Minggu, 03 Agustus 2008

PENATAAN LINGKUNGAN BELAJAR DALAM PAKEM

Oleh : Kusmoro

A. Pendahuluan
Suatu kenyataan yang terjadi dalam kehidupan pembelajaran dewasa ini bahwa hasil pembelajaran banyak dipengaruhi oleh proses pembelajaran siswa, perencanaan pembelajaran, dan penataan lingkungan baik belajar maupun sosial dalam kelas, yang selanjutnya akan berdampak pada kualitas hasil belajar siswa. Berdasarkan pengamatan dialog dengan beberapa peserta Diklat PAKEM dan KTSP tahun 2006 di LPMP Kalbar dan hasil penelitian dilapangan pelaksanaan pembelajaran dibeberapa sekolah SD-SLTA di Kalbar(Seksi Kajian LPMP Kalbar, 2006), diperoleh bahwa pelaksanaan pembelajaran kurang memberdayaan lingkungan belajar, lingkungan belajar siswa disekolah baik di kelas maupun dilingkungan kelas kurang ditata sedemikian rupa yang mendukung proses pembelajaran di kelas, dan para guru dalam mengajar menggunakan model atau pendekatan pembelajaran mengikuti yang sedang dikembangkan namun tidak dibarengi dengan setting kelas yang dituntut oleh model atau pendekatan yang digunakan tersebut
Oleh karena itu para guru pada umumnya dan para guru peserta Diklat PAKEM dan KTSP dari tulisan ini mestinya dapat menyikapi dalam hal bagaimana membuat setting pembelajaran yang bernuansa PAKEM. Dalam pelaksanann model PAKEM ini para guru peserta Diklat nantinya dilapangan disarankan dapat dengan penggunaan metode belajar, media, pendekatan, pelaksanaan penilaiannya yang begitu penuh dengan nuansa kompetisi dan demokratis, bervariasi, serta sesuai dengan tuntutan para siswa dan jaman serta menyenangkan
Dalam teori belajar konstruktivisme individual (teori konstruktivisme Piaget), yang menekankan bahwa pengetahuan kita itu adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri dan teori belajar konstruktivisme sosial(teori konstruktivisme Vygotsky), yang menekankan perlunya interaksi sosial, juga menurut Von Glasersferld mengatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu dia berinteraksi dengan lingkungannya (Kusmoro,2008:26). Penerapan proses pembelajaran yang memberikan keluasan kepada siswa untuk aktif membangun kebermaknaan sesuai dengan pemahaman yang telah mereka miliki menurut Whandi (http://www.whandi.net/: 12 Januari 2007), memerlukan serangkaian kesadaran akan makna bahwa pengetahuan tidak bersifat obyektif dan stabil, tetapi bersifat temporer dan tidak menentu, tergantung dari persepsi subyektif individu dan individu yang berpengetahuan menginterprestasikan serta mengkonstruksi suatu realisasi berdasarkan pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan. Pembelajaran konstruktifis sebagai salah satu pendekatan dalam menciptakan proses pembelajaran yang memberikan keleluasaan kepada siswa untuk aktif membangun kebermaknaan sesuai dengan pemahaman yang mereka miliki.Selain itu juga untuk mengembangkan wawasan tentang ragam sistem pembelajaran beserta subtansi pola yang ditawarkan. Sehingga akan menghasilkan hasil belajar yang efektif dan memberikan manfaat bagi peserta didik .
Menurut Milan Rianto(2007:1), tingkat keberhasilan pembelajaran amat ditentukan oleh kondisi yang terbangun selama pembelajaran. Kondisi pembelajaran yang semakin kondusif, maka tingkat keberhasilan peserta didik dalam belajarnya akan semakin tinggi dan sebaliknya. Atau terciptanya kondisi pembelajaran yang efektif akan menjadikan proses pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien dan peserta didik berhasil dalam mewujudkan tujuan/kompetensi yang diharapkan sebagai dampaknya.
Menurut Reigeluth (1983) dalam Milan Rianto(2007:1), hasil belajar peserta didik yang efektif, efisien dan mempunyai daya tarik dipengaruhi oleh kondisi pembelajaran. Kondisi ini berada di luar jangkauan pendidik. Kemunculannya sulit diprediksi karena dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik peserta didik dan materi ajar sebagai sarana intervensi kompetensinya.
Kendatipun demikian, pendidik secara preventif perlu berupaya bagaimana menciptakan kondisi yang kondusif, menyenangkan, menantang, sehingga materi ajar yang disajikan dapat mengintervensi kompetensi yang diharapkan dalam diri peserta didik. Melalui serangkaian kegiatan pembelajaran yang berlangsung dalam kondisi yang menyenangkan akan berpeluang bagi peserta didik untuk dapat mengungkap arti dan makna yang berbeda atas interpretasinya terhadap obyek, materi yang tersajikan.
Untuk menciptakan kondisi tersebut, pendidik pada umumnya dan terutama peserta Diklat PAKEM dan KTSP perlu melakukan pengelolaan terhadap sarana dan prasarana kelas yang tersedia serta mencegah dan/atau mengendalikan timbulnya perilaku peserta didik yang mengganggu aktivitas selama proses pembelajaran.
B. Pembahasan
1. Pengertian Menata Lingkungan Belajar
Menata lingkungan belajar pada hakekatnya melakukan pengelolaan lingkungan belajar. Aktivitas guru dalam menata lingkungan belajar lebih terkonsentrasi pada pengelolaan lingkungan belajar di dalam kelas. Oleh karena itu guru dalam melakukan penataan lingkungan belajar dikelas tiada lain melakukan aktivitas pengelolaan kelas atau manajemen kelas (classroom management). Menurut Milan Rianto(2007:1), pengelolaan kelas merupakan upaya pendidik untuk menciptakan dan mengendalikan kondisi belajar serta memulihkannya apabila terjadi gangguan dan/atau penyimpangan, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. Optimalisasi proses pembelajaran menunjukan bahwa keterlaksanaan serangkaian kegiatan pembelajaran (instructional activities) yang sengaja direkayasa oleh pendidik dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam memfasilitasi peserta didik sampai dapat meraih hasil belajar sesuai harapan. Hal ini dimungkinkan, karena berbagai macam bentuk interaksi yang terbangun memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar (learning experiences) dalam rangka menumbuh-kembangkan kemampuannya (kompetensi - competency), yaitu spiritual, mental: intelektual, emosional, sosial, dan fisik (indera) atau kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Indra Djati Sidi (2005:148–150), menegaskan dalam menata lingkungan belajar di kelas yang menarik minat dan menunjang siswa dalam pembelajaran erat kaitannya dengan keadaan lingkungan fisik kelas, pengaturan ruangan, pengelolaan siswa dan pemanfaatan sumber belajar, pajangan kelas, dan lain sebagainya.” Oleh karena itu dapat ditegaskan lebih lanjut bahwa secara fisik lingkungan belajar harus menarik dan mampu membangkitkan gairah belajar serta menghadirkan suasana yang nyaman untuk belajar. Kelas belajar harus bersih, tempat duduk di tata sedemikia rupa agar anak bisa melakukan aktivitas belajar dengan bebas. Dinding kelas di cat berwarna sejuk, terpampang gambar-gambar atau foto yang mendukung kegiatan belajar seperti gambar pahlawan, lambang negara, presiden dan wakil presiden, kebersihan lingkungan, famlet narkoba, dan sebagainya.
2. Pengertian lingkungan belajar
Salah satu aspek penting keberhasilan dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru menurut Muhammad Saroni (2006:81-82), adalah ”penciptaan kondisi pembelajaran yang efektif. Kondisi pembelajaran efektif adalah kondisi yang benar-benar kondusif, kondisi yang benar-benar sesuai dan mendukung kelancaran serta kelangsungan proses pembelajaran. ”
Indra Djati Sidi (1996) dalam Cope (No. 02 tahun VI Desember 2002 : 36), menegaskan ”bahwa dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, setiap guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, suasana interaksi belajar mengajar yang hidup, mengembangkan alat peraga yang sesuai, memanfaatkan sumber belajar yang sesuai, memotivasi siswa untuk berpartisipasi dalam proses belajar mengajar, dan lingkungan belajar di kelas yang kondusif.”
Agar pembelajaran benar-benar kondusif maka guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan kondisi pembelajaran tersebut. Diantara yang dapat diciptakan guru untuk kondisi tersebut adalah penciptaan lingkungan belajar. Lingkungan belajar menurut Muhammad Saroni (2006:82-84), adalah
”segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Lingkungan ini mencakup dua hal utama, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial, kedua aspek lingkungan tersebut dalam proses pembelajaran haruslah saling mendukung, sehingga siswa merasa krasan di sekolah dan mau mengikuti proses pembelajaran secara sadar dan bukan karena tekanan ataupun keterpaksaan.”

Dari kutipan tersebut maka dapat dikatakan bahwa lingkungan belajar merupakan situasi buatan yang menyangkut lingkungan fisik maupun yang menyangkut lingungan sosial. Dengan demikian lingkungan belajar dapat diciptakan sedemikain rupa, sehingga mampu memfasilitasi siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar. Selanjutanya lingkungan belajar dapat dilihat dari interaksi belajar mengajar yang merupakan konteks terjadinya pengalaman belajar, dan dapat berupa lingkungan fisik dan lingkungan non fisik.
Menurut I Made Alit Mariana(2005:13), lingkungan belajar dapat merefleksikan ekspetasi yang tinggi untuk kesuksesan seluruh siswa. Lingkungan tersebut mengacu pada ruang secara fisik tempat belajar, lingkungan sosial dan psikologi siswa yang mendorong belajar, perlakuan dan etika dalam menggunakan mahluk hidup, dan keamanan (dalam area belajar yang berhubungan dengan pembelajaran sains).
Berdasarkan uraian pendapat tentang lingkungan belajar tersebut diatas maka dapat disarikan bahwa lingkungan belajar yang di kelola adalah terutama bagaimana mengemas suasana kelas belajar, kelas belajarnya, dan sumber-sumber belajar yang ada di sekolah ataupun yang dapat diadakan dari dibuat / alam lingkungan sekolah. Lingkungan belajar dalam hal terutama di kelas adalah sesuatu yang diupayakan atau diciptakan oleh guru agar proses pembelajaran kondusif dapat mencapai tujuan pembelajaran yang semestinya.
Lingkungan belajar di kelas sebagai situasi buatan yang berhubungan dengan proses pembelajaran atau konteks terjadinya pengalaman belajar, dapat di klasifikasikan yang menyangkut : 1) lingkungan (keadaan) fisik, dan 2) lingkungan sosial
a.Lingkungan fisik
Menurut Muhammad Saroni (2006:82-83), yang intinya bahwa “lingkungan fisik adalah lingkungan yang memberi peluang gerak dan segala aspek yang berhubunga dengan upaya penyegaran pikiran bagi siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang sangat membosankan. Lingkungan fisik ini meliputi saran prasarana pembelajaran yang di miliki sekolah seperti lampu, ventilasi, bangku, dan tempat duduk yang sesuai untuk siswa, dan lain sebagainya.” Hal yang senada Suprayekti (2003:18), juga menegaskan bahwa :
“lingkungan fisik yaitu lingkungan yang ada di sekitar siswa baik itu di kelas, sekolah, atau di luar sekolah yang perlu di optimalkan pegelolaannya agar interaksi belajar mengajar lebih efektif dan efisien. Artinya lingkungan fisik dapat difungsikan sebagai sumber atau tempat belajar yang direncanakan atau dimanfaatkan. Yang termasuk lingkungan fisik tersebut diantanya adalah kelas, laboratorium, tata ruang, situasi fisik yang ada di sekitar kelas, dan sebagainya.”

Dari uraian di atas maka dapat disarikan bahwa lingkungan fisik adalah lingkungan yang ada disekitar siswa belajar berupa sarana fisik baik yang ada dilingkup sekolah maupun yang dilingkungan sekolah termasuk dimasyarakat siswa berada. Dalam uraian ini lingkungan fisik lebih ditekankan pada lingkungan fisik dalam ruang kelas belajar di sekolah, alat/media belajar yang ada , dan alat/media belajar yang dapat dibuat sendiri/diambil lingkungan
b. Lingkungan sosial
Muhammad Saroni (2006:83), menjelaskan bahwa :
”dalam lingkungan sosial berhubungan dengan pola interaksi antarpersonil yang ada di lingkungan sekolah secara umum. Lingkungan sosial yang baik memungkinkan para siswa untuk berinteraksi secara baik, siswa dengan siswa, guru dengan siswa, guru dengan guru, atau guru dengan karyawan, dan siswa dengan karyawan, serta secara umum interaksi antar personil. Dan kondisi pembelajaran yang kondusif hanya dapat dicapai jika interaksi sosial ini berlangsung secara baik. Lingkungan sosial yang kondusif dalam hal ini, misalnya adanya keakraban yang proporsional antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran.”

Oleh karena itu dalam lingkungan sosial kelas hendaknya juga diciptakan sekondusif mungkin, agar suasana kelas dapat digunakan sebagai ajang dialog mendalam dan berpikir kritis yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip manusiawi, empati, dan lain-lain, demokratis serta religius. Selanjutnya lingkungan non fisik/lingkungan sosial dapat dikembangkan fungsinya yaitu untuk menciptakan suasana belajar yang nyaman dan kondusif seperti adanya musik yang digunakan sebagai latar pada saat interaksi belajar mengajar berlangsung. Musik tersebut digunakan menjadika suasana belajar terasa santai, siswa dapat belajar dan siap terkonsentrasi.
Dari uraian tersebut di atas maka dapat dipertegas bahwa lingkungan sosial kelas adalah upaya penciptaan suasana belajar atau suasana kelas belajar sehingga interaksi di dalam kelas kondusif. Di mana suasana kelas belajar berlangsung santai bermakna, demokratis, adil, religius, dan siswa dapat belajar dan siap untuk berkonsentrasi. Di samping itu ketika siswa sedang bekerja /mengerjakan suatu masalah dapat diputarkan musik belajar.
Dalam hal ini tugas guru menurut Mulyasa (2006:210&218), adalah ”memberikan kemudahan belajar kepada siswa, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai, juga selain menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan tetapi juga menciptakan dan mengatur lingkungan belajar terutama di kelas, dan strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar.” Oleh karena itu peran guru harus bisa membiasakan pengaturan peran serta/ tanggung jawab tiap siswa terhadap terciptanya lingkungan fisik kelas yang diharapkan dan suasana lingkungan sosial kelas yang menjadikan proses pembelajaran bagi tiap siswa menjadi bermakna. Dengan terciptanya tanggung jawab bersama antara siswa dan guru maka kebersaman akan terbentuk sehingga hal (lingkungan belajar) untuk menjadikan pembelajaran berenergi menjadi tuntutan tiap siswa. Hal yang menjadikan pembelajaran berenergi adalah tanggung jawab bersama tiap siswa

2. Karakteristik dan keterkaitan lingkungan terhadap pembelajaran dalam PAKEM
a. Karakteristik lingkungan pembelajaran PAKEM
Dalam penelitian Walberg dan Greenberg (1997) dalam DePorter Bobbi, Reardon Mark, Singer Sarah–Nuurie (2001:19-39), menunjukkan bahwa lingkungan sosial atau suasana kelas adalah penentu psikologis utama yang mempengaruhi belajar akademis. Di mana suasana keadaan ruangan menunjukkan arena belajar yang dipengaruhi emosi. Sedangkan Indra Djati Sidi (2003:4), menegaskan bahwa ”lingkungan PAKEM merupakan lingkungan belajar yang dapat lebih menunjang pengembangan ketrampilan, pengetahuan dan sikap yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.” Dalam pengelolaan tempat belajar yang menjadikan PAKEM sangat tergantung terhadap strategi yang akan digunakan dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, juga memperhatikan intensitas interaksi antar siswa. Yang dikelola dalam lingkungan PAKEM adalah pajangan, meja kursi, perabot sekolah / kelas dan sumber belajar.”
Suasana kelas yang kondusif sangat baik untuk perkembangan berpikir siswa. Siswa senang tinggal di sana selama kegiatan-kegiatan berlangsung, dan seperti yang ditegaskan adalah Megawati R, Melly Latifah, dan Dina W. F (2005 : 56), ”para siswa akan bekerja lebih keras, mengerti lebih banyak, serta terlibat lebih aktif di kelas ketika mereka belajar.” Adapun lingkungan belajar / kelas yang mendukung kreativitas menurut Kadarsih dalam Cope (No. 02, tahun VI, Desember, 2002:17–18), adalah sebagai berikut : (1) Memperkenalkan persamaan dan saling menghargai, (2) Membuka kesempatan bagi anak untuk kontribusi ide-ide orisinil, (3). Menganggap perbedaan pendapat sebagai sumber belajar, (4) Mencari cara pendekatan dengan cara pemecahan masalah, (5) Mendorong anak untuk memanfaatkan fantasi dan imajinasi, (6) Mengembangkan kecakapan inkuiri, kecakapan bertanya, dan mencari jawaban sesuatu, dan (7) Menciptakan masyarakat belajar yang mengembangkan rasa percaya dan mengurangi resiko.
Dari uraian di atas tentang karakteristik lingkungan pembelajaran yang PAKEM adalah semua apa yang diciptakan dalam kelas pembelajaran/ruang kelas “berbicara” artinya mempunyai peran masing-masing sehingga suasana pembelajaran menggairahkan dan mencapai tujuan pembelajaran. Lingkungan belajar menjadikan siswa dalam belajar terasa gembira, tidak ada tekanan, tidak ada usaha yang tidak dihargai, tercipta masyarakat belajar (leraning community), dan maju bersama tiap siswa untuk mewujudkan belajar yang berenergi
b. Keterkaitan lingkungan pembelajaran dalam PAKEM
Keterkaitan antara lingkungan pembelajaran yang diciptakan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial terhadap pembelajaran yang menjadikan siswa aktif, kreatif, belajar dengan efektif, dan belajar dengan suasana senang sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Proses dialogis antara lingkungan fisik dan sosial akan menggambarkan kondisi belajar (learning conditions) yang alami alih siswa dalam mencapai tujuan tersebut sesuai dengan kompetensi siswa. Dalam kaitan ini Gane (1992) dalam Ella Yulaelawati (2004: 84-85), menegaskan bahwa kondisi belajar pada dasarnya penggambaran sistem lingkungan belajar yang terbentuk sesuai dengan tujuannya. Kondisi belajar yang hendak dicapai tidak lain adalah bentuk akhir kompetensi siswa yang dapat dilihat pada aspek kognitif, psikomotor, dan afektif.
Sedangkan menurut Indra Djati Sidi (2005:148), ”lingkungan belajar sangat berperan dalam menciptakan suasana belajar menyenangkan.” Lingkungan tersebut dapat meningkatkan keaktifan belajar. Oleh karena itu lingkungan belajar perlu di tata semestinya. Dalam usaha menciptakan lingkungan belajar dalam konteks tujuan, Mulyasa (2006:160), “menekankan terdapatnya interaksi yang saling mendukung antara variabel guru, tugas, menyangkut strukturnya (organisasi), dimensinya, cakupannya, dan nilai kebermanfaatannya. Variabel siswa, antara lain meliputi kompetensinya, motivasinya, gaya belajarnya, dan perbedaan individualnya. Sedangkan variabel strategi pengelolaan pembelajaran, mencakup sarana kelas, strategi, metode, dan media pembelajaran serta waktu yang dialokasikan untuk kegiatan itu.”
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lingkungan pembelajaran di kelas yang diciptakan baik fisik maupun sosial dan proses dialogis antara lingkungan fisik dengan lingkungan sosial berpengaruh terhadap iklim pembelajaran di kelas dan tujuan pembelajaran yang dicapai. Sehingga aktivitas dalam belajar dapat berkembang dan terlayani seperti tuntutan dalam alam siswa.
c. Menata lingkungan belajar di kelas
Dalam model PAKEM membutuhkan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung tercapainya PAKEM ini. Menurut Sapriya (2003:28), ”dalam PAKEM ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan.” Oleh karena itu lingkungan belajar (kelas) agar menarik perlu dilakukan penataan sebagaimana mestinya. Untuk itu perlu memperhatikan penjelasan dari DePorter Bobbi, Reardon Mark, & Singer Sarah–Nourie (2001:14-15), yaitu :
“memberikan penjelasan dalam menata lingkungan belajar (kelas) sebagai panggung belajar yang membuat lingkungan belajar / kelas yang mendukung kreatifitas, mempunyai empat aspek, yaitu :
(1) Suasana kelas yang mencakup bahasa yang dipilih guru, cara menjalin rasa simpati dengan siswa, dan setiap guru terhadap sekolah serta belajar. Dan suasana yang penuh kegembiraan membawa kegembiraan pula dalam belajar
(2) Landasan adalah kerangka kerja yang berupa tujuan, keyakinan, kesepakatan, kebijakan, prosedur, dan aturan bersama yang memberi guru dan siswa sebuah pedoman untuk bekerja dalam komunitas belajar
(3) Lingkungan adalah cara guru dalam menata ruang kelas seperti pencahayaan, warna, pengaturan meja dan kursi, tanaman, musik, dan semua yang mendukung proses belajar
(4) Rancangan adalah penciptaan terarah unsur-unsur penting yang bisa menumbuhkan minat siswa, mendalami makna, dan memperbaiki proses tukar menukar informasi ”

Dari penjelasan aspek-aspek penataan lingkungan belajar terlihat dalam perwujudannya dilakukan secara bersama antara siswa dengan guru sesuai dengan kebutuhan dan selera bersama. Dalam penataan lingkungan belajar yang menyangkut empat aspek yaitu suasana kelas, landasan, lingkungan, dan rancangan dibangun bersama-sama yang menjadikan setiap siswa merasa memiliki dan sebagai bagian dari komunitas pembelajaran di kelsnya ataupun sistem pendidikan di sekolahnya. Dengan demikian bangunan lingkungan belajar dikelas memiliki dinamisasi yang diperlukan siswa dalam mewujudkan pembelajaran yang PAKEM.
Sejalan dengan aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam menata lingkungan belajar maka untuk membangun suasana pembelajaran yang menarik sehingga pembelajaran menjadi PAKEM adalah perlu memperhatikan adanya:
1). Kekuatan yang terpendam dan niat yang kuat; hal ini seperti diungkapkan oleh Albert Bandura (1988) dalam Crain William (2007:314), yaitu bahwa “keyakinan seseorang mengenai kemampuan dirinya sangat berpengaruh pada kemampuan itu sendiri”
2). Jalinan rasa simpati dan saling pengertian, untuk menarik keterlibatan siswa, guru harus membangun hubungan, sebagai jembatan menuju kehidupan bergairah siswa, mengetahui minat kuat siswa, berbagi kesuksesan puncak siswa, dan berbicara dengan bahasa hati siswa
3). Keriangan dan ketakjuban ; jika guru secara sadar menciptakan kesempatan untuk membawa kegembiraan ke dalam pekerjaan guru, kegiatan pembelajaran akan lebih menyenangkan. Kegembiraan membuat siswa siap belajar dengan lebih mudah, dan bahkan dapat mengubah sikap negatif. Di samping itu untuk lebih banyak kegembiraan dalam pengajaran maka guru perlu mempertimbangkan dalam hal afirmasi (penguatan atau penugasan), pengakuan dan perayaan terhadap setiap keberhasilan siswa sekecil apapun.
4). Pengambilan resiko; belajar itu mengandung resiko. Setiap kali kita bertualang untuk belajar sesuatu yang baru, kita mengambil resiko besar di luar zona nyaman kita. Zona nyaman merupakan daerah kehidupan yang membuat rasa nyaman atau daerah yang melekat pada rutinitas yang monoton. Maka guru perlu mengupayakan dengan resiko apapun dan pertimbangan yang maka harus dapat keluar dari zona tersebut dari kebiasaan hal-hal baru. Hal ini akan berdampak pada siswa. Berikut beberapa upaya untuk memberdayakan siswa untuk keluar dari zona nyaman, yaitu: a) Beri teladan dengan keluar dari zona nyaman guru, b) Ceritakan zona nyaman kepada siswa, c) Beri tahu mereka bahwa guru mendukung mereka 100%, dan d) Ajak semua anggota kelas untuk saling mendukung
5). Rasa saling memiliki; membangun rasa saling memiliki akan mempercepat proses pengajaran dan meningkatkan rasa tanggung jawab. Hal ini maka perlu menciptakan tradisi menumbuhkan rasa saling memiliki. Tradisi yang paling bagus adalah tradisi yang diciptakan bersama oleh guru dan siswa. Sebab tradisi ini akan membuahkan kebanggaan kebersamaan, dan kegembiraan dalam belajar.
6). Keteladanan; keteladanan membangun hubungan, memperbaiki kredibilitas, dan meningkatkan pengaruh. Akan lebih baik melakukan tindakan atau memberi contoh (modeling) dari pada berbicara saja.
Selanjutnta Indra Djati Sidi (2005:44 &148), Guru dalam melakukan penataan lingkungan belajar di kelas yaitu dengan melakukan pengaturan tempat duduk, mengatur alat peraga, pajangan karya anak, sudut baca, perabot sekolah / kelas dan sumber belajar dan fasilitas lainnya.” Dalam menata lingkungan belajar terutama dalam pengelolaan kelas dan pajangan, di ruang kelas dilakukan pengelolaan meja dan kursi, serta pajangan buku, bahan belajar dan hasil karya anak. Meja dan kursi sering diatur dalam bentuk kelompok atau dalam bentuk U. Karena pengelolaan tersebut memudahkan interaksi di dalam kelas, khususnya di antara siswa. Di sebagian besar kelas nampak pajangan hasil karya anak dan bahan ajar yang diatur rapi dan menarik, serta mudah dibaca. Yang di pajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok dan pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Di mana ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan di tata dengan baik, dapat memabantu guru dalam pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
Selanjutnya Indra Djati Sidi (2005:44), mengatakan bahwa menata lingkungan belajar di kelas meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Dalam uraian berikut yang diuraikan adalah dalam menata lingkungan fisik di kelas, yang meliputi: pengaturan tempat duduk siswa, mengatur penempatan alat peraga, pajangan karya siswa, sudut baca, pemanfaatan sumber belajar, program sarapan pagi (jumlah kehadiran siswa, blanko dokumentasi kehadiran, kata soal, soal-soal dalam amplop, konsultan kecil futor sibaya, dan rubrik tanya jawab, dan lain sebagainya. Sendangkan menurut DePorter Bobbi , Reardon Mark dan Singer Sarah Nuurie (2001:63), bahwa lingkungan yang memacu belajar dan daya ingat siswa dapat diperoleh dengan menata : (1) lingkungan sekeliling dalam kelas, (2) Alat bantu, (3) pengaturan tempat duduk, (4) tumbuhan, aroma, hewan peliharaan, dan unsur organik lainnya, dan (5) musik dan belajar.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disarikan bahwa lingkungan belajar yang di tata dan dapat memacu belajar serta daya ingat siswa meliputi:
a). Lingkungan sekeliling kelas
Memahami kaitan antara pandangan sekeliling dan otak itu penting untuk mengemas lingkungan sekeliling kalas yang mendukung belajar. Memanfaatkan kemampuan siswa untuk secara tidak sadar dalam menyerap informasi melalui kemitraan otak dan mata menurut DePorter Bobbi, Reardon Mark, & Singer Sarah – Nurie (2001:68-69), dapat menggunakan :
(1) Poster ikon (simbol), simbol untuk setiap konsep utama yang guru ajarkan dan digambarkan diatas selembar kertas berukuran 25 x 40 cm atau lebih. Poster ini dipajang di depan kelas di atas pandangan mata siswa, memberikan gambaran keseluruhan, tinjauan global dari bahan pelajaran.
(2) Poster afirmasi, poster yang di buat oleh guru atau siswa (lebih utama) yang memuat pesan-pesan seperti “aku mampu mempelajarinya” dan aku menjadi semakin pinter dengan setiap tantangan baru”. Poster-poster ini ditempelkan di dinding sampai kelas setinggi mata orang duduk
(3) Gunakan warna, gunakan warna hijau, biru, ungu, dan merah untuk kata-kata penting, jingga dan kuning untuk menggaris bawahi, serta hitam dan putih untuk kata-kata penghubung seperti “dan”, “sebuah”, “dari” dan lain-lain.
b). Pajangan karya siswa
Menurut Conny Semiawan, dkk (1992:91), suatu kelas yang memiliki pajangan atau pameran hasil karya para siswa yang di tempelkan di dinding atau di letakkan pada rak, di atas meja, atau pada tempat-tempat lain dapat menjadi tempat yang menarik dan memberikan rangsangan bagi para siswa untuk belajar. Suatu kelas yang kosong tanpa pajangan dapat menadji tempat yang membosankan, gersang dan tidak menggugah inspirasi para siswa.
Oleh karena itu kelas yang baik adalah kelas yang memiliki banyak pajangan, terutama pajangan hasil karya siswa. Pajangan yang kurang relevan dengan apa yang sedang di pelajari siswa akan kurang bernilai bagi para siswa dan hanya merupakan hiasan dinding belaka. Guru seharusnya mempertimbangkan untuk memindahkan pajangan tersebut untuk disimpan dan digunakan pada waktu lain yang relevan. Pajangan akan bermanfaat jika berhubungan dengan apa yang sedang dipelajari dan merupakan hasil kerja keras para siswa sendiri.
Memamerkan pajangan di kelas adalah bagian dari belajar. Pajangan yang baik mendorong para siswa untuk menggunakan mata mereka dan untuk belajar dengan membaca dan memanfaatkan pajangan. Kalau mereka sendiri yang membuat pajangan itu, proses belajar itu lebih terhayati oleh masing-masing siswa. Tiap siswa juga dapat saling belajar dari teman-temannya. Di mana pajangan karya siswa dapat bermanfaat : (1) Untuk membina percaya diri dan memperdalam proses belajar, (2) Dapat mengembangkan kreativitas dan merangsang karya imajinatif, (3) Dapat membangkitkan semangat belajar siswa, karena pajangan menyediakan bahan-bahan yang dapat dilihat untuk dibahas dan dilaporkan, dan (4) Untuk memperkenalkan pokok bahasan atau topik baru.
Pajangan sifatnya tidak tetap artinya bahwa hasil karya siswa yang diperpanjangkan itu selalu berubah seusai dengan hasil pekerjaan siswa yang selalu berkembang dan hanya beberapa atau bagian-bagian saja yang dapat dipajang lebih lama sesuai dengan kebutuhan. Pajangan yang sebelumnya/terdahulu di simpan dan diganti yang terbaru terus seiring pergantian kompetensi dasar/pokok bahasan.
Idialnya yang dipajangkan adalah semua hasil karya siswa, tapi guru dapat mengarahkan para siswa (dengan cukup hati-hati) untuk memilih hasil pekerjaannya yang terbaik untuk dipajang. Ketika semua hasil karya dipajang pada jam pelajaran itu, namun para siswa diminta untuk memilih yang terbaik dari keseluruhan yang tetap terpajang di dinding sampai waktu tepat memasuki materi pokok bahasan berikutnya atau waktu seterusnya.
Pajangan dalam suatu kelas dapat digantung atau diletakkan diletakkan sesuai dengan keadaan dan tempat. Namun, biasanya pajangan itu dapat diletakkan pada : (1) dinding atau pintu; (2) meja-meja kecil, rak, atau lemari-lemari kecil (3) digantung pada langit-langit ; (4) para siswa dapat pula mengumpulkan hasil pekerjaan dalam sebuah buku yang sederhana ; (5) ruangan khusus kalau memungkinkan; dan (6) majalah dinding.
Setiap guru diharapkan dapat mengembangkan gagasannya dalam hal pajangan dikelas. Conny Semiawan, dkk (1992:94), memberi beberapa petunjuk yang dapat di gunakan dalam mengadakan pajangan hasil kerja siswa, yaitu pajangan itu baik jika : (1) pesan yang hendak disampaikan jelas dan mudah dimengerti, (2) terdiri dari hasil pekerjaan siswa, yang menunjang proses pembelajaran, (3) bagian-bagian yang diperhatikan mempunyai kaitan yang jelas, antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya, dan disusun menurut urutan yang logis, (4) pada setiap bagian diberi keterangan yang jelas sehingga dengan mudah dapat di baca, (5) mudah di baca para siswa yang berdiri didepan pajangan itu, dan (6) seorang guru hendaknya menganjurkan siswa-siswanya agar memelihara pajangan hasil karya mereka sendiri. Dari uraian petunjuk pemajangan dikelas tersebut, maka jika guru menjadikan kelas penuh dengan pajangan yang bermakna sebagai hasil karya siswanya, seyogyanya guru tetap berpegangan pada kriteria atau aturan pemajangan.
c). Pengelolaan Alat dan Sumber Belajar
Menurut DePorter Bobbi, Reardon Mark dan Singer Sarah Nuurie (2001:70), “alat atau alat bantu adalah benda yang dapat mewakili suatu gagasan.” Oleh Indra Djati Sidi (2005:50), menegaskan bahwa “guru dan siswa dapat menggunakan berbagai sumber dan alat-alat yang sederhana dalam proses pembelajarannya.” Oleh karena itu atas dasar karakteristik KD yang ada maka guru dapat memberdayakan alat dan sumber belajar yang ada selama ini disekolah.
Pada dasarnya alat dan sumber belajar tersebut dapat diperoleh dari sekitar kita sehingga mudah di jangkau, baik yang berada dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Beberapa contoh alat dan sumber belajar, yaitu : (1) manusia (anak, guru, orang tua, nara sumber), (2) lingkungan (batu-batuan, daun-daunan, biji-bijian, zat cair, hewan), (3) kejadian/peristiwa penting seperti peristiwa olah raga, kesenian, (4) peristiwa alam seperti bajir, gempa, gerhana, hujan, angin puting beliung, (5) barang-barang bekas seperti koran, botol-botol plastik, dan (6) barang-barang buatan pabrik
d). Pengaturan tempat duduk (pengelolaan siswa)
Cara guru dalam mengatur bangku memainkan peran penting dalam membangun belajar. Menurut Indra Djati Sidi (2005:150), “dalam PAKEM pengelolaan kegiatan siswa lebih bervariasi, termasuk kerja kelompok, kerja perorangan dan klasikal.” Oleh karena itu penataan meja dan kursi, guru perlu memperhatikan bentuk dan jenis kursi dalam kelas. Bahwa dalam pengaturan meja, kursi, alat peraga, dan peralatan lain sedemikian rupa diusahakan sehingga tidak mengganggu siswa untuk bergerak dan memudahkan guru untuk berinteraksi dan mengamati siswa belajar
e). Sudut baca
Dalam kelas yang menggunakan PAKEM menurut Indra Djati Sidi (2005:44), “perlu ada sudut baca dan agar pemanfaatan ruang kelas dapat semaksimal mungkin sebagai tempat menimba ilmu.” Isi sudut baca diperoleh dapat kumpulan hasil karya siswa yang terpilih selama ini, koleksi referensi yang tidak ada diperpustakan dan mendukung kegiatan pembelajaran dikelas, dan lain sebagainya. Untuk mengadakan koleksi isi sudut baca selain koleksi hasil karya dapat koleksi yang dimiliki tiap siswa yang ada dirumah berdasarkan kesepakatan kelas dan kesadaran bersama dalam kelas.
Dengan adanya sudut baca dalam kelas maka para siswa pada waktu luang atau istirahat dapat menyempatkan atau membiasakan membaca di sudut baca tersebut. Bahkan hasil karya yang terbaik untuk jenjang kelas yang sama di tahun sebelumnya dapat di pajang di sudut baca dan pajangan tersebut dapat sebagai sumber belajar siswa.
f). Program Sarapan Pagi
Menurut Indra Djati Sidi (2004:7-8), “yang dimaksud program sarapan pagi adalah pemberian pekerjaan awal kepada setiap siswa sebelum jam pelajaran di mulai/jam masuk kelas/jam awal pelajaran, yang dimana setiap siswa akan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan aturan yang dibuat bersama antara siswa dan guru.” Pekerjaan sarapan pagi siswa terdiri dari : (1) jam kehadiran siswa, (2) blangko dokumentasi kehadiran, (3) kotak soal, (4) soal-soal dalam amplop, dan (5) konsultasi kecil (Tutor Sebaya ).

Siswa datang dengan melakukan aktivitas sebagai berikut :
Memasang jam kedatangan
Mengambil soal dalam kotak soal
Menyerahkan jawaban pada konsultan kecil
Menjawab soal yang diambil
Menulis kedatangan dan soal yang diambil
Konsultan menuliskan nilai
Guru membantu konsultan

Diagram kegiatan sarapan maka dapat dideskripsikan bahwa setiap siswa datang memasang jam kedatangan dengan memutar jarum jam sesuai dengan jam kedatangan, dilanjutkan mengambil soal dalam kotak dan menulis kedatangan kehadiran, siswa menjawab soal yang diambil, bagi siswa yang sudah selesai mengerjakan maka jawaban soal tersebut diserahkan pada konsultan kecil, konsultan menuliskan nilai dan selanjutnya menyerahkan pada guru. Di mana konsultan kecil mempunyai peran selain menampung jawaban soal dan menyerahkan pada guru tapi lebih utama selama guru belum datang dan guru sudah datang memberi bimbingan terhadap siswa yang lain sebagai tutor sebaya. Guru jika sudah datang maka membantu konsultan kecil dalam membimbing siswa.
g). Tumbuhan, aroma, hewan peliharaan, dan unsur organik lainnya
Biologi dan botani mengajarkan pada kita bahwa tumbuh-tumbuhan menyediakan oksigen dalam udara kita, berkembang karena oksigen. Semakin banyak oksigen di dapatnya, semakin baik otak berfungsi. Hal ini dapat diperoleh dengan menghadirkan tumbuhan di ruangan kelas.
Oleh Hirsch (1993) dalam DePorter Bobbi, Riardon Mark & Singer Sarah Nuurie (2001:72), menegaskan bahwa manusia dapat meningkat kemampuan berpikir mereka secara kreatif sebanyak 30% saat diberikan wangi bunga tertentu. Orang mempunyai ikatan emosional yang kuat dengan binatang peliharaan mereka. Disamping itu binatang peliharaan kelas dapat menciptakan kesempatan untuk melatih tanggung jawab, gizi, kesehatan, dan perawatan. Binatang peliharaan tersebut seperti jangkrik, burung, marmot, dan lain sebagainya.
h). Musik
Musik berpengaruh pada guru dan siswa. Jika memungkinkan sebagai seorang guru dapat menggunakan musik untuk menata suasana hati, mengubah keadaan mental siswa, dan mendukung lingkungan belajar. Musik membantu para siswa belajar lebih baik dan mengingat lebih banyak. Musik merangsang, meremajakan, dan memperkuat belajar, baik secara sadar maupun tidak sadar, dan kebanyakan para siswa memang mencintai musik. Musik dapat membantu siswa masuk ke keadaan belajar optimal. Juga musik memungkinkan guru membangun hubungan dengan siswa, dan guru dapat “berbicara dalam bahasa siswa”.

C. Penutup
Dalam kegiatan pembelajaran model PAKEM yang sebagai roh dari KTSP mestinya apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai alumni dari Diklat PAKEM dan KTSP sebelum pembelajaran adalah melakukan penetaan kelas pembelajaran model PAKEM dengan aktivitas siswa dalam bentuk kerja kelompok. Dari awal datang siswa masuk ke kelas sampai dengan selesai pembelajaran interaksi siswa dalam belajar selalu dengan memanfaatkan segala sumber belajar yang ada didalam kelas, yang ada disekolah dan disekeliling sekolah dengan optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Conny Semiawan, dkk (1992), Pendidikan Ketrampilan Proses, Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. Jakarta : PT Gramedia

DePorter Bobbi, Reardon Mark & Singer Sarah-Nuurie (2001), Quantum Teaching (Memperhatikan Quantum Learning Di Ruang-ruang Kelas). Terjemahan Ary Nilandri. Bandung: Kaifa

I Made Alit Mariana (2005), HO. Science For All. Bandung, PPPG IPA

Mulyasa (2006), Kurikulum Yang Disempurnakan. Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung : Remaja Rosdakarya

Milan Rianto (2007), Pengelolaan Kelas Model Pakem. Jakarta : Dirjen PMPTK

Paul Suparno (2005), Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius

Kusmoro (2008), Pengaruh Model PAKEM Dengan Pendekatan Konstruktivisme dan Cooperative Learning Dalam Pembelajaran Sains Di Tinjau Dari Lingkungan Belajar Siswa. Tesis UNS: Tidak Diterbitkan.