Rabu, 24 September 2008

UPAYA MENJADIKAN DIKLAT BERMAKNA

Oleh : Kusmoro

A. Pendahuluan
Pendidikan dan pelatihan bagi para tenaga pendidik dan kependidikan di LPMP Kalbar untuk mencapai diklat yang bermakna maka diperlukan dukungan yang semestinya. Dukungan diklat dapat berupa kebijakan, sarana pendukung seperti media, bahan ajar, dan perpustakan serta laboratorium, lingkungan belajar yang tertata sedemikian rupa. Namun demikian pada kajian saat ini yang dibicarakan adalah bagaimana menata lingkungan belajar dalam diklat yang bermakna?. Dimana disana sini jika berbicara lingkungan belajar diklat pasti berkait dengan bagaimana setting kelas yang ditata sesuai dengan strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran yang digunakan widyaiswara. Padahal peran lingkungan belajar berdasarkan empiris besar pengaruhnya untuk menjadikan suasana pembelajaran diklat mempunyai makna yang begitu menarik bagi peserta diklat. Dari uraian awal maka, bagaimana menata kelas diklat yang menjadikan diklat bermakna terutama bagi peserta diklat ?
B. Pembahasan
Lingkungan belajar menurut Muhammad Saroni (2006:82-84), adalah ”segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Lingkungan ini mencakup dua hal utama, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial, kedua aspek lingkungan tersebut dalam proses pembelajaran haruslah saling mendukung, sehingga peserta diklat merasa krasan di kelas dan mau mengikuti proses pembelajaran secara sadar dan bukan karena tekanan ataupun keterpaksaan.” Oleh karena itu dalam hal ini lingkungan belajar mempunyai kontribusi yang cukup besar. Dalam kegiatan menata lingkungan belajar maka lingkungan belajar dalam hal ini dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Lingkungan fisik, lingkungan yang memberi peluang gerak dan segala aspek yang berhubunga dengan upaya penyegaran pikiran bagi peserta diklat setelah mengikuti proses pembelajaran yang sangat membosankan. Lingkungan fisik ini meliputi saran prasarana pembelajaran yang di miliki lembaga atau tempat diklat seperti lampu, ventilasi, bangku, dan tempat duduk yang sesuai untuk peserta diklat, dan lain sebagainya.
2. Lingkungan sosial, lingkungan yang berhubungan dengan pola interaksi antarpersonil yang ada di lingkungan lembaga diklat secara umum. Lingkungan sosial yang baik memungkinkan para peserta diklat untuk berinteraksi secara baik, peserta diklat dengan widyaiswara, widyaiswara dengan peserta diklat, widyaiswara dengan widyaiswara, atau widyaiswara dengan karyawan, dan peserta diklat dengan karyawan, serta secara umum interaksi antar personil. Kondisi pembelajaran yang kondusif hanya dapat dicapai jika interaksi sosial ini berlangsung secara baik. Lingkungan sosial yang kondusif dalam hal ini, misalnya adanya keakraban yang proporsional antara widyaiswara dan peserta diklat dalam proses pembelajaran.”
Dari kedua jenis lingkungan tersebut maka terlihat diperlukan adanya penataan lingkungan belajar baik secara fisik maupun sosial. Padahal menata lingkungan belajar pada hakekatnya melakukan pengelolaan lingkungan belajar. Aktivitas widyaiswara dalam menata lingkungan belajar lebih terkonsentrasi pada pengelolahan lingkungan belajar di dalam kelas. Oleh karena itu widyaiswara dalam melakukan penataan lingkungan belajar dikelas tiada lain melakukan aktivitas pengelolaan kelas atau manajemen kelas (classroom management). Menurut Milan Rianto(2007:1), pengelolaan kelas merupakan upaya pendidik(widyaiswara) untuk menciptakan dan mengendalikan kondisi belajar serta memulihkannya apabila terjadi gangguan dan/atau penyimpangan, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. Optimalisasi proses pembelajaran menunjukan bahwa keterlaksanaan serangkaian kegiatan pembelajaran (instructional activities) yang sengaja direkayasa oleh widyaiswara dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam memfasilitasi peserta diklat sampai dapat meraih hasil belajar sesuai harapan. Hal ini dimungkinkan, karena berbagai macam bentuk interaksi yang terbangun memberikan kemudahan bagi peserta diklat untuk memperoleh pengalaman belajar (learning experiences) dalam rangka menumbuh-kembangkan kemampuannya (kompetensi - competency), yaitu spiritual, mental: intelektual, emosional, sosial, dan fisik (indera) atau kognitif, afektif, dan psikomotorik. Indra Djati Sidi (2005:148–150), menegaskan dalam menata lingkungan belajar di kelas yang menarik minat dan menunjang peserta diklat dalam pembelajaran erat kaitannya dengan keadaan lingkungan fisik kelas, pengaturan ruangan, pengelolaan peserta diklat dan pemanfaatan sumber belajar, pajangan kelas, dan lain sebagainya.” Oleh karena itu dapat ditegaskan lebih lanjut bahwa secara fisik lingkungan belajar harus menarik dan mampu membangkitkan gairah belajar serta menghadirkan suasana yang nyaman untuk belajar. Kelas belajar harus bersih, tempat duduk di tata sedemikia rupa agar anak bisa melakukan aktivitas belajar dengan bebas. Dinding kelas di cat berwarna sejuk, terpampang gambar-gambar atau foto yang mendukung kegiatan belajar seperti gambar pahlawan, lambang negara, presiden dan wakil presiden, kebersihan lingkungan, famlet narkoba, dan sebagainya.Penataan lingkungan belajar tiada lain adalah penciptaan kondisi pembelajaran yang efektif. Kondisi pembelajaran efektif adalah kondisi yang benar-benar kondusif, kondisi yang benar-benar sesuai dan mendukung kelancaran serta kelangsungan proses pembelajaran. Oleh karena itu maka dapat dikatakan bahwa lingkungan belajar merupakan situasi buatan yang menyangkut lingkungan fisik maupun yang menyangkut lingungan sosial. Dengan demikian lingkungan belajar dapat diciptakan sedemikain rupa, sehingga mampu memfasilitasi siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar. Selanjutanya lingkungan belajar dapat dilihat dari interaksi belajar mengajar yang merupakan konteks terjadinya pengalaman belajar, dan dapat berupa lingkungan fisik dan lingkungan non fisik. Berdasarkan uraian tentang lingkungan belajar tersebut diatas maka dapat disarikan bahwa lingkungan belajar yang di kelola adalah terutama bagaimana mengemas suasana kelas belajar, kelas belajarnya, dan sumber-sumber belajar yang ada di kelas ataupun yang dapat diadakan dari dibuat / alam lingkungan kelas. Lingkungan belajar dalam hal terutama di kelas adalah sesuatu yang diupayakan atau diciptakan oleh guru agar proses pembelajaran kondusif dapat mencapai tujuan pembelajaran yang semestinya. Lingkungan belajar di kelas sebagai situasi buatan yang berhubungan dengan proses pembelajaran atau konteks terjadinya pengalaman belajar. Yang termasuk lingkungan fisik tersebut diantanya adalah kelas, perpustakaan, laboratorium, tata ruang, situasi fisik yang ada di sekitar kelas, dan sebagainya.”Dari uraian di atas maka dapat disarikan bahwa lingkungan fisik adalah lingkungan yang ada disekitar siswa belajar berupa sarana fisik baik yang ada dilingkup sekolah maupun yang dilingkungan sekolah termasuk dimasyarakat siswa berada. Dalam uraian ini lingkungan fisik lebih ditekankan pada lingkungan fisik dalam ruang kelas belajar, alat/media belajar yang ada , dan alat/media belajar yang dapat dibuat sendiri/diambil lingkungan. Kondisi pembelajaran yang kondusif hanya dapat dicapai jika interaksi sosial ini berlangsung secara baik. Oleh karena itu dalam lingkungan sosial kelas hendaknya juga diciptakan sekondusif mungkin, agar suasana kelas dapat digunakan sebagai ajang dialog mendalam dan berpikir kritis yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip manusiawi, empati, dan lain-lain, demokratis serta religius. Selanjutnya lingkungan non fisik/lingkungan sosial dapat dikembangkan fungsinya yaitu untuk menciptakan suasana belajar yang nyaman dan kondusif seperti adanya musik yang digunakan sebagai latar pada saat interaksi belajar mengajar berlangsung. Musik tersebut digunakan menjadika suasana belajar terasa santai, siswa dapat belajar dan siap terkonsentrasi.Dari uraian tersebut di atas maka dapat dipertegas bahwa lingkungan sosial kelas adalah upaya penciptaan suasana belajar atau suasana kelas belajar sehingga interaksi di dalam kelas kondusif. Di mana suasana kelas belajar berlangsung santai bermakna, demokratis, adil, religius, dan siswa dapat belajar dan siap untuk berkonsentrasi. Di samping itu ketika peserta diklat sedang bekerja /mengerjakan suatu masalah dapat diputarkan musik belajar. Dalam hal ini tugas widyaiswara adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta diklat, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai, juga selain menyampaikan materi diklat yang berupa berbagai rana pengetahuan tetapi juga menciptakan dan mengatur lingkungan belajar terutama di kelas, dan strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar.” Oleh karena itu peran widyaiswara harus bisa membiasakan pengaturan peran serta/ tanggung jawab tiap peserta diklat terhadap terciptanya lingkungan fisik kelas yang diharapkan dan suasana lingkungan sosial kelas yang menjadikan proses pembelajaran bagi tiap peserta diklat menjadi bermakna. Dengan terciptanya tanggung jawab bersama antara peserta diklat dan widyaiswa serta pengelola kelas dari lembaga maka kebersaman akan terbentuk sehingga hal (lingkungan belajar) untuk menjadikan pembelajaran berenergi menjadi tuntutan tiap peserta diklat. Hal yang menjadikan pembelajaran berenergi adalah tanggung jawab bersama dari semua yang terlibat dalam berjalannya kegiatan diklat. Dengan demikian untuk menata lingkungan pembelajaran bermakna maka diperlukan pengaturan lingkungan fisik dan sosial yang saling mendukung
C. Penutup
Ketercapaian pembelajaran tidak terlepas dengan upaya penataan lingkungan belajar diklat yang dirancang sedemikian rupa mempunyai makna bagi peserta diklat. Keramahan dalam pelayanan prima sebagai bentuk nyata penataan lingkungan belajar yang mendukung ketercapainya pembelajaran. Untuk penataan lingkungan belajar diperlukan kerjasama atau peran kuat lembaga dalam menyetting kelas sesuai kebutuhan peserta diklat dan masukan dari para widyaiswara
DAFTAR PUSTAKA
Conny Semiawan, dkk (1992), Pendidikan Ketrampilan Proses, Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. Jakarta : PT Gramedia

DePorter Bobbi, Reardon Mark & Singer Sarah-Nuurie (2001), Quantum Teaching (Memperhatikan Quantum Learning Di Ruang-ruang Kelas). Terjemahan Ary Nilandri. Bandung: Kaifa
I Made Alit Mariana (2005), HO. Science For All. Bandung, PPPG IPA

Mulyasa (2006), Kurikulum Yang Disempurnakan. Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung : Remaja Rosdakarya

Milan Rianto (2007), Pengelolaan Kelas Model Pakem. Jakarta : Dirjen PMPTK

Paul Suparno (2005), Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius

Kusmoro (2008), Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Dalam Pembelajaran Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa. Tesis UNS: Tidak Diterbitkan.