegaran pikiran bagi peserta diklat setelah mengikuti proses pembelajaran yang sangat membosankan. Lingkungan fisik ini meliputi saran prasarana pembelajaran yang di miliki lembaga atau tempat diklat seperti lampu, ventilasi, bangku, dan tempat duduk yang sesuai untuk peserta diklat, dan lain sebagainya.
2. Lingkungan sosial, lingkungan yang berhubungan dengan pola interaksi antarpersonil yang ada di lingkungan lembaga diklat secara umum. Lingkungan sosial yang baik memungkinkan para peserta diklat untuk berinteraksi secara baik, peserta diklat dengan widyaiswara, widyaiswara dengan peserta diklat, widyaiswara dengan widyaiswara, atau widyaiswara dengan karyawan, dan peserta diklat dengan karyawan, serta secara umum interaksi antar personil. Kondisi pembelajaran yang kondusif hanya dapat dicapai jika interaksi sosial ini berlangsung secara baik. Lingkungan sosial yang kondusif dalam hal ini, misalnya adanya keakraban yang proporsional antara widyaiswara dan peserta diklat dalam proses pembelajaran.”
Dari kedua jenis lingkungan tersebut maka terlihat diperlukan adanya penataan lingkungan belajar baik secara fisik maupun sosial. Padahal menata lingkungan belajar pada hakekatnya melakukan pengelolaan lingkungan belajar. Aktivitas widyaiswara dalam menata lingkungan belajar lebih terkonsentrasi pada pengelolahan lingkungan belajar di dalam kelas. Oleh karena itu widyaiswara dalam melakukan penataan lingkungan belajar dikelas tiada lain melakukan aktivitas pengelolaan kelas atau manajemen kelas (classroom management). Menurut Milan Rianto(2007:1), pengelolaan kelas merupakan upaya pendidik(widyaiswara) untuk menciptakan dan mengendalikan kondisi belajar serta memulihkannya apabila terjadi gangguan dan/atau penyimpangan, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. Optimalisasi proses pembelajaran menunjukan bahwa keterlaksanaan serangkaian kegiatan pembelajaran (instructional activities) yang sengaja direkayasa oleh widyaiswara dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam memfasilitasi peserta diklat sampai dapat meraih hasil belajar sesuai harapan. Hal ini dimungkinkan, karena berbagai macam bentuk interaksi yang terbangun memberikan kemudahan bagi peserta diklat untuk memperoleh pengalaman belajar (learning experiences) dalam rangka menumbuh-kembangkan kemampuannya (kompetensi - competency), yaitu spiritual, mental: intelektual, emosional, sosial, dan fisik (indera) atau kognitif, afektif, dan psikomotorik. Indra Djati Sidi (2005:148–150), menegaskan dalam menata lingkungan belajar di kelas yang menarik minat dan menunjang peserta diklat dalam pembelajaran erat kaitannya dengan keadaan lingkungan fisik kelas, pengaturan ruangan, pengelolaan peserta diklat dan pemanfaatan sumber belajar, pajangan kelas, dan lain sebagainya.” Oleh karena itu dapat ditegaskan lebih lanjut bahwa secara fisik lingkungan belajar harus menarik dan mampu membangkitkan gairah belajar serta menghadirkan suasana yang nyaman untuk belajar. Kelas belajar harus bersih, tempat duduk di tata sedemikia rupa agar anak bisa melakukan aktivitas belajar dengan bebas. Dinding kelas di cat berwarna sejuk, terpampang gambar-gambar atau foto yang mendukung kegiatan belajar seperti gambar pahlawan, lambang negara, presiden dan wakil presiden, kebersihan lingkungan, famlet narkoba, dan sebagainya.Penataan lingkungan belajar tiada lain adalah penciptaan kondisi pembelajaran yang efektif. Kondisi pembelajaran efektif adalah kondisi yang benar-benar kondusif, kondisi yang benar-benar sesuai dan mendukung kelancaran serta kelangsungan proses pembelajaran. Oleh karena itu maka dapat dikatakan bahwa lingkungan belajar merupakan situasi buatan yang menyangkut lingkungan fisik maupun yang menyangkut lingungan sosial. Dengan demikian lingkungan belajar dapat diciptakan sedemikain rupa, sehingga mampu memfasilitasi siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar. Selanjutanya lingkungan belajar dapat dilihat dari interaksi belajar mengajar yang merupakan konteks terjadinya pengalaman belajar, dan dapat berupa lingkungan fisik dan lingkungan non fisik. Berdasarkan uraian tentang lingkungan belajar tersebut diatas maka dapat disarikan bahwa lingkungan belajar yang di kelola adalah terutama bagaimana mengemas suasana kelas belajar, kelas belajarnya, dan sumber-sumber belajar yang ada di kelas ataupun yang dapat diadakan dari dibuat / alam lingkungan kelas. Lingkungan belajar dalam hal terutama di kelas adalah sesuatu yang diupayakan atau diciptakan oleh guru agar proses pembelajaran kondusif dapat mencapai tujuan pembelajaran yang semestinya. Lingkungan belajar di kelas sebagai situasi buatan yang berhubungan dengan proses pembelajaran atau konteks terjadinya pengalaman belajar. Yang termasuk lingkungan fisik tersebut diantanya adalah kelas, perpustakaan, laboratorium, tata ruang, situasi fisik yang ada di sekitar kelas, dan sebagainya.”Dari uraian di atas maka dapat disarikan bahwa lingkungan fisik adalah lingkungan yang ada disekitar siswa belajar berupa sarana fisik baik yang ada dilingkup sekolah maupun yang dilingkungan sekolah termasuk dimasyarakat siswa berada. Dalam uraian ini lingkungan fisik lebih ditekankan pada lingkungan fisik dalam ruang kelas belajar, alat/media belajar yang ada , dan alat/media belajar yang dapat dibuat sendiri/diambil lingkungan. Kondisi pembelajaran yang kondusif hanya dapat dicapai jika interaksi sosial ini berlangsung secara baik. Oleh karena itu dalam lingkungan sosial kelas hendaknya juga diciptakan sekondusif mungkin, agar suasana kelas dapat digunakan sebagai ajang dialog mendalam dan berpikir kritis yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip manusiawi, empati, dan lain-lain, demokratis serta religius. Selanjutnya lingkungan non fisik/lingkungan sosial dapat dikembangkan fungsinya yaitu untuk menciptakan suasana belajar yang nyaman dan kondusif seperti adanya musik yang digunakan sebagai latar pada saat interaksi belajar mengajar berlangsung. Musik tersebut digunakan menjadika suasana belajar terasa santai, siswa dapat belajar dan siap terkonsentrasi.Dari uraian tersebut di atas maka dapat dipertegas bahwa lingkungan sosial kelas adalah upaya penciptaan suasana belajar atau suasana kelas belajar sehingga interaksi di dalam kelas kondusif. Di mana suasana kelas belajar berlangsung santai bermakna, demokratis, adil, religius, dan siswa dapat belajar dan siap untuk berkonsentrasi. Di samping itu ketika peserta diklat sedang bekerja /mengerjakan suatu masalah dapat diputarkan musik belajar. Dalam hal ini tugas widyaiswara adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta diklat, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai, juga selain menyampaikan materi diklat yang berupa berbagai rana pengetahuan tetapi juga menciptakan dan mengatur lingkungan belajar terutama di kelas, dan strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar.” Oleh karena itu peran widyaiswara harus bisa membiasakan pengaturan peran serta/ tanggung jawab tiap peserta diklat terhadap terciptanya lingkungan fisik kelas yang diharapkan dan suasana lingkungan sosial kelas yang menjadikan proses pembelajaran bagi tiap peserta diklat menjadi bermakna. Dengan terciptanya tanggung jawab bersama antara peserta diklat dan widyaiswa serta pengelola kelas dari lembaga maka kebersaman akan terbentuk sehingga hal (lingkungan belajar) untuk menjadikan pembelajaran berenergi menjadi tuntutan tiap peserta diklat. Hal yang menjadikan pembelajaran berenergi adalah tanggung jawab bersama dari semua yang terlibat dalam berjalannya kegiatan diklat. Dengan demikian untuk menata lingkungan pembelajaran bermakna maka diperlukan pengaturan lingkungan fisik dan sosial yang saling mendukung
C. Penutup
Ketercapaian pembelajaran tidak terlepas dengan upaya penataan lingkungan belajar diklat yang dirancang sedemikian rupa mempunyai makna bagi peserta diklat. Keramahan dalam pelayanan prima sebagai bentuk nyata penataan lingkungan belajar yang mendukung ketercapainya pembelajaran. Untuk penataan lingkungan belajar diperlukan kerjasama atau peran kuat lembaga dalam menyetting kelas sesuai kebutuhan peserta diklat dan masukan dari para widyaiswara
DAFTAR PUSTAKA
Conny Semiawan, dkk (1992), Pendidikan Ketrampilan Proses, Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. Jakarta : PT Gramedia

DePorter Bobbi, Reardon Mark & Singer Sarah-Nuurie (2001), Quantum Teaching (Memperhatikan Quantum Learning Di Ruang-ruang Kelas). Terjemahan Ary Nilandri. Bandung: Kaifa
I Made Alit Mariana (2005), HO. Science For All. Bandung, PPPG IPA

Mulyasa (2006), Kurikulum Yang Disempurnakan. Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung : Remaja Rosdakarya

Milan Rianto (2007), Pengelolaan Kelas Model Pakem. Jakarta : Dirjen PMPTK

Paul Suparno (2005), Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius

Kusmoro (2008), Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Dalam Pembelajaran Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa. Tesis UNS: Tidak Diterbitkan.

Minggu, 03 Agustus 2008

PENATAAN LINGKUNGAN BELAJAR DALAM PAKEM

Oleh : Kusmoro

A. Pendahuluan
Suatu kenyataan yang terjadi dalam kehidupan pembelajaran dewasa ini bahwa hasil pembelajaran banyak dipengaruhi oleh proses pembelajaran siswa, perencanaan pembelajaran, dan penataan lingkungan baik belajar maupun sosial dalam kelas, yang selanjutnya akan berdampak pada kualitas hasil belajar siswa. Berdasarkan pengamatan dialog dengan beberapa peserta Diklat PAKEM dan KTSP tahun 2006 di LPMP Kalbar dan hasil penelitian dilapangan pelaksanaan pembelajaran dibeberapa sekolah SD-SLTA di Kalbar(Seksi Kajian LPMP Kalbar, 2006), diperoleh bahwa pelaksanaan pembelajaran kurang memberdayaan lingkungan belajar, lingkungan belajar siswa disekolah baik di kelas maupun dilingkungan kelas kurang ditata sedemikian rupa yang mendukung proses pembelajaran di kelas, dan para guru dalam mengajar menggunakan model atau pendekatan pembelajaran mengikuti yang sedang dikembangkan namun tidak dibarengi dengan setting kelas yang dituntut oleh model atau pendekatan yang digunakan tersebut
Oleh karena itu para guru pada umumnya dan para guru peserta Diklat PAKEM dan KTSP dari tulisan ini mestinya dapat menyikapi dalam hal bagaimana membuat setting pembelajaran yang bernuansa PAKEM. Dalam pelaksanann model PAKEM ini para guru peserta Diklat nantinya dilapangan disarankan dapat dengan penggunaan metode belajar, media, pendekatan, pelaksanaan penilaiannya yang begitu penuh dengan nuansa kompetisi dan demokratis, bervariasi, serta sesuai dengan tuntutan para siswa dan jaman serta menyenangkan
Dalam teori belajar konstruktivisme individual (teori konstruktivisme Piaget), yang menekankan bahwa pengetahuan kita itu adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri dan teori belajar konstruktivisme sosial(teori konstruktivisme Vygotsky), yang menekankan perlunya interaksi sosial, juga menurut Von Glasersferld mengatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu dia berinteraksi dengan lingkungannya (Kusmoro,2008:26). Penerapan proses pembelajaran yang memberikan keluasan kepada siswa untuk aktif membangun kebermaknaan sesuai dengan pemahaman yang telah mereka miliki menurut Whandi (http://www.whandi.net/: 12 Januari 2007), memerlukan serangkaian kesadaran akan makna bahwa pengetahuan tidak bersifat obyektif dan stabil, tetapi bersifat temporer dan tidak menentu, tergantung dari persepsi subyektif individu dan individu yang berpengetahuan menginterprestasikan serta mengkonstruksi suatu realisasi berdasarkan pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan. Pembelajaran konstruktifis sebagai salah satu pendekatan dalam menciptakan proses pembelajaran yang memberikan keleluasaan kepada siswa untuk aktif membangun kebermaknaan sesuai dengan pemahaman yang mereka miliki.Selain itu juga untuk mengembangkan wawasan tentang ragam sistem pembelajaran beserta subtansi pola yang ditawarkan. Sehingga akan menghasilkan hasil belajar yang efektif dan memberikan manfaat bagi peserta didik .
Menurut Milan Rianto(2007:1), tingkat keberhasilan pembelajaran amat ditentukan oleh kondisi yang terbangun selama pembelajaran. Kondisi pembelajaran yang semakin kondusif, maka tingkat keberhasilan peserta didik dalam belajarnya akan semakin tinggi dan sebaliknya. Atau terciptanya kondisi pembelajaran yang efektif akan menjadikan proses pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien dan peserta didik berhasil dalam mewujudkan tujuan/kompetensi yang diharapkan sebagai dampaknya.
Menurut Reigeluth (1983) dalam Milan Rianto(2007:1), hasil belajar peserta didik yang efektif, efisien dan mempunyai daya tarik dipengaruhi oleh kondisi pembelajaran. Kondisi ini berada di luar jangkauan pendidik. Kemunculannya sulit diprediksi karena dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik peserta didik dan materi ajar sebagai sarana intervensi kompetensinya.
Kendatipun demikian, pendidik secara preventif perlu berupaya bagaimana menciptakan kondisi yang kondusif, menyenangkan, menantang, sehingga materi ajar yang disajikan dapat mengintervensi kompetensi yang diharapkan dalam diri peserta didik. Melalui serangkaian kegiatan pembelajaran yang berlangsung dalam kondisi yang menyenangkan akan berpeluang bagi peserta didik untuk dapat mengungkap arti dan makna yang berbeda atas interpretasinya terhadap obyek, materi yang tersajikan.
Untuk menciptakan kondisi tersebut, pendidik pada umumnya dan terutama peserta Diklat PAKEM dan KTSP perlu melakukan pengelolaan terhadap sarana dan prasarana kelas yang tersedia serta mencegah dan/atau mengendalikan timbulnya perilaku peserta didik yang mengganggu aktivitas selama proses pembelajaran.
B. Pembahasan
1. Pengertian Menata Lingkungan Belajar
Menata lingkungan belajar pada hakekatnya melakukan pengelolaan lingkungan belajar. Aktivitas guru dalam menata lingkungan belajar lebih terkonsentrasi pada pengelolaan lingkungan belajar di dalam kelas. Oleh karena itu guru dalam melakukan penataan lingkungan belajar dikelas tiada lain melakukan aktivitas pengelolaan kelas atau manajemen kelas (classroom management). Menurut Milan Rianto(2007:1), pengelolaan kelas merupakan upaya pendidik untuk menciptakan dan mengendalikan kondisi belajar serta memulihkannya apabila terjadi gangguan dan/atau penyimpangan, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. Optimalisasi proses pembelajaran menunjukan bahwa keterlaksanaan serangkaian kegiatan pembelajaran (instructional activities) yang sengaja direkayasa oleh pendidik dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam memfasilitasi peserta didik sampai dapat meraih hasil belajar sesuai harapan. Hal ini dimungkinkan, karena berbagai macam bentuk interaksi yang terbangun memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar (learning experiences) dalam rangka menumbuh-kembangkan kemampuannya (kompetensi - competency), yaitu spiritual, mental: intelektual, emosional, sosial, dan fisik (indera) atau kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Indra Djati Sidi (2005:148–150), menegaskan dalam menata lingkungan belajar di kelas yang menarik minat dan menunjang siswa dalam pembelajaran erat kaitannya dengan keadaan lingkungan fisik kelas, pengaturan ruangan, pengelolaan siswa dan pemanfaatan sumber belajar, pajangan kelas, dan lain sebagainya.” Oleh karena itu dapat ditegaskan lebih lanjut bahwa secara fisik lingkungan belajar harus menarik dan mampu membangkitkan gairah belajar serta menghadirkan suasana yang nyaman untuk belajar. Kelas belajar harus bersih, tempat duduk di tata sedemikia rupa agar anak bisa melakukan aktivitas belajar dengan bebas. Dinding kelas di cat berwarna sejuk, terpampang gambar-gambar atau foto yang mendukung kegiatan belajar seperti gambar pahlawan, lambang negara, presiden dan wakil presiden, kebersihan lingkungan, famlet narkoba, dan sebagainya.
2. Pengertian lingkungan belajar
Salah satu aspek penting keberhasilan dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru menurut Muhammad Saroni (2006:81-82), adalah ”penciptaan kondisi pembelajaran yang efektif. Kondisi pembelajaran efektif adalah kondisi yang benar-benar kondusif, kondisi yang benar-benar sesuai dan mendukung kelancaran serta kelangsungan proses pembelajaran. ”
Indra Djati Sidi (1996) dalam Cope (No. 02 tahun VI Desember 2002 : 36), menegaskan ”bahwa dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, setiap guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, suasana interaksi belajar mengajar yang hidup, mengembangkan alat peraga yang sesuai, memanfaatkan sumber belajar yang sesuai, memotivasi siswa untuk berpartisipasi dalam proses belajar mengajar, dan lingkungan belajar di kelas yang kondusif.”
Agar pembelajaran benar-benar kondusif maka guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan kondisi pembelajaran tersebut. Diantara yang dapat diciptakan guru untuk kondisi tersebut adalah penciptaan lingkungan belajar. Lingkungan belajar menurut Muhammad Saroni (2006:82-84), adalah
”segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Lingkungan ini mencakup dua hal utama, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial, kedua aspek lingkungan tersebut dalam proses pembelajaran haruslah saling mendukung, sehingga siswa merasa krasan di sekolah dan mau mengikuti proses pembelajaran secara sadar dan bukan karena tekanan ataupun keterpaksaan.”

Dari kutipan tersebut maka dapat dikatakan bahwa lingkungan belajar merupakan situasi buatan yang menyangkut lingkungan fisik maupun yang menyangkut lingungan sosial. Dengan demikian lingkungan belajar dapat diciptakan sedemikain rupa, sehingga mampu memfasilitasi siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar. Selanjutanya lingkungan belajar dapat dilihat dari interaksi belajar mengajar yang merupakan konteks terjadinya pengalaman belajar, dan dapat berupa lingkungan fisik dan lingkungan non fisik.
Menurut I Made Alit Mariana(2005:13), lingkungan belajar dapat merefleksikan ekspetasi yang tinggi untuk kesuksesan seluruh siswa. Lingkungan tersebut mengacu pada ruang secara fisik tempat belajar, lingkungan sosial dan psikologi siswa yang mendorong belajar, perlakuan dan etika dalam menggunakan mahluk hidup, dan keamanan (dalam area belajar yang berhubungan dengan pembelajaran sains).
Berdasarkan uraian pendapat tentang lingkungan belajar tersebut diatas maka dapat disarikan bahwa lingkungan belajar yang di kelola adalah terutama bagaimana mengemas suasana kelas belajar, kelas belajarnya, dan sumber-sumber belajar yang ada di sekolah ataupun yang dapat diadakan dari dibuat / alam lingkungan sekolah. Lingkungan belajar dalam hal terutama di kelas adalah sesuatu yang diupayakan atau diciptakan oleh guru agar proses pembelajaran kondusif dapat mencapai tujuan pembelajaran yang semestinya.
Lingkungan belajar di kelas sebagai situasi buatan yang berhubungan dengan proses pembelajaran atau konteks terjadinya pengalaman belajar, dapat di klasifikasikan yang menyangkut : 1) lingkungan (keadaan) fisik, dan 2) lingkungan sosial
a.Lingkungan fisik
Menurut Muhammad Saroni (2006:82-83), yang intinya bahwa “lingkungan fisik adalah lingkungan yang memberi peluang gerak dan segala aspek yang berhubunga dengan upaya penyegaran pikiran bagi siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang sangat membosankan. Lingkungan fisik ini meliputi saran prasarana pembelajaran yang di miliki sekolah seperti lampu, ventilasi, bangku, dan tempat duduk yang sesuai untuk siswa, dan lain sebagainya.” Hal yang senada Suprayekti (2003:18), juga menegaskan bahwa :
“lingkungan fisik yaitu lingkungan yang ada di sekitar siswa baik itu di kelas, sekolah, atau di luar sekolah yang perlu di optimalkan pegelolaannya agar interaksi belajar mengajar lebih efektif dan efisien. Artinya lingkungan fisik dapat difungsikan sebagai sumber atau tempat belajar yang direncanakan atau dimanfaatkan. Yang termasuk lingkungan fisik tersebut diantanya adalah kelas, laboratorium, tata ruang, situasi fisik yang ada di sekitar kelas, dan sebagainya.”

Dari uraian di atas maka dapat disarikan bahwa lingkungan fisik adalah lingkungan yang ada disekitar siswa belajar berupa sarana fisik baik yang ada dilingkup sekolah maupun yang dilingkungan sekolah termasuk dimasyarakat siswa berada. Dalam uraian ini lingkungan fisik lebih ditekankan pada lingkungan fisik dalam ruang kelas belajar di sekolah, alat/media belajar yang ada , dan alat/media belajar yang dapat dibuat sendiri/diambil lingkungan
b. Lingkungan sosial
Muhammad Saroni (2006:83), menjelaskan bahwa :
”dalam lingkungan sosial berhubungan dengan pola interaksi antarpersonil yang ada di lingkungan sekolah secara umum. Lingkungan sosial yang baik memungkinkan para siswa untuk berinteraksi secara baik, siswa dengan siswa, guru dengan siswa, guru dengan guru, atau guru dengan karyawan, dan siswa dengan karyawan, serta secara umum interaksi antar personil. Dan kondisi pembelajaran yang kondusif hanya dapat dicapai jika interaksi sosial ini berlangsung secara baik. Lingkungan sosial yang kondusif dalam hal ini, misalnya adanya keakraban yang proporsional antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran.”

Oleh karena itu dalam lingkungan sosial kelas hendaknya juga diciptakan sekondusif mungkin, agar suasana kelas dapat digunakan sebagai ajang dialog mendalam dan berpikir kritis yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip manusiawi, empati, dan lain-lain, demokratis serta religius. Selanjutnya lingkungan non fisik/lingkungan sosial dapat dikembangkan fungsinya yaitu untuk menciptakan suasana belajar yang nyaman dan kondusif seperti adanya musik yang digunakan sebagai latar pada saat interaksi belajar mengajar berlangsung. Musik tersebut digunakan menjadika suasana belajar terasa santai, siswa dapat belajar dan siap terkonsentrasi.
Dari uraian tersebut di atas maka dapat dipertegas bahwa lingkungan sosial kelas adalah upaya penciptaan suasana belajar atau suasana kelas belajar sehingga interaksi di dalam kelas kondusif. Di mana suasana kelas belajar berlangsung santai bermakna, demokratis, adil, religius, dan siswa dapat belajar dan siap untuk berkonsentrasi. Di samping itu ketika siswa sedang bekerja /mengerjakan suatu masalah dapat diputarkan musik belajar.
Dalam hal ini tugas guru menurut Mulyasa (2006:210&218), adalah ”memberikan kemudahan belajar kepada siswa, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai, juga selain menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan tetapi juga menciptakan dan mengatur lingkungan belajar terutama di kelas, dan strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar.” Oleh karena itu peran guru harus bisa membiasakan pengaturan peran serta/ tanggung jawab tiap siswa terhadap terciptanya lingkungan fisik kelas yang diharapkan dan suasana lingkungan sosial kelas yang menjadikan proses pembelajaran bagi tiap siswa menjadi bermakna. Dengan terciptanya tanggung jawab bersama antara siswa dan guru maka kebersaman akan terbentuk sehingga hal (lingkungan belajar) untuk menjadikan pembelajaran berenergi menjadi tuntutan tiap siswa. Hal yang menjadikan pembelajaran berenergi adalah tanggung jawab bersama tiap siswa

2. Karakteristik dan keterkaitan lingkungan terhadap pembelajaran dalam PAKEM
a. Karakteristik lingkungan pembelajaran PAKEM
Dalam penelitian Walberg dan Greenberg (1997) dalam DePorter Bobbi, Reardon Mark, Singer Sarah–Nuurie (2001:19-39), menunjukkan bahwa lingkungan sosial atau suasana kelas adalah penentu psikologis utama yang mempengaruhi belajar akademis. Di mana suasana keadaan ruangan menunjukkan arena belajar yang dipengaruhi emosi. Sedangkan Indra Djati Sidi (2003:4), menegaskan bahwa ”lingkungan PAKEM merupakan lingkungan belajar yang dapat lebih menunjang pengembangan ketrampilan, pengetahuan dan sikap yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.” Dalam pengelolaan tempat belajar yang menjadikan PAKEM sangat tergantung terhadap strategi yang akan digunakan dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, juga memperhatikan intensitas interaksi antar siswa. Yang dikelola dalam lingkungan PAKEM adalah pajangan, meja kursi, perabot sekolah / kelas dan sumber belajar.”
Suasana kelas yang kondusif sangat baik untuk perkembangan berpikir siswa. Siswa senang tinggal di sana selama kegiatan-kegiatan berlangsung, dan seperti yang ditegaskan adalah Megawati R, Melly Latifah, dan Dina W. F (2005 : 56), ”para siswa akan bekerja lebih keras, mengerti lebih banyak, serta terlibat lebih aktif di kelas ketika mereka belajar.” Adapun lingkungan belajar / kelas yang mendukung kreativitas menurut Kadarsih dalam Cope (No. 02, tahun VI, Desember, 2002:17–18), adalah sebagai berikut : (1) Memperkenalkan persamaan dan saling menghargai, (2) Membuka kesempatan bagi anak untuk kontribusi ide-ide orisinil, (3). Menganggap perbedaan pendapat sebagai sumber belajar, (4) Mencari cara pendekatan dengan cara pemecahan masalah, (5) Mendorong anak untuk memanfaatkan fantasi dan imajinasi, (6) Mengembangkan kecakapan inkuiri, kecakapan bertanya, dan mencari jawaban sesuatu, dan (7) Menciptakan masyarakat belajar yang mengembangkan rasa percaya dan mengurangi resiko.
Dari uraian di atas tentang karakteristik lingkungan pembelajaran yang PAKEM adalah semua apa yang diciptakan dalam kelas pembelajaran/ruang kelas “berbicara” artinya mempunyai peran masing-masing sehingga suasana pembelajaran menggairahkan dan mencapai tujuan pembelajaran. Lingkungan belajar menjadikan siswa dalam belajar terasa gembira, tidak ada tekanan, tidak ada usaha yang tidak dihargai, tercipta masyarakat belajar (leraning community), dan maju bersama tiap siswa untuk mewujudkan belajar yang berenergi
b. Keterkaitan lingkungan pembelajaran dalam PAKEM
Keterkaitan antara lingkungan pembelajaran yang diciptakan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial terhadap pembelajaran yang menjadikan siswa aktif, kreatif, belajar dengan efektif, dan belajar dengan suasana senang sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Proses dialogis antara lingkungan fisik dan sosial akan menggambarkan kondisi belajar (learning conditions) yang alami alih siswa dalam mencapai tujuan tersebut sesuai dengan kompetensi siswa. Dalam kaitan ini Gane (1992) dalam Ella Yulaelawati (2004: 84-85), menegaskan bahwa kondisi belajar pada dasarnya penggambaran sistem lingkungan belajar yang terbentuk sesuai dengan tujuannya. Kondisi belajar yang hendak dicapai tidak lain adalah bentuk akhir kompetensi siswa yang dapat dilihat pada aspek kognitif, psikomotor, dan afektif.
Sedangkan menurut Indra Djati Sidi (2005:148), ”lingkungan belajar sangat berperan dalam menciptakan suasana belajar menyenangkan.” Lingkungan tersebut dapat meningkatkan keaktifan belajar. Oleh karena itu lingkungan belajar perlu di tata semestinya. Dalam usaha menciptakan lingkungan belajar dalam konteks tujuan, Mulyasa (2006:160), “menekankan terdapatnya interaksi yang saling mendukung antara variabel guru, tugas, menyangkut strukturnya (organisasi), dimensinya, cakupannya, dan nilai kebermanfaatannya. Variabel siswa, antara lain meliputi kompetensinya, motivasinya, gaya belajarnya, dan perbedaan individualnya. Sedangkan variabel strategi pengelolaan pembelajaran, mencakup sarana kelas, strategi, metode, dan media pembelajaran serta waktu yang dialokasikan untuk kegiatan itu.”
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lingkungan pembelajaran di kelas yang diciptakan baik fisik maupun sosial dan proses dialogis antara lingkungan fisik dengan lingkungan sosial berpengaruh terhadap iklim pembelajaran di kelas dan tujuan pembelajaran yang dicapai. Sehingga aktivitas dalam belajar dapat berkembang dan terlayani seperti tuntutan dalam alam siswa.
c. Menata lingkungan belajar di kelas
Dalam model PAKEM membutuhkan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung tercapainya PAKEM ini. Menurut Sapriya (2003:28), ”dalam PAKEM ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan.” Oleh karena itu lingkungan belajar (kelas) agar menarik perlu dilakukan penataan sebagaimana mestinya. Untuk itu perlu memperhatikan penjelasan dari DePorter Bobbi, Reardon Mark, & Singer Sarah–Nourie (2001:14-15), yaitu :
“memberikan penjelasan dalam menata lingkungan belajar (kelas) sebagai panggung belajar yang membuat lingkungan belajar / kelas yang mendukung kreatifitas, mempunyai empat aspek, yaitu :
(1) Suasana kelas yang mencakup bahasa yang dipilih guru, cara menjalin rasa simpati dengan siswa, dan setiap guru terhadap sekolah serta belajar. Dan suasana yang penuh kegembiraan membawa kegembiraan pula dalam belajar
(2) Landasan adalah kerangka kerja yang berupa tujuan, keyakinan, kesepakatan, kebijakan, prosedur, dan aturan bersama yang memberi guru dan siswa sebuah pedoman untuk bekerja dalam komunitas belajar
(3) Lingkungan adalah cara guru dalam menata ruang kelas seperti pencahayaan, warna, pengaturan meja dan kursi, tanaman, musik, dan semua yang mendukung proses belajar
(4) Rancangan adalah penciptaan terarah unsur-unsur penting yang bisa menumbuhkan minat siswa, mendalami makna, dan memperbaiki proses tukar menukar informasi ”

Dari penjelasan aspek-aspek penataan lingkungan belajar terlihat dalam perwujudannya dilakukan secara bersama antara siswa dengan guru sesuai dengan kebutuhan dan selera bersama. Dalam penataan lingkungan belajar yang menyangkut empat aspek yaitu suasana kelas, landasan, lingkungan, dan rancangan dibangun bersama-sama yang menjadikan setiap siswa merasa memiliki dan sebagai bagian dari komunitas pembelajaran di kelsnya ataupun sistem pendidikan di sekolahnya. Dengan demikian bangunan lingkungan belajar dikelas memiliki dinamisasi yang diperlukan siswa dalam mewujudkan pembelajaran yang PAKEM.
Sejalan dengan aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam menata lingkungan belajar maka untuk membangun suasana pembelajaran yang menarik sehingga pembelajaran menjadi PAKEM adalah perlu memperhatikan adanya:
1). Kekuatan yang terpendam dan niat yang kuat; hal ini seperti diungkapkan oleh Albert Bandura (1988) dalam Crain William (2007:314), yaitu bahwa “keyakinan seseorang mengenai kemampuan dirinya sangat berpengaruh pada kemampuan itu sendiri”
2). Jalinan rasa simpati dan saling pengertian, untuk menarik keterlibatan siswa, guru harus membangun hubungan, sebagai jembatan menuju kehidupan bergairah siswa, mengetahui minat kuat siswa, berbagi kesuksesan puncak siswa, dan berbicara dengan bahasa hati siswa
3). Keriangan dan ketakjuban ; jika guru secara sadar menciptakan kesempatan untuk membawa kegembiraan ke dalam pekerjaan guru, kegiatan pembelajaran akan lebih menyenangkan. Kegembiraan membuat siswa siap belajar dengan lebih mudah, dan bahkan dapat mengubah sikap negatif. Di samping itu untuk lebih banyak kegembiraan dalam pengajaran maka guru perlu mempertimbangkan dalam hal afirmasi (penguatan atau penugasan), pengakuan dan perayaan terhadap setiap keberhasilan siswa sekecil apapun.
4). Pengambilan resiko; belajar itu mengandung resiko. Setiap kali kita bertualang untuk belajar sesuatu yang baru, kita mengambil resiko besar di luar zona nyaman kita. Zona nyaman merupakan daerah kehidupan yang membuat rasa nyaman atau daerah yang melekat pada rutinitas yang monoton. Maka guru perlu mengupayakan dengan resiko apapun dan pertimbangan yang maka harus dapat keluar dari zona tersebut dari kebiasaan hal-hal baru. Hal ini akan berdampak pada siswa. Berikut beberapa upaya untuk memberdayakan siswa untuk keluar dari zona nyaman, yaitu: a) Beri teladan dengan keluar dari zona nyaman guru, b) Ceritakan zona nyaman kepada siswa, c) Beri tahu mereka bahwa guru mendukung mereka 100%, dan d) Ajak semua anggota kelas untuk saling mendukung
5). Rasa saling memiliki; membangun rasa saling memiliki akan mempercepat proses pengajaran dan meningkatkan rasa tanggung jawab. Hal ini maka perlu menciptakan tradisi menumbuhkan rasa saling memiliki. Tradisi yang paling bagus adalah tradisi yang diciptakan bersama oleh guru dan siswa. Sebab tradisi ini akan membuahkan kebanggaan kebersamaan, dan kegembiraan dalam belajar.
6). Keteladanan; keteladanan membangun hubungan, memperbaiki kredibilitas, dan meningkatkan pengaruh. Akan lebih baik melakukan tindakan atau memberi contoh (modeling) dari pada berbicara saja.
Selanjutnta Indra Djati Sidi (2005:44 &148), Guru dalam melakukan penataan lingkungan belajar di kelas yaitu dengan melakukan pengaturan tempat duduk, mengatur alat peraga, pajangan karya anak, sudut baca, perabot sekolah / kelas dan sumber belajar dan fasilitas lainnya.” Dalam menata lingkungan belajar terutama dalam pengelolaan kelas dan pajangan, di ruang kelas dilakukan pengelolaan meja dan kursi, serta pajangan buku, bahan belajar dan hasil karya anak. Meja dan kursi sering diatur dalam bentuk kelompok atau dalam bentuk U. Karena pengelolaan tersebut memudahkan interaksi di dalam kelas, khususnya di antara siswa. Di sebagian besar kelas nampak pajangan hasil karya anak dan bahan ajar yang diatur rapi dan menarik, serta mudah dibaca. Yang di pajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok dan pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Di mana ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan di tata dengan baik, dapat memabantu guru dalam pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
Selanjutnya Indra Djati Sidi (2005:44), mengatakan bahwa menata lingkungan belajar di kelas meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Dalam uraian berikut yang diuraikan adalah dalam menata lingkungan fisik di kelas, yang meliputi: pengaturan tempat duduk siswa, mengatur penempatan alat peraga, pajangan karya siswa, sudut baca, pemanfaatan sumber belajar, program sarapan pagi (jumlah kehadiran siswa, blanko dokumentasi kehadiran, kata soal, soal-soal dalam amplop, konsultan kecil futor sibaya, dan rubrik tanya jawab, dan lain sebagainya. Sendangkan menurut DePorter Bobbi , Reardon Mark dan Singer Sarah Nuurie (2001:63), bahwa lingkungan yang memacu belajar dan daya ingat siswa dapat diperoleh dengan menata : (1) lingkungan sekeliling dalam kelas, (2) Alat bantu, (3) pengaturan tempat duduk, (4) tumbuhan, aroma, hewan peliharaan, dan unsur organik lainnya, dan (5) musik dan belajar.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disarikan bahwa lingkungan belajar yang di tata dan dapat memacu belajar serta daya ingat siswa meliputi:
a). Lingkungan sekeliling kelas
Memahami kaitan antara pandangan sekeliling dan otak itu penting untuk mengemas lingkungan sekeliling kalas yang mendukung belajar. Memanfaatkan kemampuan siswa untuk secara tidak sadar dalam menyerap informasi melalui kemitraan otak dan mata menurut DePorter Bobbi, Reardon Mark, & Singer Sarah – Nurie (2001:68-69), dapat menggunakan :
(1) Poster ikon (simbol), simbol untuk setiap konsep utama yang guru ajarkan dan digambarkan diatas selembar kertas berukuran 25 x 40 cm atau lebih. Poster ini dipajang di depan kelas di atas pandangan mata siswa, memberikan gambaran keseluruhan, tinjauan global dari bahan pelajaran.
(2) Poster afirmasi, poster yang di buat oleh guru atau siswa (lebih utama) yang memuat pesan-pesan seperti “aku mampu mempelajarinya” dan aku menjadi semakin pinter dengan setiap tantangan baru”. Poster-poster ini ditempelkan di dinding sampai kelas setinggi mata orang duduk
(3) Gunakan warna, gunakan warna hijau, biru, ungu, dan merah untuk kata-kata penting, jingga dan kuning untuk menggaris bawahi, serta hitam dan putih untuk kata-kata penghubung seperti “dan”, “sebuah”, “dari” dan lain-lain.
b). Pajangan karya siswa
Menurut Conny Semiawan, dkk (1992:91), suatu kelas yang memiliki pajangan atau pameran hasil karya para siswa yang di tempelkan di dinding atau di letakkan pada rak, di atas meja, atau pada tempat-tempat lain dapat menjadi tempat yang menarik dan memberikan rangsangan bagi para siswa untuk belajar. Suatu kelas yang kosong tanpa pajangan dapat menadji tempat yang membosankan, gersang dan tidak menggugah inspirasi para siswa.
Oleh karena itu kelas yang baik adalah kelas yang memiliki banyak pajangan, terutama pajangan hasil karya siswa. Pajangan yang kurang relevan dengan apa yang sedang di pelajari siswa akan kurang bernilai bagi para siswa dan hanya merupakan hiasan dinding belaka. Guru seharusnya mempertimbangkan untuk memindahkan pajangan tersebut untuk disimpan dan digunakan pada waktu lain yang relevan. Pajangan akan bermanfaat jika berhubungan dengan apa yang sedang dipelajari dan merupakan hasil kerja keras para siswa sendiri.
Memamerkan pajangan di kelas adalah bagian dari belajar. Pajangan yang baik mendorong para siswa untuk menggunakan mata mereka dan untuk belajar dengan membaca dan memanfaatkan pajangan. Kalau mereka sendiri yang membuat pajangan itu, proses belajar itu lebih terhayati oleh masing-masing siswa. Tiap siswa juga dapat saling belajar dari teman-temannya. Di mana pajangan karya siswa dapat bermanfaat : (1) Untuk membina percaya diri dan memperdalam proses belajar, (2) Dapat mengembangkan kreativitas dan merangsang karya imajinatif, (3) Dapat membangkitkan semangat belajar siswa, karena pajangan menyediakan bahan-bahan yang dapat dilihat untuk dibahas dan dilaporkan, dan (4) Untuk memperkenalkan pokok bahasan atau topik baru.
Pajangan sifatnya tidak tetap artinya bahwa hasil karya siswa yang diperpanjangkan itu selalu berubah seusai dengan hasil pekerjaan siswa yang selalu berkembang dan hanya beberapa atau bagian-bagian saja yang dapat dipajang lebih lama sesuai dengan kebutuhan. Pajangan yang sebelumnya/terdahulu di simpan dan diganti yang terbaru terus seiring pergantian kompetensi dasar/pokok bahasan.
Idialnya yang dipajangkan adalah semua hasil karya siswa, tapi guru dapat mengarahkan para siswa (dengan cukup hati-hati) untuk memilih hasil pekerjaannya yang terbaik untuk dipajang. Ketika semua hasil karya dipajang pada jam pelajaran itu, namun para siswa diminta untuk memilih yang terbaik dari keseluruhan yang tetap terpajang di dinding sampai waktu tepat memasuki materi pokok bahasan berikutnya atau waktu seterusnya.
Pajangan dalam suatu kelas dapat digantung atau diletakkan diletakkan sesuai dengan keadaan dan tempat. Namun, biasanya pajangan itu dapat diletakkan pada : (1) dinding atau pintu; (2) meja-meja kecil, rak, atau lemari-lemari kecil (3) digantung pada langit-langit ; (4) para siswa dapat pula mengumpulkan hasil pekerjaan dalam sebuah buku yang sederhana ; (5) ruangan khusus kalau memungkinkan; dan (6) majalah dinding.
Setiap guru diharapkan dapat mengembangkan gagasannya dalam hal pajangan dikelas. Conny Semiawan, dkk (1992:94), memberi beberapa petunjuk yang dapat di gunakan dalam mengadakan pajangan hasil kerja siswa, yaitu pajangan itu baik jika : (1) pesan yang hendak disampaikan jelas dan mudah dimengerti, (2) terdiri dari hasil pekerjaan siswa, yang menunjang proses pembelajaran, (3) bagian-bagian yang diperhatikan mempunyai kaitan yang jelas, antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya, dan disusun menurut urutan yang logis, (4) pada setiap bagian diberi keterangan yang jelas sehingga dengan mudah dapat di baca, (5) mudah di baca para siswa yang berdiri didepan pajangan itu, dan (6) seorang guru hendaknya menganjurkan siswa-siswanya agar memelihara pajangan hasil karya mereka sendiri. Dari uraian petunjuk pemajangan dikelas tersebut, maka jika guru menjadikan kelas penuh dengan pajangan yang bermakna sebagai hasil karya siswanya, seyogyanya guru tetap berpegangan pada kriteria atau aturan pemajangan.
c). Pengelolaan Alat dan Sumber Belajar
Menurut DePorter Bobbi, Reardon Mark dan Singer Sarah Nuurie (2001:70), “alat atau alat bantu adalah benda yang dapat mewakili suatu gagasan.” Oleh Indra Djati Sidi (2005:50), menegaskan bahwa “guru dan siswa dapat menggunakan berbagai sumber dan alat-alat yang sederhana dalam proses pembelajarannya.” Oleh karena itu atas dasar karakteristik KD yang ada maka guru dapat memberdayakan alat dan sumber belajar yang ada selama ini disekolah.
Pada dasarnya alat dan sumber belajar tersebut dapat diperoleh dari sekitar kita sehingga mudah di jangkau, baik yang berada dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Beberapa contoh alat dan sumber belajar, yaitu : (1) manusia (anak, guru, orang tua, nara sumber), (2) lingkungan (batu-batuan, daun-daunan, biji-bijian, zat cair, hewan), (3) kejadian/peristiwa penting seperti peristiwa olah raga, kesenian, (4) peristiwa alam seperti bajir, gempa, gerhana, hujan, angin puting beliung, (5) barang-barang bekas seperti koran, botol-botol plastik, dan (6) barang-barang buatan pabrik
d). Pengaturan tempat duduk (pengelolaan siswa)
Cara guru dalam mengatur bangku memainkan peran penting dalam membangun belajar. Menurut Indra Djati Sidi (2005:150), “dalam PAKEM pengelolaan kegiatan siswa lebih bervariasi, termasuk kerja kelompok, kerja perorangan dan klasikal.” Oleh karena itu penataan meja dan kursi, guru perlu memperhatikan bentuk dan jenis kursi dalam kelas. Bahwa dalam pengaturan meja, kursi, alat peraga, dan peralatan lain sedemikian rupa diusahakan sehingga tidak mengganggu siswa untuk bergerak dan memudahkan guru untuk berinteraksi dan mengamati siswa belajar
e). Sudut baca
Dalam kelas yang menggunakan PAKEM menurut Indra Djati Sidi (2005:44), “perlu ada sudut baca dan agar pemanfaatan ruang kelas dapat semaksimal mungkin sebagai tempat menimba ilmu.” Isi sudut baca diperoleh dapat kumpulan hasil karya siswa yang terpilih selama ini, koleksi referensi yang tidak ada diperpustakan dan mendukung kegiatan pembelajaran dikelas, dan lain sebagainya. Untuk mengadakan koleksi isi sudut baca selain koleksi hasil karya dapat koleksi yang dimiliki tiap siswa yang ada dirumah berdasarkan kesepakatan kelas dan kesadaran bersama dalam kelas.
Dengan adanya sudut baca dalam kelas maka para siswa pada waktu luang atau istirahat dapat menyempatkan atau membiasakan membaca di sudut baca tersebut. Bahkan hasil karya yang terbaik untuk jenjang kelas yang sama di tahun sebelumnya dapat di pajang di sudut baca dan pajangan tersebut dapat sebagai sumber belajar siswa.
f). Program Sarapan Pagi
Menurut Indra Djati Sidi (2004:7-8), “yang dimaksud program sarapan pagi adalah pemberian pekerjaan awal kepada setiap siswa sebelum jam pelajaran di mulai/jam masuk kelas/jam awal pelajaran, yang dimana setiap siswa akan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan aturan yang dibuat bersama antara siswa dan guru.” Pekerjaan sarapan pagi siswa terdiri dari : (1) jam kehadiran siswa, (2) blangko dokumentasi kehadiran, (3) kotak soal, (4) soal-soal dalam amplop, dan (5) konsultasi kecil (Tutor Sebaya ).

Siswa datang dengan melakukan aktivitas sebagai berikut :
Memasang jam kedatangan
Mengambil soal dalam kotak soal
Menyerahkan jawaban pada konsultan kecil
Menjawab soal yang diambil
Menulis kedatangan dan soal yang diambil
Konsultan menuliskan nilai
Guru membantu konsultan

Diagram kegiatan sarapan maka dapat dideskripsikan bahwa setiap siswa datang memasang jam kedatangan dengan memutar jarum jam sesuai dengan jam kedatangan, dilanjutkan mengambil soal dalam kotak dan menulis kedatangan kehadiran, siswa menjawab soal yang diambil, bagi siswa yang sudah selesai mengerjakan maka jawaban soal tersebut diserahkan pada konsultan kecil, konsultan menuliskan nilai dan selanjutnya menyerahkan pada guru. Di mana konsultan kecil mempunyai peran selain menampung jawaban soal dan menyerahkan pada guru tapi lebih utama selama guru belum datang dan guru sudah datang memberi bimbingan terhadap siswa yang lain sebagai tutor sebaya. Guru jika sudah datang maka membantu konsultan kecil dalam membimbing siswa.
g). Tumbuhan, aroma, hewan peliharaan, dan unsur organik lainnya
Biologi dan botani mengajarkan pada kita bahwa tumbuh-tumbuhan menyediakan oksigen dalam udara kita, berkembang karena oksigen. Semakin banyak oksigen di dapatnya, semakin baik otak berfungsi. Hal ini dapat diperoleh dengan menghadirkan tumbuhan di ruangan kelas.
Oleh Hirsch (1993) dalam DePorter Bobbi, Riardon Mark & Singer Sarah Nuurie (2001:72), menegaskan bahwa manusia dapat meningkat kemampuan berpikir mereka secara kreatif sebanyak 30% saat diberikan wangi bunga tertentu. Orang mempunyai ikatan emosional yang kuat dengan binatang peliharaan mereka. Disamping itu binatang peliharaan kelas dapat menciptakan kesempatan untuk melatih tanggung jawab, gizi, kesehatan, dan perawatan. Binatang peliharaan tersebut seperti jangkrik, burung, marmot, dan lain sebagainya.
h). Musik
Musik berpengaruh pada guru dan siswa. Jika memungkinkan sebagai seorang guru dapat menggunakan musik untuk menata suasana hati, mengubah keadaan mental siswa, dan mendukung lingkungan belajar. Musik membantu para siswa belajar lebih baik dan mengingat lebih banyak. Musik merangsang, meremajakan, dan memperkuat belajar, baik secara sadar maupun tidak sadar, dan kebanyakan para siswa memang mencintai musik. Musik dapat membantu siswa masuk ke keadaan belajar optimal. Juga musik memungkinkan guru membangun hubungan dengan siswa, dan guru dapat “berbicara dalam bahasa siswa”.

C. Penutup
Dalam kegiatan pembelajaran model PAKEM yang sebagai roh dari KTSP mestinya apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai alumni dari Diklat PAKEM dan KTSP sebelum pembelajaran adalah melakukan penetaan kelas pembelajaran model PAKEM dengan aktivitas siswa dalam bentuk kerja kelompok. Dari awal datang siswa masuk ke kelas sampai dengan selesai pembelajaran interaksi siswa dalam belajar selalu dengan memanfaatkan segala sumber belajar yang ada didalam kelas, yang ada disekolah dan disekeliling sekolah dengan optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Conny Semiawan, dkk (1992), Pendidikan Ketrampilan Proses, Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. Jakarta : PT Gramedia

DePorter Bobbi, Reardon Mark & Singer Sarah-Nuurie (2001), Quantum Teaching (Memperhatikan Quantum Learning Di Ruang-ruang Kelas). Terjemahan Ary Nilandri. Bandung: Kaifa

I Made Alit Mariana (2005), HO. Science For All. Bandung, PPPG IPA

Mulyasa (2006), Kurikulum Yang Disempurnakan. Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung : Remaja Rosdakarya

Milan Rianto (2007), Pengelolaan Kelas Model Pakem. Jakarta : Dirjen PMPTK

Paul Suparno (2005), Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius

Kusmoro (2008), Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Dalam Pembelajaran Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa. Tesis UNS: Tidak Diterbitkan.